bannerdiswayaward

Setahun Pemerintahan, Indonesia Perkuat Posisi Diplomasi Iklim Global

Setahun Pemerintahan, Indonesia Perkuat Posisi Diplomasi Iklim Global

Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan COP30 menjadi penanda penting bagi diplomasi iklim Indonesia.-dok disway-

Implementasi ini mencatat hampir 12 juta ton CO₂ ekuivalen yang diakui sebagai transaksi karbon internasional. Secara akumulatif, Indonesia memiliki stok karbon hampir 1 miliar ton CO₂ ekuivalen yang telah diverifikasi UNFCCC.

Pemerintah juga mencatat pengurangan emisi sebesar 500 juta ton CO₂ ekuivalen pada periode 2019 hingga 2024, angka yang diperoleh dari verifikasi internasional.

Selain itu, dalam event di Brasil, Indonesia membawa pulang kesepakatan mitigasi dengan nilai karbon setara 14,75 juta ton atau ekuivalen sekitar Rp7 triliun.

Namun pasar karbon domestik masih berproses. Sejak diluncurkan pada 2022, total perdagangan karbon baru sekitar 1,6 juta ton, jauh dibanding potensi nasional. Karena itu penguatan regulasi dan skema pasar kini menjadi agenda lanjutan.

Reforestasi dan Penguatan Instrumen Lingkungan

Di dalam negeri, sektor kehutanan dan penurunan deforestasi menjadi sorotan utama. Pemerintah mencatat laju deforestasi Indonesia turun drastis dalam dua dekade terakhir, terutama setelah moratorium izin sawit diberlakukan sejak 2019 dan larangan izin baru pada hutan primer seluas 66 juta hektare.

Hanif memaparkan, penebangan hutan alam juga dihentikan dan hanya diperbolehkan pada hutan tanaman industri. Ia menegaskan bahwa penurunan signifikan terlihat pada 2020, ketika deforestasi berada di level 110.000 hektare, angka terendah dalam sejarah pencatatan.

BACA JUGA:Prabowo Bentuk Satgassus Darurat Jembatan, Targetkan 300 Ribu Jembatan di Desa

BACA JUGA:Viral Begal Bersenpi Dikejar Balik Korbannya di Slipi: Diberi Salam Olahraga!

Pada 2021 hingga 2023, deforestasi tercatat di kisaran 102.000 hingga 104.000 hektare. Tahun 2024, angkanya menurun kembali menjadi 75.000 hektare.

Di balik capaian tersebut, Hanif mengingatkan bahwa Indonesia tetap membutuhkan pertumbuhan ekonomi untuk mengejar target negara maju sebelum 2045. Karena itu, keseimbangan antara pembangunan dan perlindungan lingkungan terus menjadi prinsip kerja utama.

Pemerintah menargetkan reforestasi 12,7 juta hektare sebagai bagian dari skenario Nationally Determined Contribution (NDC), terutama untuk menahan lonjakan emisi dari sektor energi sebelum penurunan signifikan pada 2035.

Keberlanjutan lingkungan juga menjadi isu mendesak dalam pengelolaan sampah. Kondisi darurat tercatat di hampir 500 kota, dengan timbulan sampah nasional mencapai 143.000 ton per hari.

Presiden menerbitkan Perpres 109/2025 untuk mempercepat pembangunan fasilitas waste-to-energy di kota dengan timbulan lebih dari 1.000 ton per hari.

“Perpres ini menggantikan aturan lama yang terlalu birokratis. Sekarang prosedur disederhanakan. Mulai dari penilaian lingkungan hingga skema pembiayaan, semua disusun untuk mempercepat eksekusi,” tutur Hanif.

BACA JUGA:Tempat Menonton Persija vs PSIM di Liga Super Malam Ini, KickOFF: 19.00 WIB

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads