Gaya Bicara Koboy Menkeu Purbaya Disorot Ekonom Senior: Tidak Boleh Sembarangan

Gaya Bicara Koboy Menkeu Purbaya Disorot Ekonom Senior: Tidak Boleh Sembarangan

Kendati belum seminggu menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2024-2029 yang baru menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menuai kritik dari publik usai komentarnya tuntutan 17+8 menjadi kontroversi.-@pyudhisadewa-Instagram

JAKARTA, DISWAY.ID - Sikap dan pernyataan Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa mendapat sorotan ekonom senior yakni Didik J. Rachbini.

Didik J. Rachbini meminta Purbaya Yudhi Sadewa lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di ruang publik.

Seharusnya, kata Didik J. Rachbini, seorang Menteri Keuangan bukan hanya dituntut menguasai data dan angka, tetapi juga harus memiliki empati terhadap kondisi masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Didik J. Rachbini saat menghadiri Seminar Publik bertajuk 'Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?' secara virtual pada Rabu, 10 September 2025.

BACA JUGA:Anaknya Singgung Sri Mulyani Agen CIA, Menkeu Purbaya: Dia Masih Kecil, Nggak Tahu Apa-apa

Janji Pertumbuhan Ekonomi 6–7 Persen Dinilai Tidak Realistis

Rektor Universitas Paramadina itu juga menyoroti target Purbaya yang optimistis mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6–7 persen.

Dari penilaian Didit, pertumbuhan tersebut tidak bisa hanya bergantung pada Kementerian Keuangan, melainkan sangat ditentukan oleh pergerakan sektor industri.

"Yang menumbuhkan ekonomi 7 persen itu bukan Kemenkeu, tapi sektor industrinya. Ekspor harus kembali kuat, minimal 20 persen seperti dulu. Jadi jangan hanya mengandalkan angka-angka lalu berjanji bisa menyelesaikan semuanya," tutur Didik.

Ia menegaskan, seorang Menkeu perlu peka terhadap realita sosial-ekonomi masyarakat.

BACA JUGA:Pernyataan Kontroversial Menkeu Purbaya Dirujak Netizen, BEM UI Bilang Begini

Didik juga menyinggung cara Purbaya merespons isu 17+8 yang sempat viral di media sosial.

Kelas Menengah Terancam Turun Jadi Miskin

Lebih lanjut, Didik mengingatkan bahwa kelas menengah Indonesia kini menghadapi risiko besar.

Dari sekitar 57 juta orang, jumlah kelas menengah disebut menyusut menjadi 48 juta.

Padahal, kelompok inilah yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads