Laksanakan Sholat Tarawih Sebaiknya 11 Rakaat atau 23 Rakaat?

Laksanakan Sholat Tarawih Sebaiknya 11 Rakaat atau 23 Rakaat?

Sholat Tarawih-11 Rakaat atau 23 rakaat?-Freepik

وَعَنْهَا ، قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَزِيْدُ – فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ – عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً : يُصَلِّي أرْبَعاً فَلاَ تَسْألْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أرْبَعاً فَلاَ تَسْألْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثاً. فَقُلتُ: يَا رسولَ اللهِ ، أتَنَامُ قَبْلَ أنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: (( يَا عَائِشَة، إنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah (baik dalam bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan Lainnya) dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, maka janganlah engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya rakaat tersebut. Kemudian beliau shalat empat rakaat, maka janganlah engkau tanyakan bagusnya dan panjangnya rakaat tersebut. Lalu beliau shalat tiga rakaat. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum engkau melakukan witir?’ Beliau menjawab, ‘Wahai Aisyah, sesungguhnnya mataku tidur tetapi hatiku tidak.’” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1147 dan Muslim, no. 738)

“Hadis ini sahih, tidak ada perawi yang mendaifkan. Itu dasar pertama. Dasar kedua yaitu ketika Umar bin Khaththab ra., menertibkan salat tarawih di Masjid Madinah,” ujarnya.

Syamsul menjelaskan bahwa pada masa Umar ra., diangkat imam tetap untuk salat tarawih yaitu Ubay bin Kaab dan memerintahkannya untuk melakukan salat tarawih 11 rakaat.

Jadi, kedua dasar itu sangat jelas untuk menjadi alasan kuat pelaksanaan salat tarawih.

BACA JUGA:Masha Allah, Habib Hasan bin Jafar Assegaf Sempat Imami Salat Tarawih Sebelum Menghadap Sang Khalik

Keputusan melakasanakan tarawih 11 rakaat juga sebagaimana perkataan Rasulullah Saw., yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ yang berarti “salatlah sebagaimana kalian melihatku salat.” Maka sesuai perintah itulah, salat tarawih dilakukan sebanyak 11 rakaat.

“Adapaun penambahan-penambahan itu (jumlah rakaat salat tarawih) dilakukan setelah zaman Khulafaurrasyidin. Ada pula hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah salat 20 rakaat. Hadis itu daif,” ungkapnya.

Hal itu dikuatkan dengan kesaksian Aisyah ra., pada hadits pertama di atas bahwa Rasul tidak pernah salat malam pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya lebih dari 11 rakaat.

Sementara itu terkait dengan fenomena umat muslim pada umumnya di Indonesia yang memilih shalat 11 rakaat di masjid yang imam shalat tarawihnya menetapkan 23 rakaat, Syamsul menjelaskan bahwa itu tidak masalah.

Umat muslim yang memilih salat delapan rakaat berjamaah di masjid, dan witir di rumah untuk mengganjilkan shalat malam, jelas Syamsul, itu tidak masalah dan diperbolehkan.

“Itu silakan saja, karena shalat tarawih bisa dikerjakan di rumah atau di rumah,” ujarnya.

Begitupun dengan shalat tarawih dan tahajud. Beberapa orang mungkin pernah melakukan shalat tarawih kemudian shalat tahajud.

Terkait hal ini, Syamsul kembali mengingatkan pada hadis pertama di atas bahwa Rasul tidak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat.

“Untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya, maka dapat dilakukan dengan memanjangkan salat. Sebagaimana hadits riwayat Muslim أَفْضَلُ الصَّلَاةِ طُولُ الْقُنُوتِ bahwa seafdol-afdol salat itu yang qunutnya panjang. Qunut di sini dalam arti berdiri. Lama berdirinya itu karena ayat yang dibaca banyak,” jelas Syamsul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: nu online