Disway Malang

Disway Malang

Dirut Disway Malang Agus Pamujo saat berbicara di peluncuran Disway Malang di Malang Creative Center.--

MINGGU kemarin saya ke Malang lagi: Disway terbaru dilahirkan di kota itu. Disway Malang. Yang jadi dirutnya: Agung Pamujo –yang pernah berkarir di Jawa Pos.

Acara Disway Malang itu dipusatkan di MCCMalang Creative Center. Gedung baru. Sembilan lantai. Tanpa halaman.

Saya sudah telanjur mengajak 200 orang anggota Komunitas Senam DI ke Malang. Mereka akan Senam-dansa bersama sebelum acara pokok.

Tidak ada halaman bukan penghalang. Di gedung kreatif lahirlah kreativitas mereka: menyebar. Di tangga-tangga. Di teras. Di balkon atas. Juga di dekat trotoar.

Jadinya malah atraktif. Di mana-mana diisi peserta senam. Termasuk komunitas senam dari Malang: Komunitas Senam Kebaya Indonesia. Semua pesertanya pakai kebaya.

Begitu senam selesai, banyak anak remaja berdatangan. Maka tiap lantai gedung itu ramai dengan kegiatan anak muda Malang.

Ada yang latihan pencak silat, wushu, tari Jawa, memasak, mendesain, dan kursus-kursus. Semuanya gratis. Tinggal mendaftar secara online.

Syaratnya: harus orang kota Malang.

Peresmian Disway sendiri di lantai paling atas. Dihadiri sekitar 400 pengusaha kecil menengah. Mereka adalah binaan Bank Jatim. Seru.

Tiga jam saya di panggung bersama mereka. Yang dibahas adalah soal pengelolaan keuangan UMKM. Terutama mengenai umur piutang. Termasuk bagaimana cara menagih piutang.

Dibahas juga soal kemandirian pengusaha kecil: jangan pernah menyandarkan harapan pada bantuan pemerintah. Atau bantuan siapa pun.

Yang menarik, tidak ada di antara mereka yang berkeluh kesah. Mungkin karena sebelum itu saya sudah menegaskan bahwa pengusaha tidak boleh mudah mengeluh.

Setiap persoalan harus diatasi. Dicarikan jalan keluar. Bukan untuk dikeluhkan. Orang yang banyak mengeluh bukanlah pengusaha sejati.

Gedung ini menarik. Tidak didesain sebagai gedung perkantoran. Lantai-lantainya dibuat terbuka. Ruang-ruang kelas disediakan di salah satu pinggirnya.

Saya belum pernah melihat gedung seperti ini. Cocok untuk menampung kegiatan anak muda kreatif. Mungkin di Yogyakarta ada. Di bagian depan kampus Bulak Sumur Universitas Gadjah Mada.

Mungkin gedung itu kini sudah selesai dibangun. Tapi saya belum pernah memasukinya. Tidak bisa membandingkannya dengan MCC.

Ukuran gedung di UGM itu sangat besar. Megah. Namanya: Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK). Fungsinya sama dengan MCC: menampung segala macam kreasi yang terkait dengan ekonomi kreatif.

MCC dikelola Pemkot Malang. GIK dikelola UGM.

Di MCC banyak kursus-kursus bidang kreativitas.

Di GIK sering dilakukan kuliah umum yang terkait ekonomi kreatif.

Tiga tahun lagi akan terlihat mana yang lebih bermanfaat.

Tiga tahun lagi juga akan terlihat toilet MCC atau GIK yang tetap terpelihara kebersihannya.

Dua-duanya akan membebani: anggaran pemeliharannya sangat besar. Juga biaya listrik dan operasionalnya.

MCC pun tidak akan bisa seterusnya gratis. Pun GIK.

Pendidikan memang mahal. Yang nonformal seperti di MCC maupun yang formal seperti di GIK. Setidaknya kreativitas anak-anak muda di dua kota itu mulai diberikan wadah --meski kreativitas tidak tergantung pada fasilitas.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 8 September 2024Blangkon Merah

thamrindahlan

Ini berita kebudayaan bagus. Jawa besar dalam segala hal terutama jumlah penduduknya. Wajar banyak orang keturunan jawa cerdas pintar dalam segala hal. Bolehlah awak sedikit menyinggung berita Raja Jawa nan kemarin viral menggelegar sejagat nusantara. Ada baiknya membaca sejarah kuno Kerajaan Jawa nan kini hanya tersisa Raja Jawa Hamengkubuwono Jogya. Salut atas kepedulian Ibnu Sunanto dan Mirza terhadap upata masif pelestarian budaya. Jawa. Orang minang seperti awak awak cemburu juga terkait kemajuan IT yang dipersembahkan untuk kesejahteraan kaum dhuafa. Angka ajaib 9 memang angka makhluk manusia. Ingat idak boleh pakai 10 angka sempurna milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Salamsalaman

Wilwa

Perbedaan blangkon Yogya dan blangkon Solo banyak orang non Jawa yang tidak tahu. Sebagai contoh: ada orang Betawi yang pernah komentar begini: hati-hati sama orang Solo karena mereka pandai menyembunyikan apa yang ada dalam hati sehingga tak nampak dari mimik wajah, di muka bilang ya dengan tulus tapi di hati sebenarnya bilang tidak, lihat saja blangkonnya, di depan rata tapi di belakang “ngejendol”. Hmmm. Dari ucapannya, dia tak tahu kalau blangkon yang bagian belakang ada “jendolan” seperti telur itu justru blangkon ala Yogya. Blangkon Solo, bagian depan maupun belakang “lepes”. Datar rata tanpa “jendolan”. Belakangan memang heboh soal Mulyono yang Raja Jawa. Hmmm. Mereka takut Indonesia dikuasai kembali oleh Raja Jawa yang pernah berkuasa 32 tahun sebelum digulingkan mahasiswa. Hmmm. Baguslah kalau memang mayoritas rakyat anti monarki, anti dinasti, anti feodalisme. Berarti ada kesadaran SEJARAH politik untuk tidak kembali ke abad pertengahan yang monarki didukung religi. Ada kesadaran mengenai sistem DEMOKRASI / REPUBLIK yang memisahkan politik dari agama. Tapi kalau saya mengenang Pilkada 2017 yang sarat politisasi agama, rasanya kok tidak demikian. Masih ada rakyat yang mendambakan masa lalu ketika monarki dan religi berkelindan menjadi satu baik di Eropa, Timur Tengah, maupun Nusantara. Tak ada demokrasi, republik, sekulerisasi/ anti politisasi agama, kemerdekaan berpikir dan berpendapat, apalagi pemilihan langsung. Yang semuanya itu berawal dari Revolusi Amerika 1776

djokoLodang

--o- Majalah Joyoboyo apakah masih hidup, p DI? Jadi ingat masa kecil dulu, di rumah selalu ada majalah "Panyebar Semangat". Disingkat PS. Yang masih terkenang olehku beberapa rubriknya: - Jula-Juli. di bagian depan. - Kartun Mas Klombrod. Pelukisnya Indri Sudono. Initial In-3-S. - Opo Tumon. --kisah lucu, tapi nyata di kehidupan sehari-hari. - Cergam serial bersambung. "Phantom mungsuh gerombolan tikus rawa". Dan kisah-kisah Phantom lainnya. Yang selalu membela rakyat kecil. - Iklan mentega "Blue-Band". Dulu saya mengira khasiat mentega Blue-Band itu nyata adanya. Sabun Colibrita. * Sekarang, majalah Panyebar Semangat itu apa masih ada, ya? --jL-

djokoLodang

-o-- POLISI vs PETANI Seorang petani culun sedang menikmati mobil barunya. Tanpa terasa dia mengendarainya terlalu kencang. Dekat perbatasan kota dihentikan oleh polisi. Melihat penampilan petani yang sangat lugu, polisi itu mulai memberikan ceramah tentang batas kecepatan laju mobil di jalan raya. Ada sedikit rasa iri di hatinya. Dia mencoba membuat petani itu merasa tidak nyaman. Akhirnya, polisi itu menulis surat tilang. Dan saat mulai melakukannya, dia terus menepis beberapa lalat yang berdengung di sekitar kepalanya. Petani:"Ada masalah dengan lalat melingkar di sana, ya?" Polisi, "Ya, lalat-lalat ini sangat menyebalkan. Tapi, saya tidak pernah mendengar tentang lalat melingkar." Petani: "Yah, lalat melingkar biasa ditemukan di peternakan di pedesaan. Lihat, mereka disebut lalat melingkar karena mereka hampir selalu ditemukan berputar-putar di sekitar bagian belakang kuda." Polisi itu menggumam, "Oh," dan meneruskan menulis surat tilang. Satu setengah menit kemudian, dia berhenti dan berkata, "Hei...Tunggu sebentar, apakah kamu tadi mencoba menyamakan saya dengan pantat kuda?" "Oh, tidak, Pak Polisi. Saya sangat menghormati penegak hukum dan polisi sehingga tidak akan berpikir untuk memanggil Anda dengan sebutan pantat kuda." Polisi: "‘Wah, bagus, bagus," dan kembali meneruskan menulis surat tilang. Setelah beberapa lama, petani berkata pelan, hampir tak terdengar: "Tapi, ternyata sulit untuk mengelabui lalat-lalat itu. ..." --jL-

alasroban

Seorang guru matematika sedang ikut prihatin dengan memudarnya penggunaan bahasa jawa. Beliau memikirken bagaimana melestarikan budaya jawa. Saya yang tak tahan akhirnya ikut nyahut. "Pak Guru sampeyan jangan ikut-ikutan politisi itu" "Kenapa dengan politisi itu?" "Mereka ribut pelestarian budaya jawa ya sebatas untuk kepentingan politik mereka" "Ah masa begitu" "Mereka ributnya kan menjelang pemilu aja, itu artinya hanya untuk meraup suara. Mereka biasa merasa paling jawa. Menuduh orang lain sudah terpapar budaya bangsa lain. Padahal ketika dia ngomong begitu bahkan pakaian yang di pakainya bukan pakaian jawa" "Oh iya ya, tapi kan tidak semua" "Iya tidak semua, tapi setelah mereka depet kursinya apa kontribusi nyata terhadap pelestarian bahasa jawa? tak ada kan?" "iya,...ya,..." "Sebenarnya untuk melestarikan budaya jawa hanya butuh 2 hal. jika ini di terapken di jamin lestari" "weh,...apa itu?" "Pertama bahasa jawa di pake untuk menulis ilmu pengetahuan, ke dua di gunakan sebagai bahaas bisnis. itu saja bahasa jawa di jamin lestari." "Ya nggak bisa kan bahasa resmi negara kita bahasa Indonesia" "Ya memang tidak harus menggantikan posisi bahasa Indonesia. 2 hal itu cukup di lakukan di DIY sebagai core of the corenya jawa"

Ahmed Nurjubaedi

Baru-baru ini, anak saya yg kelas 2 SD punya pengalaman buruk dengan mata pelajaran Bahasa Jawa. Ia mendapat nilai 42 saat ulangan harian. Sampai badmood saat pulang sekolah. Sampai istri saya ikut badmood. Dia lantas memeriksa buku LKS Bahasa Jawa anak saya. Lalu komen dengan nada emosi. "Kelas 2 SD kok materinya kayak gini. Ini mahasiswa juga bakal kesulitan menjawab. Sudah Mas, ndak apa-apa nilaimu jelek. Nanti bunda ajarin. Huh.... " Saya jadi kepo. Saya buka buku LKS tersebut. Sebagai guru Bahasa Inggris, saya geleng-geleng kepala. Kok lebih mudah dan lebih terstruktur buku Bahasa Inggris yg impor? Kalau materi dan buku Bahasa Jawa terus seperti ini..... Cara mengajarnya harus diperbaiki. Jangan hafalan saja. Menurut saya, mestinya guru-guru Bahasa Jawa harus berinovasi dan melihat perkembangan mata pelajaran yg lain. Lihatlah Bahasa Inggris, terutama buku impornya. Juga Bahasa Mandarin di aplikasi chineasy (semoga abah berkenan lihat aplikasi ini). Esoknya, ketika nganter anak ke sekolah, istri saya cerita ke guru kelasnya yg ngajar Bahasa Jawa perihal nilai ulangan yg kemarin. Bu guru tertawa sambil berkata, " Tenang bunda, tidak apa-apa. Wong buat kita yg orang Jawa saja mata pelajaran Bahasa Jawa sulit, apalagi buat Mas Daya yg bukan orang Jawa....! ( Tentu saja kami sekeluarga adalah orang Jawa. Hanya saja, anak saya itu, entah bagaimana, Bahasa Inggris nya sudah bagus. Sudah bisa cas-cis-cus. Ia terkenal di sekolahnya karena kemampuan itu). Quo Vadis Bahasa Jawa!

Jokosp Sp

Baju jadi cerminan darimana asal muasalnya. Pakaian adat sudah jadi model kebutuhan di hari-hari besar. Akan ada transaksi besar dihari itu. Rumah rias pengantin dan persewaan baju akan rame. Jam 04,00 syubuh biasaya ibu negara sudah sibuk didatangi ibi-ibu dan para ASN maupun siswa siswi untuk berdandan adat masing-masing daerah. Pak Agus Suryonegoro pasti akan tersinggung kalau yang memakai pakaian adatnya itu seorang pemimpin, namun kelakukannya tidak mencerminkan adat dan budayanya. Tidak bisa jadi cerminan untuk anak dan cucunya kelak. Bukannya Raja Solo juga akan sangat tersayat hatinya jika salah satu kawulonya telah merusak keagungan Raja Solo. Ini bukan juga dari trah Raja Solo, tapi kebesarannya telah membawa nama Solo sebagai sebuah kerajaan Jawa. Jika masyarakat tadinya mendukung sepenuhnya, otomatis itu harapan Solo yang memang telah menurunkan beberapa pemimpin besar. Pemimpin yang tanpa cacat. Kalau saat ini Raja Solo sangat tersinggung ya itu dibenarkan, karena salah satu kawulonya telah bertindak sangat menyimpang dengan kekuasaannya. Telah merusak keagungan sebuah ke_Raja_an Solo.

Em Ha

Moralitas dan Mata Hati Landasan Membangun Negeri Tanpa Korupsi. Tema usulan 105 hari lagi. Kembalikan Belangkon Merah, Ciptakan Marwah Indonesia. 105 Hari Lagi, kabinet Prabowo belum capai 100 hari. Kulik habis para Menteri. Jangan terulang lagi lagi. Ingat Kemensos, ingat korupsi Juliardi Batubara dan dua pendahunya. Ingat Kemenkes, ingat Siti Fadilah Supari. Ingat Kemenpora, ingat Andi Mallarangeng dan Imam Nahrowi. Puncaknya, ingat Kemenag hati terenyuh. Sejatinya lembaga pengawal moral. Suryadarma Ali, Said Agil Husin Almunawar tak tahan godaan korupsi. 105 hari lagi. Abah ingatkan petinggi negeri. Sarang penyamun rampok negeri.

