Sound Horeg: Saat Seni Berbenturan dengan Kerugian dan Gangguan Warga
Salah satu sajian sound horeg.-Istimewa-
Ketika Ekspresi Mengabaikan Etika dan Dampak Sosial
Sementara itu, Prof. Dr. Budiawan, Guru Besar Antropologi Budaya dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa dalam konteks Budaya, memang ada evolusi dan kemunculan bentuk-bentuk ekspresi baru.
Namun, sebuah ekspresi baru hanya dapat diterima dan menjadi bagian dari budaya jika ia diterima secara sosial dan tidak melanggar norma-norma kemanusiaan serta tidak menimbulkan kerugian signifikan.
"Di satu sisi, kita bisa melihat semangat kompetisi dan teknis dalam merakit sound horeg. Ada aspek performa dan unjuk kebolehan.
BACA JUGA:Lirik Lagu So Pirang - Afrilia Amoreiza ft Eyina Kawatak X Hendro Engkeng Viral di TikTok
BACA JUGA:Simak 4 Cara Cek Bantuan BSU 2025 Pakai NIK, Cair Rp600.000 ke Kantong!
Namun, di sisi lain, jika performa tersebut mengakibatkan retakan pada dinding, genteng bergeser, atau bahkan ambruknya bagian rumah warga,
Maka itu bukan lagi sekadar ekspresi, melainkan tindakan yang melanggar hak asasi orang lain untuk hidup nyaman dan aman di rumahnya sendiri," jelas Prof. Budiawan saat dihubungi tim redaksi Disway.id secara terpisah.
Ia menambahkan, kebisingan ekstrem yang ditimbulkan juga merupakan bentuk polusi suara yang serius.
"Gangguan tidur, stres, hingga potensi kerusakan pendengaran adalah dampak nyata yang tidak bisa diabaikan.
Bagaimana kita bisa menyebut sesuatu sebagai seni atau budaya jika ia justru menyakiti dan menyusahkan publik?" sambungnya.
Mencari Solusi: Antara Kreativitas dan Tanggung Jawab
Kedua pakar sepakat bahwa fenomena sound horeg ini membutuhkan regulasi dan kesadaran bersama.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
- Share:
