Darurat Pendidikan Seksual sejak Dini, Bagaimana Kondisinya di Indonesia?

 Darurat Pendidikan Seksual sejak Dini, Bagaimana Kondisinya di Indonesia?

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)-Dok. Pustaka KemenPPPA-

Sehingga, edukasi seksual dapat ditempatkan pada mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, muatan lokal, hingga bagian dari materi pelajaran agama dan sebagainya.

"Kemudian dalam perkembangannya, kami juga mengetahui bahwa Kemendikbudristek juga sudah pernah menyusun materi bahan ajar tentang kesehatan reproduksi ini, dibantu oleh berbagai lembaga masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, terutama concern pada kesehatan perempuan dan anak," lanjutnya.

BACA JUGA: Tema Floral Wonders Jadi Tren Pernikahan Tahun Ini, Yuk Intip!

BACA JUGA:Menikah Gak Perlu Ribet Pilih WO, 400 Vendor di Bridestory Market Siap Layani Calon Pengantin

Namun demikian, materi bahan ajar ini sempat tidak dapat diimplementasikan dengan berbagai tantangan, antara lain karena nomenklaturnya adalah kesehatan reproduksi maka Kementerian Kesehatan merasa memiliki juga kewenangan untuk bisa memastikan bahwa materi bahan ajar itu sesuai dengan kaidah dan norma yang ada di bidang kesehatan.

"Dan kami sempat mengetahui bahwa tahun ini kembali dua kementerian ini berkoordinasi untuk menyegerakan tersedianya materi pendidikan tentang kesehatan reproduksi ini di semua tingkat pendidikan."

Di sisi lain, Kemenkes juga memiliki strategi dengan menyediakan layanan konsultasi kesehatan reproduksi (kespro) remaja di puskesmas-puskesmas.

Dimungkinkan bahwa informasi keberadaan layanan ini tidak disosialisasikan dengan baik oleh para pemangku kebijakan di tingkat daerah sehingga banyak anak yang tidak memanfaatkan fasilitas ini.

"Dari sisi perspektif kacamata gender dan sosial inklusi, tentunya kita bisa melihat bahwa jam layanan di puskemas dari pagi sampai sore," tambahnya.

BACA JUGA:Tajir Melintir! Ini 10 Daftar Artis dan Pejabat Pemilik Jet Pribadi di Indonesia, Ada Prabowo, Rafi Ahmad, hingga Inul Daratista

BACA JUGA:Contoh Teks Argumentasi Tentang Jagung, Bisa Jadi Bahan Belajar Siswa!

Sedangkan saat ini sekolah juga menerapkan full-day school dengan jam belajar sejak pagi hingga sore selama lima hari dalam seminggu.

Kesibukan yang beririsan ini tidak memungkinkan anak mengakses layanan tersebut, kecuali hanya jika terjadi keluhan pada kesehatan reproduksinya saja.

"Jadi ini patut kita kritisi juga mengenai waktu pemberian layanan yang tidak cocok dengan jam kehidupan anak-anak dan remaja yang pada jam itu harus sekolah," tegasnya.

Lebih lanjut, Ciput menyebut bahwa para tenaga pendidik juga menemukan kendala dalam memberikan pendidikan seksual kepada siswa didiknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait