bannerdiswayaward

RUU Penyiaran Belum Sentuh OTT, DPR Usul Pemisahan Regulasi untuk Platform Digital

RUU Penyiaran Belum Sentuh OTT, DPR Usul Pemisahan Regulasi untuk Platform Digital

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Abraham Sridjaja, menyampaikan keprihatinan atas RUU Penyiaran yang belum menyentuh platform OTT-Istimewa-

JAKARTA, DISWAY.ID — Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Abraham Sridjaja, menyampaikan keprihatinan terhadap ketertinggalan substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran, yang sejak 2012 belum kunjung rampung.

Abraham menegaskan perlunya pembaruan menyeluruh terhadap regulasi penyiaran di Indonesia.

BACA JUGA:Tolak RUU Penyiaran, Aliansi Wartawan di Tangsel Lakukan Unjuk Rasa

BACA JUGA:Link Live Streaming Fluminense vs Dortmund Hari Ini, Selasa 17 Juni 2025

"RUU ini harus segera diselesaikan, tapi juga harus hati-hati. Jangan sampai terjadi tumpang tindih antar lembaga," ujar Abraham dalam Forum Legislasi bertema "Menjawab Tantangan Era Digital Lewat Rancangan Undang-Undang Penyiaran Baru" di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Selasa 17 Juni 2025. 

Ia menggarisbawahi bahwa RUU yang dirancang lebih dari satu dekade lalu, tidak mengantisipasi kemunculan platform digital seperti Netflix, TikTok, YouTube, dan layanan Over-The-Top (OTT) lainnya yang kini dominan di ruang siar publik. Ketimpangan regulasi antara media konvensional dan platform digital menurutnya menciptakan kekosongan hukum dan ketidakadilan.

“TV konvensional mempertanyakan kenapa hanya mereka yang diatur, sementara OTT tidak,” katanya.

BACA JUGA:Paripurna DPRD Bekasi: Bahas RPJMD, Sampah, Lalu Lintas dan Teken Pembentukan Pansus Baru

BACA JUGA:Gaji Hakim Naik, Anggota Komisi III DPR RI, Stevano: Presiden Benahi Wajah Hukum Indonesia

Lebih jauh, Abraham menyoroti potensi konflik kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, dan Direktorat Pengawasan Ruang Digital Kementerian Kominfo (Komdigi). Ia menyebut definisi “penyiaran” sebagai aspek krusial dalam pembahasan RUU ini.

“Jika penyiaran didefinisikan ulang hingga mencakup OTT, maka KPI akan memiliki kewenangan yang terlalu luas. Padahal OTT dan penyiaran lewat frekuensi radio adalah dua hal berbeda,” tegasnya.

Untuk itu, Abraham mengusulkan agar pengawasan terhadap platform digital diatur melalui undang-undang tersendiri. Ia merujuk pada sistem di Amerika Serikat, di mana pengawasan terhadap TV konvensional dan OTT dilakukan oleh dua lembaga berbeda, yakni FCC dan FTC.

"RUU ini sebaiknya tetap fokus untuk TV konvensional. Jika ingin mengatur konten digital, maka perlu dibuat RUU lain, misalnya RUU Penyiaran dan Platform Digital,” imbuhnya.

Konten Vulgar

Diskusi ini juga menyinggung kekhawatiran publik mengenai konten vulgar di platform streaming yang belum tersentuh sensor lembaga negara. Meski demikian, Abraham mengingatkan agar upaya pengawasan tidak dilakukan secara serampangan, melainkan berbasis hukum yang kuat dan lembaga yang tepat.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads