Dosa Pertama
--
"Bung, tolong diralat ya. Kabupaten Dairi itu bukan tanah Batak. Tapi tanah Pakpak. Jangan sampai kami orang Dairi tersakiti oleh Disway karena disebut tanah Batak".
Itu dikirim langsung ke saya. Begitulah sebagian orang Pakpak bereaksi atas tulisan di Disway kemarin. Tidak hanya Pakpak. Ternyata orang Karo juga tidak bisa disebut Batak. Pun orang Mandailing. Berarti penyebutan Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing itu keliru. Yang disebut Batak ternyata hanya Tapanuli –lebih tepatnya Tapanuli Utara. Atau disebut juga Batak Toba.
Masalahnya migrasi penduduk sudah sangat tinggi. Orang Batak sudah banyak di Pakpak. Orang Pakpak banyak di Karo. Orang Karo banyak di Mandailing. Mereka juga kawin-mawin antar sub-ras dan antar marga.
Maka Kabupaten Dairi pun sudah lebih banyak dihuni oleh orang Batak. Orang Pakpak menjadi agak minoritas. Mereka lebih terlihat homogen yang tinggal di kabupaten Pakpak Bharat.
Pun dalam hal agama. Kian campur. Meski tetap minoritas jumlah Muslim bertambah di Dairi. Mungkin kini sudah mencapai 15 persen. Kristen masih 85 persen.
Tapi di hari Natal 25 Desember kemarin saya terbangun pukul 04.00 oleh suara tahrim azan subuh. Begitu keras. Menggema dari pengeras suara masjid di tengah kota Sidikalang.
Saya pun ke masjid itu. Jalan kaki. Yang salat subuh satu baris. Itulah masjid Agung Sidikalang –ibu kota kabupaten Dairi. Dulunya masjid kayu. Kecil. Tahun 1986 dibangun oleh Presiden Soeharto lewat program Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila.
Selesai salat saya bertanya pada imam: apakah suara azan yang begitu keras di pagi buta tidak dipersoalkan penduduk yang mayoritas Kristen. "Tidak. Di sini hubungan antar agama sangat baik," jawabnya.
Lalu saya menghampiri sekelompok jamaah yang lagi berbincang di sudut masjid. Ternyata mereka sedang rapat: membagi tugas dakwah. Ternyata mereka dari kelompok jamaah tabligh.
Selesai subuh saya masuk ke toko yang buka 24 jam. Di situ saya disapa seorang laki-laki yang mengenali saya.
"Saya tahu bapak juga suka durian. Mari ikut saya. Banyak durian di rumah saya. Tinggal metik sendiri".
"Sepagi ini?"
"Hanya 20 menit dari sini".
"Saya akan olahraga. Lain kali saja".
"Kalau begitu saya antar saja duriannya ke rumah Pak Bupati. Satu pikap. Saya biasa kirim durian ke Jawa sampai pakai tronton," ujarnya.
Sumut memang lagi musim durian. Pun Pontianak. Sepanjang jalan antara Medan-Sidikalang tidak hentinya pajangan durian. Apalagi di daerah Brastagi dan Kabanjahe. Rp100.000 dapat lima biji.
Pun sampai saatnya kami berangkat ke perayaan Natal di gereja Sidikalang. Bersama Bupati Dairi, Vickner Sinaga dan istri. Kami tidak pilih-pilih gereja yang mana. Yang paling dekat saja: gereja Katolik Sidikalang. Hanya sepelemparan batu dari rumah Bupati Dairi.

--
Di gereja itu misa Natal sudah dilaksanakan malam sebelumnya. Kemarin pagi perayaan Natalnya. Di halaman gereja.
Dari acara Natal itu kami ke tempat wisata Dairi. Ke patung Jenderal T.B. Simatupang. Di atas bukit. Berdekatan dengan patung pencipta lagu Satu Nusa Satu Bangsa yang juga kelahiran Sidikalang: L. Manik. Liberty Manik. Lagu perjuangan itu sangat populer tapi Manik lebih banyak lagi menciptakan lagu gereja.
Patung T.B. Simatupang itu diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri. Berarti persoalan keluarga T.B. Simatupang dengan keluarga Bung Karno sudah baik. Jenderal T.B. Simatupang memang tokoh "militer pemberontak" di mata Bung Karno (lihat Disway kemarin).
Lalu kami ke surga. Surga beneran. Lokasinya berdampingan dengan bukit patung Simatupang.
Di Dairi orang yang belum meninggal dunia pun sudah bisa ke surga. Hanya 10 menit dari kota Sidikalang. Surganya pun lengkap: ada sungai mengalir di dalamnya. Empat sungai. Seperti gambaran surga dalam kitab suci.
Sayangnya itu surga lama: ketika Adam dan Eva (Hawa) masih berada di surga. Berdiri berdua. Di depan mereka terlihat kepala ular yang mulutnya membuka dan lidahnya menjulur ke arah Adam-Eva.
Ular itu, seperti digambarkan dalam kitab suci, melambangkan setan: yang sedang menggoda Adam untuk makan buah surga yang sebenarnya dilarang. Ularnya besar sekali. Sebesar badan kereta api. Panjangnya sampai lebih 100 meter.
Itulah adegan dosa pertama yang dibuat manusia. Yang lantas dipercaya menjadi dosa turunan. Yang kemudian harus ada Yesus sebagai juru selamat.
Maka isi berikutnya dari taman ini adalah: kandang domba tempat Yesus dilahirkan, Yesus memberi makan 5.000 orang miskin cukup dengan dua roti, Yesus diadili sebagai pembawa agama sesat, Yesus disiksa saat memanggul salib ke bukit Golgota, Yesus terjatuh-jatuh, sampai Yesus disalib.
Total luas taman ini lebih 13 hektare. Dilengkapi Gua Maria, sungai Yordan tempat Yesus dibaptis, dan ruang-ruang doa bagi pengunjung taman.

--
Nama resmi taman ini adalah Taman Wisata Iman. Bisa membuat orang lebih beriman –harapannya. Lokasinya di bukit tinggi yang indah. Dari sini bisa melihat ngarai jauh di bawah. Bisa mendengarkan suara air terjun yang bergemuruh.
Tapi surga itu memang surga lama. Dibangun oleh bupati
Dairi Master Parulian Tumanggor, 23 tahun yang lalu. Terlihat sudah agak lama tidak dipelihara. Keindahan surganya sudah rusak. Taman bunganya sudah jadi rumour. Empat sungainya sudah tanpa air. Tinggal jalan salibnya yang masih cukup rapi.
Sidikalang terlalu kecil untuk menerima objek wisata begini bagus. Bupati Dairi yang sekarang, Vickner Sinaga, harus putar otak untuk membangkitkannya.
Wisata Iman ini bukan dosa turunan tapi problem turunan. Penebusannya akan sangat mahal. Apalagi tidak mungkin dilengkapi dengan daya tarik wisatawan yang lain yang bisa dianggap merusak iman. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 25 Desember 2025: Natal Dairi
Hasyim Muhammad Abdul Haq
Saya punya beberapa teman yang suka berkomunitas dengan para pemilik motor besar Harley Davidson. Beberapa bulan lalu, adik sepupu saya ikutan gabung klub itu. Dan tadi malam saat telepon, saya tanya, "Kamu sekarang gabung CHDI, ya?" Dia terdiam sejenak. Lalu dia menjawab, "HDCI maksudnya?" Oh iya, lifah saya kepleset. Kok bisa saya nyebut Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) menjadi Catatan Harian Dahlan Iskan (CHDI)? Mungkin karena saya memang cocoknya cuma di CHDI bukan di HDCI.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
NATAL, LUTUT BARU, DAN DENDAM MULIA DARI DAIRI.. Natal di Dairi kali ini bukan sekadar soal pohon Natal dan lagu rohani, tapi juga tentang lutut baru yang harus dijaga seperti barang antik. Empat belas hari pasca operasi, perjalanan panjang Medan–Sidikalang terasa seperti uji iman versi ortopedi. Tapi beginilah kunjungan balasan yang adil: dulu Bupati Dairi datang ke Mojokerto dengan kaki terpincang, kini giliran kami datang ke Dairi dengan kaki terpincang. Alam semesta rupanya sangat teliti soal keadilan. Dari markabak HAR di Batam sampai kepiting lada hitam di pinggir laut, utang lama lunas, kolesterol naik sedikit—itu bonus Natal. Perjalanan ini lalu menjadi lebih bermakna ketika ingatan melompat ke Sidikalang, kampung seorang jenderal intelektual: T.B. Simatupang. Di usia 29 sudah jadi panglima perang, di usia 39 sudah dipensiun, karena satu hal yang konsisten: integritas. Simatupang lahir dari “dendam” yang elegan—membuktikan bahwa orang Indonesia bisa bersatu, berpikir, dan bertempur. Natal di tanah Batak pun terasa lengkap: iman, sejarah, humor kecil, dan lutut baru yang semoga panjang umur. Selamat Natal dari Dairi. Tuhan memberkati—termasuk lutut kiri itu.
djokoLodang
-o-- Di Pada ... Di umur segitu pangkatnya sudah jenderal mayor --kini disebut mayor jenderal, dengan dua bintang. Tapi Bonar Simatupang menjadi panglima perang menggantikan tokoh yang Anda sudah amat kenal: Jenderal Sudirman, yang meninggal dunia di tahun itu: 1950. ... *) Pada umur segitu. ... ... pada tahun itu... "Di": menunjukkan tempat fisik. ~ di sini, di rumah, di Sidikalang. "Pada": menunjukkan waktu, konsep. ~ pada hari ini, pada dasarnya, pada hal. --0-
Lagarenze 1301
Saya bertanya-tanya, dari mana datangnya kedekatan Dahlan Iskan dengan Vickner Sinaga? Barulah saya tahu, Vickner berkarier 40 tahu di PLN dan pernah menjadi orang penting: Direktur Operasional untuk wilayah timur Indonesia. Yang membuat saya kagum kepada anak pengusaha tembakau ini adalah Rekor MURI yang didapatkannya atas inovasi Lampu SEHEN. Super Hemat Energi Nasional. Atau, Super Ekstra Hemat Energi. Tentu kita sudah tahu apa manfaat lampu SEHEN bagi masyarakat di pedesaan.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
NATAL DI DAIRI: IMAN, JALAN BERLIKUK, DAN LOGISTIK LUTUT.. Natal di Dairi mengajarkan satu hal penting: iman itu khusyuk, tapi logistik tetap nomor satu—terutama kalau membawa lutut baru. Pilih rute bukan soal harga tiket, melainkan jarak antar gate bandara. Hang Nadim menang telak. Ini Natal versi realistis: doa jalan, kalkulasi juga jalan. Sidikalang memperlihatkan wajah Natal yang tenang dan bersahaja. Tidak hingar-bingar, tapi hangat. Orang-orangnya tidak sibuk pamer perayaan, lebih sibuk memastikan tamu kenyang dan nyaman. Itu ciri daerah yang percaya diri dengan imannya—tak perlu teriak, cukup konsisten. Menariknya, perjalanan ini tidak direncanakan detail. Datang dulu, lihat nanti. Justru dari situ maknanya muncul: relasi antarmanusia, kunjungan balasan, dan rasa saling menjaga. Bahkan semesta ikut bercanda: yang dulu pincang datang ke Mojokerto, kini yang berlutut baru datang ke Dairi. Adil dan simetris. Soal sejarah besar, tokoh nasional, dan patung Yesus raksasa—itu bonus intelektual. Intinya tetap sederhana: Natal adalah soal hadir. Hadir secara fisik, emosional, dan—kalau bisa—dengan lutut yang tidak rewel. Dari Dairi, Selamat Natal. Tuhan memberkati perjalanan, juga persendian.
Em Ha
Tahi Bonar Simatupang yang kita kenal hari ini; Macet parah. Jalan yang membentang antara Terminal Kampung Rambutan - RS Fatmawati. Timur ke barat uang melelahkan. Kalaulah tahu namanya akan disematkan pada jalan itu. Tambah satu dendam beliau. Sebelum Natal tahun depan. Seluruh kesemrawutan jalan, termasuk jalan tol nya. Akan dibereskan.
Tiga Pelita Berlian
Dua pekan yg lalu saya berkunjung ke Pulau Sumba, turun di Bandara Tambolaka lanjut ke kota Sumba Tengah, sepanjang jalan saya lihat banyak rumah yg telah berhias pohon natal, kerika malam menjelang lampu2 pohon atal dinyalakan , menambah semarak penyambutan natal. Satu hal yg menarik bagi saya dari "kota" Sumba Tengah adalah jalan Raya nya yg telah dirancang dua jalur terpisah, lebar & panjaaaang, seakan berkata 'Kami siap menjadi kota besar" Seklangkong
Runner
Kuamati foto di atas. Mba dikanan senyum ceria, ia tahu seseorang dibelakangnya. Menantu pak Iskan senyum bahagia, ia tahu yang mendorong kursinya. Lho kok bapak yang mendorong, raut wajah beliau biasa biasa saja. Senyumnya mana Pak….. hehe.
Jokosp Sp
Kesibukan masyarakat Banua sudah mulai terasa dari hari Selasa kemarin. Tenda-tenda untuk Rest Area didirikan di sepanjang jalan menuju Martapura. Sepanjang dari perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah hampir setiap 1 km bersiri satu tenda Rest Area untuk masyarakat yang akan menghadiri Haul Guru Sekumpul ke 21, 5 Rajab 1426H (disebut juga Abah Guru, KH.Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari, Guru Ijai, atau Qusyairi nama kecilnya). Semua disediakan secara gratis oleh masyarakat dari mulai tersedianya MCK, makan, minum, kopi, teh, sampai pengecekan tekanan ban mobil dan sepeda motor. Semua serba gratis. Dan itu tidak hanya saat berangkat, sampai saat acara hari Minggu tgl 28 Desember pun di lokasi sekitar Mushala Ar-Raudhah Sekumpul Martapura disediakan oleh masayarakat setempat. Rest Area Gratis ini masih disiapkan sampai para Jamaah Sekumpul pulang kembali ke masing-masing daerahnya. Dari Selasa di jalur perbatasan Kal Tim dan Kal Teng para jamaah sudah mulai berrdatangan. Ternyata orang Banua yang di luar daerah, hari ini dijadikan momen Haul Guru Sekumpul sekaligus pulang kampung seperti acara mudik lebaran pada umumnya. Makanya keramaiannya melebihi bulan lebaran Idul Fitri. Abah DI ada ingin berkunjung ke Martapura?. Akan macet pejalan kaki lebih dari 10 km sampai di Banjarbaru. Mobil/sepeda motor sudah merayap masuk menuju Sekumpul dari jarak lebih dari 60 km. Truk dan truk trailer sudah distop tidak boleh lewat Martapura. Warbiasyah keramatnya beliau.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
NATAL, AMBON, DAN PELAJARAN TENTANG KEBERSAMAAN.. Saya pernah delapan tahun tinggal di Ambon, pada era 1970-an. Artinya, delapan tahun hidup di kota dengan suasana Kristen yang sangat kuat—namun justru di sanalah saya belajar arti kebersamaan yang sesungguhnya. Saat di banyak daerah Jawa listrik masih barang mewah, Ambon sudah gemerlap. Pohon-pohon di pinggir jalan dihiasi lampu Natal. Kota bercahaya, bukan hanya oleh bohlam, tapi oleh rasa gembira bersama. Yang paling membekas: setiap Natal, acara-acara perayaan di kantor dan instansi justru banyak diurus oleh masyarakat Muslim. Panitia sibuk, rapat panjang, konsumsi diatur, dekorasi dipasang—dan semua dilakukan dengan kompak, tanpa merasa “ini bukan hari raya kami”. Tidak ada kecurigaan. Tidak ada jarak. Yang ada hanya kesadaran sederhana: ini hari besar tetangga, dan membantu adalah bagian dari hidup bersama. Ambon mengajarkan satu hal penting: toleransi bukan slogan, melainkan praktik harian. Dan kebersamaan sejati tidak lahir dari kesamaan iman, tetapi dari kematangan hati. Pelajaran lama, tapi rasanya makin mahal hari ini.
Jokosp Sp
Tiga pengusaha jamu terbesar dan terkenal malakukan reuni di sebuah rumah makan ayam goreng terkenal "Suharti". Mereka diwajibkan masing-masing cerita kehebatannya. Yang kena giliran pertama Air Mancur : Saya sekarang adalah keturunan ke tiga. Berdiri sejak thn 1963 oleh pendiri Ongkosandjojo, Wonosantoso dan Hindrotanojo. Gilran ke dua Jamu Jago. Saya juga keturunan ke tiga. Berdiri sejak 1 Juni 1918 oleh pasangan Phoa Tjong Kwan (T.K.Saprana) dan istri Tjia Kiat Nio (Mak Jago). Sekarang dari Nyonya Meneer dipersilahkan. Saya dari keturunan ke tiga juga. Lahir di Semarang tahun 1919 oleh pendirinya Lauw Ping Nio. Sayang setelah 98 tahun per tahun 2017 dinyatakan pailit. Jadi saya termasuk bukan yang hebat seperti saudara Air Mancur dan Jamu Jago. Padahal saya adik yang selisih satu tahun lahirnya dari Jamu Jago. Kita tidak adil kalau dari tuan rumah tidak cerita. Ayooo dari keluarga Suharti bisa cerita kehebatannya. Monggo mbak....mike diserahkan. Saya sama dari keturunan generasi ke tiga. Dulu Mbok berek lahir 1952 oleh Noor Indarti di Kalasan Jogjakarta. Turunan dari Ronodikromo. Dan versi barunya lahir Mbok Berek Baru dengan nama R.M. Suharti yang lahir tahun 1969. Dan sampai sekarang masih ada, dan setia menyajikan ayam goreng kalasan dan gudegnya. Jadi saya di sini yang paling yunior....adik bontot kalau istilah Semarangan. Karena Jamu Jago yang jadi pemenangnya "paling lama berdirinya", dan kita semua sudah kenyang. Maka monggo dibayar dengan Bu Suharti nggih.
Liam Then
Di Inggris sehari setelah hari Natal biasanya mereka sibuk membungkus kado. Meskipun Pak DI tidak merayakan Natal sama dengan saya, saya ingin memberi kado istimewa, ikut Boxing Day di Inggris, yaitu foto jembatan duplikasi Kapuas 1. Cuma ada masalah kecil, kamera HP saya rusak, saya lihat kamera hp Pak DI sangat bagus, yang ada pro 13 itu. Bagaimana jika Pak DI kirimkan ke saya, biar saya bisa ambilkan gambar foto jembatan itu untuk Pak DI? Ini saya bantu loh... #ikut nodong
Syamsuriadi Syam
Membaca tulisan Abah yang mencandain "lutut baru", saya sempat senyum-senyum 1/4 karena ingat tulisan-tulisan Abah di koran Harian Fajar Makassar sekitar tahun 2007-an yang bercandain hati barunya. Bahkan di antara tulisan-tulisan itu, ada yang bikin saya ngakak lebih 100 persen. itu yang tentang " hati pasar loak". Bisa-bisanya Abah bercanda, saat detik-detik akan memasuki ruangan operasi. Tapi itulah gaya tulisan Abah yang bikin nagih sehingga saya masih setia dan tidak lewatkan Disway sehari pun sampai saat ini. Dan dari tulisan-tulisan itu, terutama tentang detik-detik sebelum menjalani operasi. Yang tetap santai itu. Yang tetap bercanda itu, dalam kondisi yang ditakuti orang lain. Ada salah satunya yang saya jadikan pelajaran bahwa "Di saat kita berada pada kondisi antara hidup dan mati hanya setipis tempelan debu halus di badan, tidak ada opsi ABCD, selain menyerahkan diri dan semuanya ke Pemilik dan Penentu kehidupan.
Liam Then
Orang Indonesia zaman dulu, khususnya pra kemerdekan sampai 1955 , rasanya kok sangat matang di usia muda. Tingkat pemikiran beliau-beliau itu tingkat dunia semua. Padahal mereka penuh keterbatasan. Apa sebabnya ya? Apakah karena dulu polusi udara belum terlalu parah? Satu lagi, tak pernah saya baca mereka mengeluh tentang tunjangan, sewa rumah, dll.
Akun Gi
Fenomena banjir sumatra 2025 adalah akibat dari kejadian sangat langka bernama siklon Senyar. titik badai itu awalnya di selat malaka lalu bergerak perbatasan aceh-sumut, dari laut selat malaka ke kabupaten aceh tamiang(aceh) kemudian ke kabupaten langkat(sumut) akhirnya kembali ke selat malaka. yang saya bingung kenapa jembatan & jalan putus di aceh lebih parah daripada di sumut apakah kualitas infrastruktur aceh kalah ? atau manajemen aliran airnya ?
ra tepak pol
Alhamdulillah 'ala kulli haal ❤️❤️❤️ ☝️☕️☕️☕️☕️☕️ ngopi time sedulur perusuh Maafkan Abah, foto Abah DI mendorong kursi roda Menantu Pak Iskan di bandara berpotensi mencederai keahlian petugas wanita terlatih maskapai berseragam hijau tersebut, beruntung wanita ini ada tampak tersenyum dalam foto sebagai pembuktian. Sekedar saran untuk foto berikutnya Abah DI izinkanlah petugas terlatih mendorong kursi rodanyi dan Abah cukup memegang kursi disisi kanan Menantu Pak Iskan sebagai bagian foto PENCITRAAN...
Bahtiar HS
Bonus Abah buat Bu Bos makan siang di pinggir laut di Batam mengingatkan saya tahun 1998an. Waktu ada penugasan ke Batam, sempat makan malam di resto pinggir laut di Pulau Rempang. Itu rangkaian pulau Batam-Rempang-Galang yg dihubungkan dengan Jembatan Barelang atau Jembatan Habibie. Yg menjadikan ketiga pulau sebagai kawasan industri. Baru sekali itu saya makan ikan di tepian laut beneran. Ikan, cumi, lobster dan kawan2nya benar-benar msh ada di laut. Yakni ditempatkan di jejaring yg direndam di dlm air laut di samping resto. Macam empang terapung di laut. Kami bawa kolega di Batam saat itu. Gala dinner bersama mereka. Kita milih yg mau dipesan ya langsung di empang situ, spt menangkapnya hidup2 dari laut. Jadi ikan & cuminya tidak segar lagi. Tp segar sekali. Gak sempat kena dinginnya bongkahan es. Dan terbukti, setelah ditumis, dibakar, diasam2 dan digoreng, rasanya tidak enak lagi, Tapi uenak banget. Itulah makanan seafood paling enak yang pernah saya santap, setidaknya hingga saat itu. Apalagi ra mbayar, krn yg mbayari kantor. Di mana2, gratisan itu kalau gak enak, ya enak sekali. Pengalaman yg sama terulang pas ke Johor, Malaysia. Sebelum covid. Training Apps di Kantor TNB di daerah Johor. Lalu makan siang diajak ke resto di pinggir laut. Yg terbuka. Shg gedung2 di Singapura tampak jelas di sepelemparan batu dari resto itu. Sama, ikannya juga giras-giras ditangkap hidup2 di empang situ. Uenak banget. Lagi2 ra sah mbayar. Nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan?
Bahtiar HS
...terserah Anda, saya harus jalan ke mana. Sebenarnya saya mau usul pergi ke Aceh Singkil, Bah. Abah sudah tahu, Singkil hanya 3 jam dari Sidikalang. 130 km saja. Singkil dikenal sebagai "Maldives-nya Aceh". Hanya sayangnya Singkil termasuk wilayah yang terkena banjir Sumatera saat ini. Bahkan 5 daerah banjur paling parah di Aceh (CHDI Setelah Hujan, 3/12/2025). Setidaknya 9 dari 11 kecamatan di sana terendam banjir. Yg tidak terendam itu krn semata berada di pulau terpisah. Di Singkil ada tokoh terkenal bernama Syekh Aminuddin Abdurrauf bin Ali al-Jawi tsuma al-Fansuri atau dikenal dg Syekh Abdurrauf as-Singkili (1615-1693M). Ulama besar dg gelar Syaekhul Islam kesultanan Aceh abad abad ke-17 dan guru besar tarekat Syattariyah. Mestinya Abah tdk asing dg ulama Singkil ini, krn bukankah tarekat ini yg diikuti Pak Iskan, Abahnya Abah? Sebuah jalan sufistik yg mengajarkan sangkan-paraning-dumadi lewat dzikir "Hu" (Alloh) itu. Syech Abdurrauf Singkel pun penulis karya monumental nusantara, spt Kitab Mir'atut Tullab dan Turjumanul Mustafid. Turjuman ini mrpkan kitab tafsir Alquran pertama berbhs Melayu. Beliau jg terkenal dg gelar Teungku Syiah Kuala; krn mmg beliau bangun masjid di kec Syiah Kuala 15 km dari Banda Aceh, tempat dimana beliau lalu dimakamkan di sampingnya. Sy pernah ziarah ke sana sebelum status DOM dicabut. Smtr ayah beliau, Ali Fansuri dimakamkan di Singkil. Beliau saudara Syekh Hamzah Fansuri, ulama terkemuka Aceh. Keduanya guru Syekh as-Singkili.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
AMBON 70-AN: SAAT HUT GPM MENGALAHKAN HUT RI.. Di Ambon, tahun 1970-an, bulan Agustus selalu terasa istimewa. Di mana-mana orang berlatih baris-berbaris. Dari pagi sampai sore, peleton demi peleton muncul. Jumlahnya terus bertambah. Makin malam makin ramai yang berlatih. Sebagai anak baru dari Jawa, saya tentu mengira: ini pasti persiapan HUT RI 17 Agustus. Belakangan baru saya tahu, dugaan itu keliru. Yang dipersiapkan dengan sangat serius ternyata adalah HUT GPM—Sinode Gereja Protestan Maluku. Di Ambon, perayaan HUT GPM justru lebih ramai dan lebih bergengsi dibandingkan HUT RI. Bukan hanya lomba baris-berbaris yang megah dan terorganisir. Ada pula lomba paduan suara SMA yang pesertanya sangat banyak. Kegiatannya berlangsung berhari-hari. Tiket dijual—dan selalu habis. Kualitas paduan suaranya pun mengagumkan, disiplin dan musikalitasnya kuat. ### Semua itu memberi satu pelajaran penting: ketika sebuah komunitas menghargai tradisi, disiplin, dan kebersamaan, hasilnya nyata—hidup, meriah, dan berkualitas. Ambon mengajarkan bahwa identitas kultural dan keagamaan, bila dikelola dengan dewasa, justru memperkaya kehidupan bersama.
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
MARTABAK HAR: ADA, NYATA, DAN BUKAN “MARKABAK”..? Janji itu saya ingat betul. Suatu hari nanti, saya akan mentraktir menantu Pak Iskan makan di HAR—makan roti canai di situ. Maka saya pilih lewat Batam, sekalian “mencicil” utang janji. Pertanyaannya sederhana tapi penting: HAR itu betul ada atau tidak? ### Jawabannya: ada, nyata, dan legendaris. Namanya yang benar Martabak HAR, bukan markabak. HAR adalah singkatan dari Haji Abdul Rozak, pendirinya, ikon kuliner Palembang sejak puluhan tahun lalu. Menunya memang khas: martabak telur kuah kari, dan roti canai yang dimakan dengan kuah— Itulah ciri HAR. Bukan martabak manis, bukan pula sekadar jajanan pinggir jalan. Jadi kalau ada yang bilang “markabak HAR”, itu jelas salah ucap. Atau salah tulis. Yang benar: martabak, dan HAR bukan merek dadakan, tapi sejarah kuliner. @Singkatnya: Janji traktirnya sah. Tempatnya ada. Dan ejaannya jelas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:

Komentar: 34
Silahkan login untuk berkomentar