Perang Thailand-Kamboja: Roket Grad dan Jet Tempur Saling Serang, Belasan Warga Sipil Tewas

Perang Thailand-Kamboja: Roket Grad dan Jet Tempur Saling Serang, Belasan Warga Sipil Tewas

Situasi di perbatasan Thailand-Kambjo, tepatnya di Provinsi Sisaket, memanas usai Roket Kamboja menghantam Pom Bensin dan Gerai 7-Eleven-Royal Thai Army-

BANGKOK, DISWAY.ID-- Senja belum habis saat dentuman meriam membelah perbatasan Thailand dan Kamboja. Di langit barat, asap roket BM-21 Grad dari Oddar Meanchey menjulang tinggi, membalas gempuran jet tempur F-16 milik Angkatan Udara Thailand.

Kamis pagi, 24 Juli 2025, menjadi titik eskalasi terburuk dalam lebih dari satu dekade konflik sengketa Kuil Ta Muen Thom.

 

Ledakan ranjau pada 22 Juli di Distrik Nam Yuen, Ubon Ratchathani, yang mencederai lima prajurit Thailand, menjadi pemantik. Satu di antaranya kehilangan kaki. Thailand menyebut Kamboja menanam ranjau baru. Kamboja menepis, menyebut itu sisa perang silam. Namun, sejak fajar 24 Juli, senjata bicara.

BACA JUGA:Thailand dan Kamboja Saling Tuding, Ini Penyebab Perang 2 Negara Tetangga Meletus

 

Korban mulai berjatuhan. Pemerintah Thailand melaporkan 12 tewas—11 warga sipil, termasuk anak-anak, dan satu tentara. Rudal Grad menghantam sekolah, rumah sakit, dan gerai 7-Eleven di Sisaket. Jet F-16 membalas dengan menggempur markas infanteri Kamboja.

 

“Angkatan Udara siap menjaga tiap jengkal tanah Thailand,” ujar juru bicara militer Thailand.

 

Sementara di Phnom Penh, suasana tak kalah muram. Ribuan warga Kamboja dievakuasi dari zona merah.

Juru bicara militer Kamboja, Maly Socheata, menyebut serangan Thailand sebagai “agresi brutal” yang melanggar hukum internasional.

Perdana Menteri Hun Manet bersikeras membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (ICJ). Namun Bangkok menolak bahwa penyelesaian hanya bisa dilakukan lewat Komisi Batas Bersama (JBC).

 

Ketegangan diplomatik tak kalah panas. Thailand mengusir duta besar Kamboja, menarik pulang wakilnya dari Phnom Penh.

Kamboja merespons dengan embargo ekonomi dan larangan siar drama Thailand.

 

Dinamika konflik juga dibalut aroma krisis politik. Paetongtarn Shinawatra, putri Thaksin dan Perdana Menteri Thailand, diskors sejak 1 Juli setelah rekaman teleponnya dengan Hun Sen bocor.

Dalam rekaman, ia menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik militer Thailand. Kubu oposisi geram. Nasionalisme meletup.

BACA JUGA:Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup Sementara per 1 Agustus

 

Percakapan itu dimaksudkan demi negosiasi damai,” ujarnya, membela diri.

 

Sampai malam ini, bentrokan masih berlangsung di delapan titik. Zona perbatasan berubah menjadi garis api. Ledakan terdengar hingga Samraong. Perdamaian masih jauh dari harapan. Di kedua sisi, rakyat sipil jadi korban utama.

 

Konflik lama, dendam tak reda. Perselisihan dimulai dari garis batas kolonial Prancis awal abad ke-20. ICJ sudah memutuskan kepemilikan Kuil Preah Vihear pada 1962 dan 2013 untuk Kamboja. Tapi luka sejarah belum sembuh. Nasionalisme dan politik dalam negeri kembali menjadikannya alat provokasi.

 

Kini, pertanyaannya bukan lagi siapa yang benar, tapi siapa yang akan menghentikan perang lebih dulu.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads