Indonesia Defisit APBN Hingga Triliunan Rupiah, Ekonom Ungkap Penyebabnya
Jadi Alarm Dini, Menkeu Ungkap Indonesia Defisit APBN Hingga Triliunan Rupiah-Istimewa-
JAKARTA, DISWAY.ID - Belum lama ini, masyarakat kembali dihebohkan dengan pengumuman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang menyatakan bahwa Indonesia telah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp 689,1 triliun, atau 1,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, defisit ini sendiri juga turut disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penerimaan pajak yang masih terbilang lemah.
BACA JUGA:Heboh! Drone Houthi Lolos Hantam Israel, Netanyahu Kirim Balasan Paling Dahsyat ke Yaman
BACA JUGA:Kejagung Bakal Rotasi Jabatan Tingkat Eselon 1, Posisi Wakil JA Masih Misteri
Diketahui, penerimaan pajak baru mencapai 54,7 persen dari target. Menurut Achmad, kondisi ini memperlihatkan bahwa sumber utama penerimaan negara belum bekerja maksimal, sementara kebutuhan belanja tetap berjalan.
"Ini menunjukkan aktivitas ekonomi yang belum sepenuhnya pulih atau optimal dalam menghasilkan basis pajak. Kepabeanan dan cukai tampil sedikit lebih baik dengan realisasi 62 persen, namun masih belum cukup menutup celah. PNBP sedikit lebih tinggi, tetapi sifatnya fluktuatif dan tidak bisa menjadi tumpuan utama," jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Kamis 25 September 2025.
BACA JUGA:Pertamina Sambut Positif Harga Murah BBM di SPBU Swasta: Bukan Monopoli, Masyarakat Bebas Pilih
Sementara itu dari segi belanja sendiri, Achmad menjelaskan bahwa Pemerintah memang menjaga program perlindungan sosial tetap tinggi. Sebagai contoh, bansos meningkat dibanding tahun lalu, yang memberi bantalan bagi kelompok rentan di tengah ketidakpastian global.
Namun di sisi lain, belanja modal yang seharusnya memberi dorongan pertumbuhan jangka panjang justru berjalan lambat.
"Di sinilah kontradiksi muncul: perlindungan sosial dijalankan agresif, tetapi investasi untuk pertumbuhan masa depan tertunda. Jika ini berlanjut, APBN hanya berfungsi sebagai alat penyangga jangka pendek tanpa menghasilkan pengganda ekonomi yang kuat," pungkas Achmad.
Untuk menghadapi defisit ini sendiri, Achmad mengusulkan harus ada percepatan realisasi belanja modal yang memiliki multiplier effect nyata bagi pertumbuhan.
BACA JUGA:Jadi Alarm Dini, Menkeu Ungkap Indonesia Defisit APBN Hingga Triliunan Rupiah
Selain itu, optimalisasi penerimaan pajak serta efisiensi belanja juga perlu dilakukan untuk mengarahkan dana pada sektor dengan dampak sosial-ekonomi terbesar.
"Infrastruktur, irigasi, dan proyek padat karya harus digenjot agar menciptakan aktivitas ekonomi baru. Peningkatan penerimaan tidak bisa hanya mengandalkan tarif, tetapi harus melalui basis pajak yang lebih luas dan sistem administrasi yang efisien," tutup Achmad.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
