Harga Minyak Dunia Terancam Melonjak, INDEF: Subsidi BBM Indonesia Bisa Tertekan
ilustrasi pengeboran minyak--Twitter
JAKARTA, DISWAY.ID-- Konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang turut didukung oleh Amerika Serikat berpotensi memicu lonjakan harga minyak dunia. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan dampak buruk dari situasi geopolitik ini terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Menurut Ekonom Indef Eko Listiyanto, jika perang terus berlarut-larut, tren harga minyak mentah dunia hampir pasti akan mengalami kenaikan signifikan. Salah satu faktor utama adalah potensi terganggunya distribusi minyak melalui Selat Hormuz, jalur vital yang menyumbang hampir 20 persen konsumsi minyak global.
“Jika perang ini terus berlanjut, harga minyak global akan meningkat karena sekitar 20 persen distribusi minyak dunia melewati Selat Hormuz. Akibatnya, distribusi barang global terganggu, harga melonjak, dan inflasi global pun terancam naik,” ujar Eko dalam pernyataannya di Jakarta, Senin 23 Juni 2025.
BACA JUGA:Puan Belum Lihat Surat Purnawirawan TNI Soal Pemakzulan Gibran
Selain itu menurut laporan Anadolu Agency, penutupan Selat Hormuz bisa berdampak besar, mengingat sekitar 15 juta barel minyak mentah per hari—setara sepertiga perdagangan minyak global—melintasi jalur ini. Parlemen Iran pada Minggu 22 Juni 2025 telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh aktivitas pelayaran sebagai respons atas serangan Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari respons terhadap eskalasi konflik sejak 13 Juni lalu, setelah Israel dengan dukungan AS melancarkan serangan militer ke wilayah Iran, yang memicu serangan balasan dari Teheran.
Eko menegaskan bahwa Indonesia tidak akan luput dari dampak konflik tersebut, khususnya dalam hal anggaran subsidi energi. Meskipun harga minyak dunia saat ini masih di bawah asumsi APBN 2025 sebesar USD 82 per barel, yakni sekitar USD 77 per barel per Jumat 20 Juni 2025, risiko tetap mengintai.
“Kalau konflik terus berkepanjangan, harga minyak bisa melambung, diikuti oleh harga energi lain. Ini bisa menekan daya tahan APBN dalam membiayai subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM),” terang Eko.
BACA JUGA:Iran Bantah Gencatan Senjata dengan Israel: Sampai Saat Ini Tidak Ada!
Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, Eko menyarankan agar pemerintah meningkatkan efektivitas anggaran guna memperkuat daya beli masyarakat.
“Selama permintaan domestik tetap kuat, ekonomi nasional bisa bertahan dari guncangan eksternal,” tambah Wakil Direktur Indef tersebut.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
