Studi: 88% Perusahaan Gagal Transformasi Digital, Ini Cara Industri Bertahan di ASEAN

Studi: 88% Perusahaan Gagal Transformasi Digital, Ini Cara Industri Bertahan di ASEAN

Menurut laporan Bain & Company tahun 2024 berjudul “88% of Business Transformations Fail to Achieve Their Original Ambitions”, hanya 12% organisasi yang berhasil melewati proses transformasi dengan sukses.--Istimewa

JAKARTA, DISWAY.ID - Di tengah gencarnya upaya transformasi digital, kenyataan pahit harus dihadapi: sebagian besar perusahaan justru gagal mewujudkan hasil yang diharapkan.

Studi terbaru menunjukkan bahwa 88% transformasi bisnis tidak mencapai ambisi awalnya, meninggalkan perusahaan dengan kerugian besar dalam bentuk investasi yang sia-sia, turunnya produktivitas, hingga hilangnya motivasi karyawan.

BACA JUGA:Kapolri Sampaikan Belasungkawa Keluarga Korban, Janji Evaluasi Usai Tewasnya Pengemudi Ojol di Lindas Barakuda

Menurut laporan Bain & Company tahun 2024 berjudul “88% of Business Transformations Fail to Achieve Their Original Ambitions”, hanya 12% organisasi yang berhasil melewati proses transformasi dengan sukses.

Kunci keberhasilan, menurut studi tersebut, terletak pada kejelasan fokus, manajemen beban kerja pada talenta terbaik, serta kehadiran peran strategis seperti Chief Transformation Officer — posisi yang masih belum banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan Asia Tenggara.

Sementara itu, laporan McKinsey “Common Pitfalls in Transformations” memperkuat temuan ini dengan mengungkap bahwa hampir 70% inisiatif perubahan terhenti di tengah jalan akibat kurangnya arah yang jelas, minimnya dukungan karyawan, dan lemahnya struktur manajemen perubahan.

Kegagalan dalam mengelola perubahan bukan hanya berdampak pada hasil akhir, tetapi juga menimbulkan biaya tak terlihat yang signifikan.

Dari waktu dan sumber daya yang terbuang, hingga penurunan moral dan loyalitas karyawan, semua ini dapat menjerumuskan organisasi ke dalam krisis yang lebih dalam.

“Perubahan yang buruk tidak hanya menggagalkan proyek—tetapi juga menguras energi organisasi,” kata R.A. Thiagaraja, CEO K-Pintar Sdn Bhd dan Ketua ASEAN Change Management Conference (ACMC).

BACA JUGA:Akurasi Tes DNA: Bukti Paling Kuat di Tengah Skandal, Studi Kasus Ridwan Kamil dan Lisa Mariana

ASEAN Butuh Pendekatan Lokal, Bukan Sekadar Meniru

Tantangan ini semakin kompleks di wilayah ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, dan negara-negara tetangga, yang menghadapi realitas pasar, budaya kerja, serta tingkat kematangan digital yang sangat beragam.

Di kawasan ini, mengelola perubahan bukan sekadar mengikuti kerangka kerja global, tetapi memerlukan strategi yang kontekstual dan praktis.

“Perubahan di ASEAN tidak bisa disamaratakan. Keberhasilan datang dari pemahaman terhadap realitas lokal dan penerapan strategi yang efektif di lapangan,” lanjut Thiagaraja.

Untuk menjawab tantangan tersebut, ASEAN Change Management Conference (ACMC) ke-2 akan kembali digelar pada 1–2 Oktober 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia. Mengusung tema “Advancing Results, Change Done Right!”, konferensi ini akan menghadirkan solusi nyata dan studi kasus lokal yang relevan dengan kebutuhan organisasi di kawasan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads