Setahun Pemerintahan, Indonesia Perkuat Posisi Diplomasi Iklim Global
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan COP30 menjadi penanda penting bagi diplomasi iklim Indonesia.-dok disway-
JAKARTA, DISWAY.ID - Posisi Indonesia dalam percaturan iklim global dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka semakin sentral pasca-COP30 di Belem, Brasil.
Gelaran iklim global itu memperlihatkan semakin kuatnya posisi Indonesia dalam diplomasi iklim, di tengah stagnasi negosiasi antarnegara yang kembali mewarnai forum internasional.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan COP30 menjadi penanda penting bagi diplomasi iklim Indonesia.
Meski pertemuan tersebut belum mampu memecahkan kebuntuan teknis sejumlah pasal krusial Paris Agreement, terutama Artikel 6 terkait mekanisme perdagangan karbon, Indonesia justru memilih bergerak lebih progresif.
“Dalam konteks multilateral, banyak agenda mengalami stagnasi. Karena itu Indonesia menggunakan dua jalur, yakni negosiasi dan soft diplomacy,” ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) NgobrolINdonesia yang mengangkat tema 'Capaian Satu Tahun dan COP 30', Kamis (27/11).
BACA JUGA:Cepat Tanggap, BGN Kirim 1500 Paket MBG untuk Korban Bencana di Sumut
BACA JUGA:Panen Cuan! Klaim Saldo DANA Gratis Total Rp205.000 dari DANA Kaget Malam ini 28 November 2025
Ia melanjutkan, selama penyelenggaraan COP30, Indonesia mengadakan 14 pertemuan bilateral dan berkoalisi dengan 10 organisasi internasional untuk memperkuat kerja sama iklim.
Salah satu kerja sama strategis adalah aliansi tiga negara pemilik hutan tropis terbesar dunia, Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo, yang menguasai sekitar 52 persen hutan tropis global.
Indonesia juga berperan dalam inisiatif Tropical Forest Forever Facility, yang mendapat sambutan Presiden Prabowo Subianto, termasuk melalui komitmen dukungan sebesar US$1 miliar atau sekitar Rp16,7 triliun.
Fokus Indonesia tidak berhenti pada koalisi hutan. Pemerintah menegaskan posisi terdepan dalam implementasi Pasal 6.2 Paris Agreement. Hanif menyebut Indonesia merupakan satu-satunya negara yang telah mengoperasionalkan ketentuan itu melalui kerja sama dengan Norwegia.
“Saat negara-negara masih berdebat 10 tahun tanpa kemajuan signifikan, Indonesia membuktikan implementasi nyata. Pemerintah Norwegia mempercayai integritas kita,” tegasnya.
BACA JUGA:Prabowo Goda Purbaya Minta Anggaran Buat Jembatan: Pusingmu Mulia, Kau Juga Belum Botak Masih Kuat
BACA JUGA:Prabowo Bentuk Satgassus Darurat Jembatan, Targetkan 300 Ribu Jembatan di Desa
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