Jimmy Marta

Angka sembilan yg istimewa. Dibagi, hanya bisa pake angka tiga. Angka tiga dikalikan lagi jadi sembilan lagi. Dikali, dg angka berapapun hasilnya bila dijumlah ketemu angka sembilan lagi. Sembilan, angkanya gelung diatas. Berbalik dg bilangan enam yg gelungnya dibawah. Jika sembilan ketemu enam, itu resep kamasutera..haha Sembilan adalah angka satu digit nilai tertinggi. Jika anda dapat sembilan dua kali, pasti seng ada lawan...xixi.

Achmad Faisol

di dunia IT juga ada warna topi: 1. black hat: hacker jahat... 2. white hat: security analyst... maklum, sudah topi haji, jadi baik... he he he 3. grey hat: hacking ilegal tetapi tidak berniat merusak... 4. red hat: salah satu distro linux...

Fiona Handoko

selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp agus, bp jo, ka nimas dan teman2 rusuhwan. pakaian adat jawa mengenal penutup kepala yg disebut blangkon. pakaian pastur / gembala umat katolik. juga mengenal penutup kepala. yg disebut zucchetto. tidak seperti abah, yg bebas memakai blangkon warna merah. warna zucchetto melambangkan hirarki sang gembala. warna putih dipakai oleh paus. warna merah dipakai oleh kardinal. warna merah crisom / jingga. dipakai oleh uskup. warna hitam dipakai oleh pastor pemimpin biara.

Gianto Kwee

Abah memang selalu beruntung ! di Al Zaytun pulang bawa Setelan Jas, ke Padepokan Bima Sakti pulang bawa Blangkon Merah ! SalamDamai

Leong Putu

Kalau baru sekali, itu namanya lupa. Kalau berulang, itu namanya doyan. Wkwkwkwk....

Leong Putu

Lek Blangkon warna biru, pasti gak lali mbalekno. Opo meneh lek onok lambang mercyne... Wkwkwk

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. BLANGKON ITU BAGIAN DARI ADAT JAWA, TAPI BERASAL DARI BAHASA BELANDA.. Aneh kan..? Dan di dalamnya, sebenarnya ada 'penghinaan yang positif".. Blangkon (bahasa Jawa: ꦧ꧀ꦭꦁꦏꦺꦴꦤ꧀) adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana adat Jawa. Sebutan blangkon berasal dari kata "Blanco" dari bahasa Belanda. Istilah yang dipakai masyarakat etnis Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Hal itu atas perintah pemerintah Kolonial Belanda karena bangsawan Jawa bila dikumpulkan dalam pertemuan rutin selalu terlambat. Dan alasannya, karena lamanya mengikat kain yang diletakan di kepala atau udeng. ### Dhina gpp Yang penting, setelah itu bangsawan dan raja Jawa menjadi lebih tepat waktu..

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. JAYABAYåA, MEKARSARI DAN DJOKOLODANG.. Tidak terlalu ingat waktunya kapan, tetapi saya ingat, "suatu waktu", hanya tinggal 3 majalah berbahasa Jawa yang ada di dunia. Maksud saya, "dunia saya". Ke tiga majalah itu adalah: 1). Jayabaya (Surabaya). 2). Mekarsari (Yogyakarta). 3). Djokolodang (Yogyakarta). Yang saya ingat, kalau di Jayabaya, ada rubrik "Cerito Sajroning Negoro". Kata "cerito" nya saya agak ragu bener atau tidak. Mungkin juga "kahanan". Kalau di majalah Mekarsari ada rubrik "Obrolane Pak Besut". Di rubrik ini, selain pak Besut, yang sering disebut adalah mbakyu Santinet. Nah, kalau majalah Djoko Lodang, saya gak ada yang ingat. Hanya nama pimrednya yang saya ingat. Itupun belum tentu betul. Yaitu pak Affandi. ### Jangan-jangan pak Djoko Lodang, yang komentator Disway itu masih ada hubungan keluarga dengan majalah Djoko Lodang.. Kalau tidak, minimal namanya sama..

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. MBENDOL MBURI.. Blangkon gaya Yogyakarta mempunyai mondolan pada bagian belakang blangkon. Konon, jika hal ini dirunut ke sejarah, pada waktu itu laki-laki Yogya memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas, kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon. Kalau ditanyakan ke orang Yogya, mondolan itu punya arti filosofi yang tinggi. Dan "dakik -dakik". Tetapi kalau mondolan itu ditanyakan ke orang Jawa Timur, beda lagi. Katanya: 1). "Mondolan iku nggone ono mburi". 2). "Pancen wong Yogya iku sering ora terus terang".. 3). "Ngerti-ngerti, engko 'mbendol' ndik mburi. Persis 'mondolane'. Topine wong Yogya.. ### "Sak karepmulah. He he. Aku wong Yogya asli. Lahir, TK, SD, SMP, SMA omahku jeron beteng Kraton. Tapi bojoku wong Jawa Timur..". He he.

Liam Then

Di Indonesia paling utama adalah budaya uang. Ndak percaya lihat saja digereja-gereja besar di Indonesia, saban Minggu , bulan sibuk kumpul uang. Bahkan ada yang sampai pecah dan musuhan bapak anak. Politisinya sering ngomongin tentang uang, sering ngeluh susah sekali tanpa uang, bahkan sampai ada anggota DPR yang umumkan : "sebaiknya money politic dilegalkan saja" , walah...walah.... Tapi baguslah masih ada orang yang peduli pada budaya, seperti yang dituliskan Pak DI hari ini. Budaya adalah "way of life" , tata cara jalan kehidupan kita , dengan budaya sebagai pagar dan panutan, hidup bermasyarakat jadi ada panduan. Ngomong tentang panduan, dan tata cara berbudaya, beberapa waktu ini, di bidang politik kita disuguhi hal yang benar-benar jauh dari mulianya budaya Nusantara yang halus, penuh budi pekerti. Yang dipertontonkan kasar sekali, sampai saya bertanya - tanya ini budaya mana? Budaya apa? Apakah budaya kekuasaan masa kini? Lepas dapat kursi, lupa janji dan sumpah jabatan?

yea aina

Usul Pak Bos, topik sarasehan tiga lapan kedepan: maju tapi tidak kemrungsung. Atau tidak kemrungsung tapi maju. Kalau boleh usul, sebelum 20 Oktober 2024 Pak Bos nulis di CHDI topiknya: mundur tanpa kemrungsung atau lengser tanpa cemas.

thamrindahlan

Ini berita kebudayaan bagus. Jawa besar dalam segala hal terutama jumlah penduduknya. Wajar banyak orang keturunan jawa cerdas pintar dalam segala hal. Bolehlah awak sedikit menyinggung berita Raja Jawa nan kemarin viral menggelegar sejagat nusantara. Ada baiknya membaca sejarah kuno Kerajaan Jawa nan kini hanya tersisa Raja Jawa Hamengkubuwono Jogya. Salut atas kepedulian Ibnu Sunanto dan Mirza terhadap upata masif pelestarian budaya. Jawa. Orang minang seperti awak awak cemburu juga terkait kemajuan IT yang dipersembahkan untuk kesejahteraan kaum dhuafa. Angka ajaib 9 memang angka makhluk manusia. Ingat idak boleh pakai 10 angka sempurna milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Salamsalaman

Wilwa

Perbedaan blangkon Yogya dan blangkon Solo banyak orang non Jawa yang tidak tahu. Sebagai contoh: ada orang Betawi yang pernah komentar begini: hati-hati sama orang Solo karena mereka pandai menyembunyikan apa yang ada dalam hati sehingga tak nampak dari mimik wajah, di muka bilang ya dengan tulus tapi di hati sebenarnya bilang tidak, lihat saja blangkonnya, di depan rata tapi di belakang “ngejendol”. Hmmm. Dari ucapannya, dia tak tahu kalau blangkon yang bagian belakang ada “jendolan” seperti telur itu justru blangkon ala Yogya. Blangkon Solo, bagian depan maupun belakang “lepes”. Datar rata tanpa “jendolan”. Belakangan memang heboh soal Mulyono yang Raja Jawa. Hmmm. Mereka takut Indonesia dikuasai kembali oleh Raja Jawa yang pernah berkuasa 32 tahun sebelum digulingkan mahasiswa. Hmmm. Baguslah kalau memang mayoritas rakyat anti monarki, anti dinasti, anti feodalisme. Berarti ada kesadaran SEJARAH politik untuk tidak kembali ke abad pertengahan yang monarki didukung religi. Ada kesadaran mengenai sistem DEMOKRASI / REPUBLIK yang memisahkan politik dari agama. Tapi kalau saya mengenang Pilkada 2017 yang sarat politisasi agama, rasanya kok tidak demikian. Masih ada rakyat yang mendambakan masa lalu ketika monarki dan religi berkelindan menjadi satu baik di Eropa, Timur Tengah, maupun Nusantara. Tak ada demokrasi, republik, sekulerisasi/ anti politisasi agama, kemerdekaan berpikir dan berpendapat, apalagi pemilihan langsung. Yang semuanya itu berawal dari Revolusi Amerika 1776

djokoLodang

--o- Majalah Joyoboyo apakah masih hidup, p DI? Jadi ingat masa kecil dulu, di rumah selalu ada majalah "Panyebar Semangat". Disingkat PS. Yang masih terkenang olehku beberapa rubriknya: - Jula-Juli. di bagian depan. - Kartun Mas Klombrod. Pelukisnya Indri Sudono. Initial In-3-S. - Opo Tumon. --kisah lucu, tapi nyata di kehidupan sehari-hari. - Cergam serial bersambung. "Phantom mungsuh gerombolan tikus rawa". Dan kisah-kisah Phantom lainnya. Yang selalu membela rakyat kecil. - Iklan mentega "Blue-Band". Dulu saya mengira khasiat mentega Blue-Band itu nyata adanya. Sabun Colibrita. * Sekarang, majalah Panyebar Semangat itu apa masih ada, ya? --jL-

djokoLodang

-o-- POLISI vs PETANI Seorang petani culun sedang menikmati mobil barunya. Tanpa terasa dia mengendarainya terlalu kencang. Dekat perbatasan kota dihentikan oleh polisi. Melihat penampilan petani yang sangat lugu, polisi itu mulai memberikan ceramah tentang batas kecepatan laju mobil di jalan raya. Ada sedikit rasa iri di hatinya. Dia mencoba membuat petani itu merasa tidak nyaman. Akhirnya, polisi itu menulis surat tilang. Dan saat mulai melakukannya, dia terus menepis beberapa lalat yang berdengung di sekitar kepalanya. Petani:"Ada masalah dengan lalat melingkar di sana, ya?" Polisi, "Ya, lalat-lalat ini sangat menyebalkan. Tapi, saya tidak pernah mendengar tentang lalat melingkar." Petani: "Yah, lalat melingkar biasa ditemukan di peternakan di pedesaan. Lihat, mereka disebut lalat melingkar karena mereka hampir selalu ditemukan berputar-putar di sekitar bagian belakang kuda." Polisi itu menggumam, "Oh," dan meneruskan menulis surat tilang. Satu setengah menit kemudian, dia berhenti dan berkata, "Hei...Tunggu sebentar, apakah kamu tadi mencoba menyamakan saya dengan pantat kuda?" "Oh, tidak, Pak Polisi. Saya sangat menghormati penegak hukum dan polisi sehingga tidak akan berpikir untuk memanggil Anda dengan sebutan pantat kuda." Polisi: "‘Wah, bagus, bagus," dan kembali meneruskan menulis surat tilang. Setelah beberapa lama, petani berkata pelan, hampir tak terdengar: "Tapi, ternyata sulit untuk mengelabui lalat-lalat itu. ..." --jL-

alasroban

Seorang guru matematika sedang ikut prihatin dengan memudarnya penggunaan bahasa jawa. Beliau memikirken bagaimana melestarikan budaya jawa. Saya yang tak tahan akhirnya ikut nyahut. "Pak Guru sampeyan jangan ikut-ikutan politisi itu" "Kenapa dengan politisi itu?" "Mereka ribut pelestarian budaya jawa ya sebatas untuk kepentingan politik mereka" "Ah masa begitu" "Mereka ributnya kan menjelang pemilu aja, itu artinya hanya untuk meraup suara. Mereka biasa merasa paling jawa. Menuduh orang lain sudah terpapar budaya bangsa lain. Padahal ketika dia ngomong begitu bahkan pakaian yang di pakainya bukan pakaian jawa" "Oh iya ya, tapi kan tidak semua" "Iya tidak semua, tapi setelah mereka depet kursinya apa kontribusi nyata terhadap pelestarian bahasa jawa? tak ada kan?" "iya,...ya,..." "Sebenarnya untuk melestarikan budaya jawa hanya butuh 2 hal. jika ini di terapken di jamin lestari" "weh,...apa itu?" "Pertama bahasa jawa di pake untuk menulis ilmu pengetahuan, ke dua di gunakan sebagai bahaas bisnis. itu saja bahasa jawa di jamin lestari." "Ya nggak bisa kan bahasa resmi negara kita bahasa Indonesia" "Ya memang tidak harus menggantikan posisi bahasa Indonesia. 2 hal itu cukup di lakukan di DIY sebagai core of the corenya jawa"

Ahmed Nurjubaedi

Baru-baru ini, anak saya yg kelas 2 SD punya pengalaman buruk dengan mata pelajaran Bahasa Jawa. Ia mendapat nilai 42 saat ulangan harian. Sampai badmood saat pulang sekolah. Sampai istri saya ikut badmood. Dia lantas memeriksa buku LKS Bahasa Jawa anak saya. Lalu komen dengan nada emosi. "Kelas 2 SD kok materinya kayak gini. Ini mahasiswa juga bakal kesulitan menjawab. Sudah Mas, ndak apa-apa nilaimu jelek. Nanti bunda ajarin. Huh.... " Saya jadi kepo. Saya buka buku LKS tersebut. Sebagai guru Bahasa Inggris, saya geleng-geleng kepala. Kok lebih mudah dan lebih terstruktur buku Bahasa Inggris yg impor? Kalau materi dan buku Bahasa Jawa terus seperti ini..... Cara mengajarnya harus diperbaiki. Jangan hafalan saja. Menurut saya, mestinya guru-guru Bahasa Jawa harus berinovasi dan melihat perkembangan mata pelajaran yg lain. Lihatlah Bahasa Inggris, terutama buku impornya. Juga Bahasa Mandarin di aplikasi chineasy (semoga abah berkenan lihat aplikasi ini). Esoknya, ketika nganter anak ke sekolah, istri saya cerita ke guru kelasnya yg ngajar Bahasa Jawa perihal nilai ulangan yg kemarin. Bu guru tertawa sambil berkata, " Tenang bunda, tidak apa-apa. Wong buat kita yg orang Jawa saja mata pelajaran Bahasa Jawa sulit, apalagi buat Mas Daya yg bukan orang Jawa....! ( Tentu saja kami sekeluarga adalah orang Jawa. Hanya saja, anak saya itu, entah bagaimana, Bahasa Inggris nya sudah bagus. Sudah bisa cas-cis-cus. Ia terkenal di sekolahnya karena kemampuan itu). Quo Vadis Bahasa Jawa!

Jokosp Sp

Baju jadi cerminan darimana asal muasalnya. Pakaian adat sudah jadi model kebutuhan di hari-hari besar. Akan ada transaksi besar dihari itu. Rumah rias pengantin dan persewaan baju akan rame. Jam 04,00 syubuh biasaya ibu negara sudah sibuk didatangi ibi-ibu dan para ASN maupun siswa siswi untuk berdandan adat masing-masing daerah. Pak Agus Suryonegoro pasti akan tersinggung kalau yang memakai pakaian adatnya itu seorang pemimpin, namun kelakukannya tidak mencerminkan adat dan budayanya. Tidak bisa jadi cerminan untuk anak dan cucunya kelak. Bukannya Raja Solo juga akan sangat tersayat hatinya jika salah satu kawulonya telah merusak keagungan Raja Solo. Ini bukan juga dari trah Raja Solo, tapi kebesarannya telah membawa nama Solo sebagai sebuah kerajaan Jawa. Jika masyarakat tadinya mendukung sepenuhnya, otomatis itu harapan Solo yang memang telah menurunkan beberapa pemimpin besar. Pemimpin yang tanpa cacat. Kalau saat ini Raja Solo sangat tersinggung ya itu dibenarkan, karena salah satu kawulonya telah bertindak sangat menyimpang dengan kekuasaannya. Telah merusak keagungan sebuah ke_Raja_an Solo.

Em Ha

Moralitas dan Mata Hati Landasan Membangun Negeri Tanpa Korupsi. Tema usulan 105 hari lagi. Kembalikan Belangkon Merah, Ciptakan Marwah Indonesia. 105 Hari Lagi, kabinet Prabowo belum capai 100 hari. Kulik habis para Menteri. Jangan terulang lagi lagi. Ingat Kemensos, ingat korupsi Juliardi Batubara dan dua pendahunya. Ingat Kemenkes, ingat Siti Fadilah Supari. Ingat Kemenpora, ingat Andi Mallarangeng dan Imam Nahrowi. Puncaknya, ingat Kemenag hati terenyuh. Sejatinya lembaga pengawal moral. Suryadarma Ali, Said Agil Husin Almunawar tak tahan godaan korupsi. 105 hari lagi. Abah ingatkan petinggi negeri. Sarang penyamun rampok negeri.

Jimmy Marta

Angka sembilan yg istimewa. Dibagi, hanya bisa pake angka tiga. Angka tiga dikalikan lagi jadi sembilan lagi. Dikali, dg angka berapapun hasilnya bila dijumlah ketemu angka sembilan lagi. Sembilan, angkanya gelung diatas. Berbalik dg bilangan enam yg gelungnya dibawah. Jika sembilan ketemu enam, itu resep kamasutera..haha Sembilan adalah angka satu digit nilai tertinggi. Jika anda dapat sembilan dua kali, pasti seng ada lawan...xixi.

Achmad Faisol

di dunia IT juga ada warna topi: 1. black hat: hacker jahat... 2. white hat: security analyst... maklum, sudah topi haji, jadi baik... he he he 3. grey hat: hacking ilegal tetapi tidak berniat merusak... 4. red hat: salah satu distro linux...

Fiona Handoko

selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp agus, bp jo, ka nimas dan teman2 rusuhwan. pakaian adat jawa mengenal penutup kepala yg disebut blangkon. pakaian pastur / gembala umat katolik. juga mengenal penutup kepala. yg disebut zucchetto. tidak seperti abah, yg bebas memakai blangkon warna merah. warna zucchetto melambangkan hirarki sang gembala. warna putih dipakai oleh paus. warna merah dipakai oleh kardinal. warna merah crisom / jingga. dipakai oleh uskup. warna hitam dipakai oleh pastor pemimpin biara.

Gianto Kwee

Abah memang selalu beruntung ! di Al Zaytun pulang bawa Setelan Jas, ke Padepokan Bima Sakti pulang bawa Blangkon Merah ! SalamDamai

Leong Putu

Kalau baru sekali, itu namanya lupa. Kalau berulang, itu namanya doyan. Wkwkwkwk....

Leong Putu

Lek Blangkon warna biru, pasti gak lali mbalekno. Opo meneh lek onok lambang mercyne... Wkwkwk

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. BLANGKON ITU BAGIAN DARI ADAT JAWA, TAPI BERASAL DARI BAHASA BELANDA.. Aneh kan..? Dan di dalamnya, sebenarnya ada 'penghinaan yang positif".. Blangkon (bahasa Jawa: ꦧ꧀ꦭꦁꦏꦺꦴꦤ꧀) adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana adat Jawa. Sebutan blangkon berasal dari kata "Blanco" dari bahasa Belanda. Istilah yang dipakai masyarakat etnis Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Hal itu atas perintah pemerintah Kolonial Belanda karena bangsawan Jawa bila dikumpulkan dalam pertemuan rutin selalu terlambat. Dan alasannya, karena lamanya mengikat kain yang diletakan di kepala atau udeng. ### Dhina gpp Yang penting, setelah itu bangsawan dan raja Jawa menjadi lebih tepat waktu..

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. JAYABAYA, MEKARSARI DAN DJOKOLODANG.. Tidak terlalu ingat waktunya kapan, tetapi saya ingat, "suatu waktu", hanya tinggal 3 majalah berbahasa Jawa yang ada di dunia. Maksud saya, "dunia saya". Ke tiga majalah itu adalah: 1). Jayabaya (Surabaya). 2). Mekarsari (Yogyakarta). 3). Djokolodang (Yogyakarta). Yang saya ingat, kalau di Jayabaya, ada rubrik "Cerito Sajroning Negoro". Kata "cerito" nya saya agak ragu bener atau tidak. Mungkin juga "kahanan". Kalau di majalah Mekarsari ada rubrik "Obrolane Pak Besut". Di rubrik ini, selain pak Besut, yang sering disebut adalah mbakyu Santinet. Nah, kalau majalah Djoko Lodang, saya gak ada yang ingat. Hanya nama pimrednya yang saya ingat. Itupun belum tentu betul. Yaitu pak Affandi. ### Jangan-jangan pak Djoko Lodang, yang komentator Disway itu masih ada hubungan keluarga dengan majalah Djoko Lodang.. Kalau tidak, minimal namanya sama..

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

. MBENDOL MBURI.. Blangkon gaya Yogyakarta mempunyai mondolan pada bagian belakang blangkon. Konon, jika hal ini dirunut ke sejarah, pada waktu itu laki-laki Yogya memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas, kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon. Kalau ditanyakan ke orang Yogya, mondolan itu punya arti filosofi yang tinggi. Dan "dakik -dakik". Tetapi kalau mondolan itu ditanyakan ke orang Jawa Timur, beda lagi. Katanya: 1). "Mondolan iku nggone ono mburi". 2). "Pancen wong Yogya iku sering ora terus terang".. 3). "Ngerti-ngerti, engko 'mbendol' ndik mburi. Persis 'mondolane'. Topine wong Yogya.. ### "Sak karepmulah. He he. Aku wong Yogya asli. Lahir, TK, SD, SMP, SMA omahku jeron beteng Kraton. Tapi bojoku wong Jawa Timur..". He he.

Liam Then

Di Indonesia paling utama adalah budaya uang. Ndak percaya lihat saja digereja-gereja besar di Indonesia, saban Minggu , bulan sibuk kumpul uang. Bahkan ada yang sampai pecah dan musuhan bapak anak. Politisinya sering ngomongin tentang uang, sering ngeluh susah sekali tanpa uang, bahkan sampai ada anggota DPR yang umumkan : "sebaiknya money politic dilegalkan saja" , walah...walah.... Tapi baguslah masih ada orang yang peduli pada budaya, seperti yang dituliskan Pak DI hari ini. Budaya adalah "way of life" , tata cara jalan kehidupan kita , dengan budaya sebagai pagar dan panutan, hidup bermasyarakat jadi ada panduan. Ngomong tentang panduan, dan tata cara berbudaya, beberapa waktu ini, di bidang politik kita disuguhi hal yang benar-benar jauh dari mulianya budaya Nusantara yang halus, penuh budi pekerti. Yang dipertontonkan kasar sekali, sampai saya bertanya - tanya ini budaya mana? Budaya apa? Apakah budaya kekuasaan masa kini? Lepas dapat kursi, lupa janji dan sumpah jabatan?

yea aina

Usul Pak Bos, topik sarasehan tiga lapan kedepan: maju tapi tidak kemrungsung. Atau tidak kemrungsung tapi maju. Kalau boleh usul, sebelum 20 Oktober 2024 Pak Bos nulis di CHDI topiknya: mundur tanpa kemrungsung atau lengser tanpa cemas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 22

  • thamrindahlan
    thamrindahlan
  • Jo Neca
    Jo Neca
  • Rizal Falih
    Rizal Falih
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Masim Sugianto
    Masim Sugianto
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • Mbah Mars
    Mbah Mars
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • alasroban
    alasroban
    • alasroban
      alasroban
  • Achmad Faisol
    Achmad Faisol
    • Achmad Faisol
      Achmad Faisol
    • Edyanto
      Edyanto
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin
  • nur cahyono
    nur cahyono
  • Property Property
    Property Property
  • Ima Lawaru
    Ima Lawaru
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • M.Zainal Arifin
    M.Zainal Arifin
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin