Natal Dairi

Natal Dairi

--

Natal hari ini saya di tanah Batak: Dairi. Di ibu kotanya: Sidikalang. Bersama si dia dengan lutut barunyi: ini hari ke 14 setelah menantu Pak Iskan itu operasi ganti lutut kiri.

Ini sebenarnya merupakan kunjungan balasan: bupati Dairi yang sekarang, Vickner Sinaga, sudah dua kali tidur di rumah saya yang di DIC Farm, Mojokerto. Ini benar-benar kunjungan balasan: waktu Vickner ke rumah saya kakinya sakit. Jalannya terpincang. Waktu menantu Pak Iskan ke Dairi, kakinyi sakit. Jalannyi terpincang.

Ketika mendarat di Medan, kemarin sore, saya belum tahu akan ke mana saja di Dairi. Pokoknya ke Dairi. Lihat bagaimana orang Kristen bernatal di daerah Kristen.

Sebenarnya saya ingin turun di bandara Silangit. Di Siborong-borong. Dekat danau Toba. Sudah lebih dekat ke Sidikalang. Tinggal dua jam perjalanan. Tapi semua penerbangan ke Silangit penuh. Terlalu banyak orang Batak yang mudik. Maka saya minta maaf ke istri: harus mendarat di Medan, lalu jalan darat dari Medan ke Dairi.

Tentu saya harus ikut memikirkan keselamatan lutut baru itu. Jangan transit di bandara Jakarta. Perpindahan gate di bandara Jakarta lebih ruwet. Juga lebih jauh. Saya pilih lewat Batam. Jarak antar gate di bandara Hang Nadim lebih dekat.

Bukan itu. Saya pilih lewat Batam untuk bayar utang ke menantu Pak Iskan itu: ’’suatu saat nanti saya akan mentraktir Anda makan di markabak HAR. Makan roti chanai di situ’’.

Terbayar sudah utang itu. Bahkan pakai bonus: makan siang di pinggir laut dengan menu kepiting lada hitam, cumi goreng tepung, udang rebus dan seporsi besar gonggong. Tidak ada yang enak. Semuanya  sangat enak.


--

Saya pernah ke Sidikalang: hanya lewat. Kali ini akan dua malam di situ. Semoga masih bisa melihat rumah kelahiran tokoh besar Indonesia masa lalu: Jenderal T.B. Simatupang.

Inilah tokoh kelahiran Sidikalang yang di umur 29 tahun sudah menjadi panglima perang Republik Indonesia --setingkat panglima TNI sekarang. Usia belum 30 tahun. Di umur segitu pangkatnya sudah jenderal mayor --kini disebut mayor jenderal, dengan dua bintang.

Tapi Bonar Simatupang menjadi panglima perang menggantikan tokoh yang Anda sudah amat kenal: Jenderal Sudirman, yang meninggal dunia di tahun itu: 1950.

Simatupang sendiri menjadi tentara karena ”dendam”. Yakni dendam pada gurunya di AMS, di Batavia: Meneer Haantjes.

Sang meneer mengatakan: Indonesia tidak mungkin merdeka. Itu karena orang Indonesia tidak mungkin bersatu. Perbedaan antar golongannya sangat tajam. Orang Indonesia juga tidak mungkin jadi tentara yang baik. Postur tubuh mereka terlalu kecil dan lemah.

Maka begitu tamat AMS, Simatupang masuk akademi militer Belanda di Bandung: KMA, Koninlijke Militaire Academie. Itu juga berbau  takdir. Sebelum itu tidak ada KMA di Bandung. Adanya di Breda, negeri Belanda. Tapi Nazi Jerman menyerang Belanda. Belanda kalah. KMA yang ada di Breda ditutup. Dipindah ke Bandung.

Simatupang lulus dari KMA dengan mahkota perak --mungkin bisa emas kalau saja ia berkulit putih. ”Dendam”-nya pada meneer gurunya terbalaskan. Mitos lama Belanda ia tumbangkan.

Di KMA itulah Simatupang satu angkatan dengan Abdul Haris Nasution. Juga dengan Kawilarang. Inilah trio militer intelektual di Indonesia masa itu --yang kelak akan berbenturan dengan tentara yang berlatar belakang 'akademi' lapangan. Yakni mereka yang matang di medan gerilya seperti tentara PETA --salah satunya Jendral Soeharto.

Tiga bintang itu juga dikenal sebagai 'anti Sukarno'. Sukarno dianggap cenderung ke kiri. Apalagi ketika Sukarno ingin mencopot Jendral Nasution --akibat campur tangan politik. Tahun itu TNI sampai unjuk senjata: menghadapkan moncong tank-tank angkatan darat ke istana.

Simatupang, sebagai panglima, bertekad tidak akan menerima bila profesionalisme militer dicampuri politik. Trio itu marah karena Bung Karno akan mengganti Nasution hanya atas desakan seorang komandan batalyon --itu dinilai akan merusak profesionalisme militer.

Akhirnya Simatupang dipensiun. Usianya masih 39 tahun. Pangkatnya, saat itu letnan jenderal --bintang tiga.

Hari ini setelah ikut perayaan Natal di keluarga Vickner Sinaga, saya ingin ke kampung Jenderal Simatupang --yang menamatkan sekolah rendah di Sidikalang. Saya ingin tahu: seberapa orang Dairi bangga dan terinspirasi oleh kebesaran dan integritas nama T.B. Simatupang.

Nanti sore, kalau bisa saya ingin ke Sibea-bea. Di situlah berdiri patung Yesus tertinggi di Indonesia: karya Sudung Situmorang (lihat Disway 13 September 2024: Katolik Kristen). Apakah kenyataannya patung itu sebagus yang saya tulis dari jauh di Disway tahun lalu.

Dari tanah ᯑᯤᯒᯪ saya ucapkan Selamat Hari Natal. Tuhan memberkati Anda semua.

Selebihnya saya belum tahu: terserah Anda, saya harus jalan ke mana. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 24 Desember 2025: Tetap Perawan

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

BANGGAI: ALAM YANG BELUM TERGIUR PRESENTASI POWERPOINT.. Tulisan CHDI hari ini terasa seperti jalan santai melewati Indonesia yang hampir punah. Sungai bening, hutan utuh, dan longsor yang tahu diri—jatuh secukupnya, tidak brutal. Di saat banyak daerah menganggap alam sebagai “aset yang harus segera diuangkan”, Banggai justru tampak menikmati hidup tanpa tergesa-gesa. Yang menarik, ekonominya tidak mogok. Kelapa bekerja lembur. Dari santan, tepung, sampai air kelapa yang dulu dibuang ke parit, kini diekspor ke dunia. Ini industrialisasi versi waras. Efisien, bernilai tambah, dan tidak perlu meratakan gunung. Bandingkan dengan model lain yang baru buka tambang, sungai langsung ganti warna seperti kopi susu. Catatan kecil tapi penting, halaman masjid berkeramik licin. Cantik, tapi tidak akrab dengan hujan dan pantai. Seperti kebijakan yang kelihatan modern di slide, tapi lupa realitas lapangan. Pertanyaan penutupnya tepat dan mengganggu: siapa yang akan menjaga hutan di pegunungan? Karena alam yang masih perawan biasanya bukan kalah kuat, tapi kalah sabar menghadapi proposal investasi. ### Banggai masih selamat—semoga bukan karena belum kebagian giliran.

Kevin Wiliam

Saya yang berasal dari desa Parigi, sulteng merasa iri dengan Abah yang bisa menikmati keindahan alam Sulawesi. Sampai saat ini saya belum bisa kembali, hanya bisa mengenang masa kecilku berenang di pantai yang bening dan mencari ikan bersama kawan di sungai yang jernih

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

LAWAN KATA "TETAP PERAWAN" ITU SERONOK GAK SIH..? Lawan kata dari “tetap perawan” (dalam konteks kiasan/lingkungan seperti tulisan Banggai) adalah: 1). tereksploitasi. 2). terjamah. 3). terbuka. 4). terganggu. 5). rusak. 6). terdegradasi. 7). terindustrialisasi. 8). terkupas. 9). terbabat. 10). terkontaminasi. 11). tak lagi perawan. 12). sudah ternoda. 13). sudah dijamah. 14). sudah diperkosa (alamnya). 15). sudah kehilangan keaslian. ### He he..

Turrachman Rachman

Membaca tentang pohon kelapa bagi saya adalah membaca kisah masa lalu. Ketika saya masih belajar di kelas 4,5 dan 6 Sekolah Dasar atau SD. Setiap hari Minggu saya selalu diminta oleh ibu saya untuk mencari kayu bakar. Dan salah satunya adalah mencari kayu bakar dari bunga kering pohon kelapa. Pelepah bunga pohon kelapa(mancung). Setelah bersusah susah memanjat pohon kelapa yang tingginya hampir 15 meter. Saya berdiri sejenak. Dengan menginjak ujung daun kelapa. Sara rasakan udara yang begitu segar. Dinginnya keringat yang membasahi wajah dan badan. Berpadu dengan tiupan angin. Pohon bergoyang kesana kemari. Tertiup angin. Saya serasa Menari nari di udara. Meskipun adrenalin juga berpacu. Tapi kebahagiaan telah dinikmati. Ajaran tentang pohon kelapa sudah kita dapatkan sejak SD. Simbol tunas pohon kelapa pada Pramuka. Konon pohon kelapa adalah pohon yang serba guna. Dari akar, batang, daun, bunga dan buahnya. Semua berguna. Maka di kepanduan Pramuka didoktrin agar memberikan manfaat kepada masyarakat. Suatu ketika. Setelah hujan satu malam mengguyur desa. Esok harinya saya tetap harus memanjat pohon kelapa. Batang pohon kelapa banyak ditumbuhi lumut. Ratusan semuat "krangkang" yang warnanya merah siap mencubit pemanjat yang mengusik. Beberapa kali kaki saya terpeleset. Karena licinnya batang pohon kelapa. Ketika hampir sampai puncak pohon kelapa. Tiba - tiba ada ular hijau turun . Si ular kaget melihat saya. Apalagi saya. Tambah kaget. Tubuh ular langsung berbalik..lha saya.

Fauzan Samsuri

Jika Banggai atau daerah lain diibaratkan seorang perempuan tentu dia akan menjaga keperawanannya. Jika harus menanggalkan keperawanannya, dia tahu betul kapan dan kepada siapa dia akan memberikannya. Dia akan memberikan kepada pasangan sahnya, yang memenuhi unsur-unsur pokok dan syarat sahnya. Jelas dengan siapa pasangannya, mendapat restu walinya, jelas akad (ijab-kabul) nya dan ada saksi-saksinya. Banggai masih perawan atau tetap terjaga kehormatannya karena "wali"nya tahu kepada siapa dia berpasangan yang memenuhi unsur pokok dan syarat sahnya. Berbeda dengan daerah lain yang terkena bencana "wali"nya sengaja mengekploitasi "anak perempuan"nya atau bahkan membiarkan dia dirudapaksa.

Ahmed Nurjubaedi

Seingat saya, 30an tahun yang lalu, mbah saya rutin panen kelapa. Dari puluhan pohon yg mengelilingi sawahnya, yang terletak di pinggir hutan, di tepi sungai. Sekali panen bisa 1 truk kecil. Di sekeliling rumah juga ada sekitar 8 pohon kelapa. Kelapa2 tua itu lantas di-srumbat (dikupas sabutnya) dengan linggis. Sebagian dikupas batoknya, sebagian dibiarkan berbatok. Mbah wedok--dibantu ibu & saya-- lantas memarut puluhan kelapa, memeras santannya, lalu memasaknya dg wajan tembaga besar diatas tungku kayu. Saya biasanya ikut membantu mengaduk santan itu. Setelah sekitar 2 jam, santan itu berubah menjadi minyak kelapa. Setelah dingin, santan ditampung di botol-botol kaca. Endapan yang tersisa lantas disaring dengan kain dan diperas. Sisa endapan ini yang namanya Blondo. Rasanya manis gurih, aromanya harum. Enak sekali. Setelah di Surabaya, saya baru tahu kalau Blondo dipakai sebagai bagian utama dari soto Lombok. Mbah wedok akan membaws minyak kelapa itu, kami menyebutnya lengo klentik, ke pasar desa. Juga membawa beberapa butir yg masih berbatok dan sudah dikupas batoknya. Untuk dijual. Praktik itu berlangsung sampai akhir 90an. Ketika puluhan kelapa Mbah akhirnya mati. Pun yg di sekeliling rumah. Bapak saya bilang penyebabnya adalah kwawung, si kumbang badak. Hutan mulai dibabat. Burung-burung predator utama kwawung juga habis diburu manusia. Jadilah pohon kelapa milik manusia mati. Manungso memang tan keno kiniro.

balagak nia

Abah coba main ke sekitar tambang di Weda Halmahera Tengah Maluku Utara (Weda Bay), hujan 1harian saja pasti banjir, kalau terjadi hujan seperti di Aceh, Sumut, Sumbar bisa dipastikan kejadian bencana akan sama. Sungai disana banyak yg dibelokin demi ngebangun kawasan tambang dan sungainya pendek2

redy hardianto

Kelestarian alam itu tergantung warganya, kalo mrk mnolak investor tambang mk alamnya akan tetap perawan. Intinya Tolak Tambang n deforestasi. Sprti di wilayah sy..warga mnolak tambang emas mk sampe skrg PT tdk brani utk mnambang

Re Hanno

Layaknya perawan pasti banyak suka. Apalagi cantik dengan lima i. Tidak saja para bujangan, bandot tua pun terbit air liurnya. Biasanya bandot tua yang menang bila bersaing dengan bujangan. Tentu karena lihai dengan rayuan plus tipu muslihat. Kalau di perawan menolak bandot akan mainkan ilmu sogokan. Bawa segepok uang ke hadapan orang tua. Maka si perawan pun masuk dalam pelukan.

Murid SD Internasional

Bisa Anda bayangkan, kalau Brian Chesky (founder AirBnb) atau Anthony Tan (founder Grab) datang lebih dulu ke Pak Dosen Liáng. Dialognya kira-kira begini. Pendiri AirBnb: "Kami mau mengubah rumah kosong jadi hotel global tanpa bangun hotel". Pak Dosen Liáng: "Mana landasan teorinya? Mana regulasinya? Mana studi longitudinalnya?" Pendiri AirBnb: "Belum ada, Pak. Justru itu masalah yang mau kami pecahkan". Pak Dosen Liáng: "Kalau begitu tidak ilmiah. Ide gagasan Anda ugal-ugalan". Pendiri AirBnb: "..............." *** Pendiri Grab: "Saya mau mendirikan alternatif transportasi tanpa armada transportasi, Pak. Saya pakai pendekatan first-principles thinking." Pak Dosen Liáng: "Transportasi itu urusan negara, bukan startup. Ide kamu tidak ilmiah, dan ugal-ugalan". Pendiri Grab: "................." *** Mengerikan.

Murid SD Internasional

Mungkin salah satu penyebab Indonesia memiliki 7 juta sarjana menganggur saat ini, adalah karena Indonesia memiliki terlalu banyak(?) dosen seperti Pak Dosen Liáng? Saya berargumentasi dengan logika kekuasaan, di mana ketidakadilan dari negara-negara besar terkadang harus direspon dengan bahasa yang keras. Namun Pak Dosen Liáng membaca semuanya dari kacamata akademik, yang segalanya harus serba hati-hati, yang kalau menulis harus penuh dengan catatan kaki, atau harus menunggu konsensus, dan harus terlihat sopan, peduli kambing dengan kedaulatan. Saya katakan: setiap perubahan besar dalam tata ekonomi dunia, selalu dimulai dari gagasan yang dianggap berlebihan, "ugal-ugalan", idealis, utopis, dan tidak realistis.

Murid SD Internasional

Dialog Terakhir, Pak Dosen Liáng dengan Murid SD Internasional Murid SD Internasional: "Indonesia harus berani tetapkan pricing untuk jasa carbon hutan hujan tropis Papua. Biarkan dunia bereaksi terkejut. Biarkan Amazon dan Kongo terperangah. Nanti Amazon dan Kongo berpotensi tergerak dan mau ikut Indonesia menjalin aliansi. Jadi, logika urutan di kepala Pak Dosen Liáng saya balik, menjadi --> Indonesia berani pasang benchmark harga baru yang tinggi untuk karbon hutan tropis Papua, biarkan dunia marah, Amazon dan Kongo juga terperangah, akhirnya Amazon dan Kongo berani ikut di belakang Indonesia". Pak Dosen Liáng: "Kalau narasi Anda disebut sebagai karya tulis, maka karya tulis Anda itu ugal-ugalan!!" *** Sampai sini saya berhenti sejenak. Sejak kapan berkomentar dan melempar gagasan mentah di CHD harus mengikuti kaidah ilmiah? Apakah para perusuh yang berkomentar di CHD di sini semuanya sedang menyusun disertasi atau paper? Nampaknya Pak Dosen Liáng ini ngelindur. Mungkin beliau mengira dirinya masih berada di ruang kuliah dan sedang menguliahi para mahasiswa. Tidak sekalian tampar saja Pak Dahlan Iskan yang selama ini asik menabrak kaidah EYD bahasa Indonesia di mana "nya" diubah sesuka hati jadi "nyi"?

Siswantoro Siswantoro

Saya pernah ke kota luwuk dua kali. Yang pertama tahun tahun 1999 tidak lama setelah reformasi itu. Naik bis dari palu, waktunya sekitar 18 jam. Bisnya ukuran 3/4, penuh dan saya kebagian duduk di atas beras punya salah satu penumpang yang membelinya dari kota palu. Duduk 18 jam di atas beras pada jalanan yang berkelok-kelok tentu sangat berkesan. Waktu itu umur masih muda sekitar 30 tahun jadi masih kuat. Saya setuju sama Abah DI. Pada waktu itu Luwuk adalah kota yang sangat indah dan tenang. Pantainya jernih sekali sehingga kelihatan dasarnya. pagi hari kita bisa menunggu nelayan merapat dari laut. Membeli ikan segar, terutama yang ukuran kecil-kecil. Ikan yang besar sudah dijual di kapal2 pengepul yang bersandar dekat pantai itu. Kedua kalinya pergi ke luwuk tahun 2020. Karena umur sudah mulai tua dan mulai ada uang, maka naik pesawat dari Palu. Pesawat foker dengan baling-baling, kapasitas sekitar 50 orang. Waktu tempu sekitar 1 jam. Kena turbulence parah jadi agak meninggalkan shock terbang juga. Tapi sampai di Luwuk, itu terobati. Alamnya masih indah, tetap perawan meskipun 20 tahun sudah berlalu. Mudah-mudahan 20 tahun lagi akan tetap begitu.

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

@pak Bahtiar.. Belio sengaja jalan darat 20 jam, padahal ada pesawat. Itu pasti murni karena rasa "penasaran" ingin tahu seperti apa "pedalaman Sulawesi" itu. Saya juga pernah iseng begitu.. 1). Tahun 1989 sengaja naik bis dari Palembang ke Jakarta, karena pingin tahu pedalaman Sumbagsel itu seperti apa, setelah selama 1983-1989 jalur itu saya tempuh naik pesawat. Dan saat 1989 itu pun sebenarnya jatah dari perusahaan adalah pesawat. 2). Tahun 1995, dari Adelaide ke Melbourne pp, saya juga sengaja naik bis. Pingin tahu "pedalaman" Australia. 3). Tahun 2015, saya sengaja juga naik jalan darat dari Italia - Swiss - Jerman - Perancis. Juga penasaran "pedalaman" Eropa. ### Meski hanya wartawan "majalah dinding SMA", jiwa wartawan kadang masih hilang timbul..

Bahtiar HS

Salah satu yg saya kagumi dari Abah adl keberanian menembus daerah yg kita tdk pernah terpikir mau pergi ke sana. Tujuan ke daerah itu pun saya rasa bukan utk cuan. Itu hanya no 2 sj. Saya melihatnya lbh pd naluri jurnalistiknya yg menyala, shg berani menembus batas, menyengsarakan diri, tak menghiraukan keselamatan, dan rela (atau tega?) meninggalkan istri hehe. Spt perjalanan Poso ke Luwuk ini. Saya kira itu perjalanan macam dari Surabaya ke Jakarta. 10 jam jalan darat, menyusuri pantai, lalu menyeberang ke Barat Daya ke Luwuk. Mk saya iseng menyusurinya dengan gmaps. Tapi gmaps di HP bilang: "Tidak dpt menemukan rute ke tempat tsb. Coba penelusuran Google". Saya pun pindah ke laptop, pakai gmaps web. Hasilnya pun sama: "Maaf di luar area jangkauan kami utk berkendara". Kalau saya zoom, mmg msh terlihat jalan berwarna hijau dari Poso ke Ampana, Bangketa, Bolaang, Tomeang hingga Bunta di Kab. Banggai. Tp Bunta hingga Poh jalannya grey/abu2. Sekitar 75km. Baru dari Poh hijau lagi hingga membelah daratan Sulteng bagian Timur ke arah Barat Daya lalu menikung balik ke Barat menuju Luwuk. Muter. Hijau di gmaps artinya jalanan lancar, info trafik ada. Smtr yg abu2, info trafik tdk ada/cukup. Yg lewat jarang. Lihat maps itu, kalo saya mkn sdh balik kucing. Tdk tahu jalan. Sepi. Aplg baru ktm emak2 Bugis yg ancam anaknya di dpn saya: Jgn macam2 sm anak gadis, kumutilasi kau! Aih!!? Itu baru emaknya. Ingat pepatah Bugis: Tarung dlm Sarung, Pantang Badik Diselip Pinggang!

djokoLodang

--o- Titik Perawan Pada cerita silat yang saya baca dulu, murid perempuan lengan atasnya --dekat pundak-- diberikan titik merah oleh gurunya. Konon, titik merah itu akan hilang manakala si murid kehilangan keperawanannyi. Apakah itu hanya khayalan penulis nya saja, atau, apakah memang benar bisa begitu? --0-

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

TETAP "PERAWAN"? MESKI UDAH LAMA "MENIKAH"? Judul ini terdengar ganjil, kalau dicoba dipahami maksudnya. Padahal maknanya bisa sangat halus. Bisa jadi bukan hanya soal "fisik" (perawan), apalagi hal sensasional (tidak perawan lagi). Ini "bisa" tentang sikap dan jiwa yang tetap terjaga. Sudah lama menikah, tetapi tutur kata masih lembut. Cara memandang hidup tetap bersih. Tidak mudah sinis, tidak cepat lelah mencintai. Dalam arti ini, “perawan” adalah simbol ketulusan yang belum aus oleh waktu. Ibarat "rumah lama: yang "catnya masih rapi". Bukan karena tak pernah ditempati, ditengok dan dimasuki. Melainkan karena selalu dirawat. Ada perhatian, ada kesadaran, ada niat menjaga. Menikah memang menyatukan dua orang. Namun yang lebih sulit adalah menjaga diri agar tidak berubah. Misalnya menjadi kasar, cuek, atau sekadar menjalani hari tanpa rasa. Di situlah makna ungkapan ini berdiri, tetap utuh di dalam. Meski usia pernikahan terus bertambah. Jadi jika ada yang bertanya dengan heran, cukup dijawab pelan.. “Yang dijaga bukan tubuhnya, tapi hatinya.” ### Ha ha.. (Tiwas fiktor)..

yea aina

Mungkinkah pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan, tanpa menimbulkan kerusakan ekologis? Rasanya pemanfaatan SDA tanpa embel-embel "keserakahan" saja yang memungkinkan utopia itu bisa diraih. Saking beratnya menjaga keberlanjutan pemanfaatan SDA, penulis Tetap Perawan ini, menyelipkan pertanyaan retoris: Tapi siapa yang akan mempertahankan hutan-hutan di gunung-gunung itu? Kita semua sudah tahu, siapa penentu terbitnya ijin konsesi hutan, sekaligus para bohir penerimanya. Kecuali ditutup-tutupi atau di atas namakan oknum lain. Cuci tangan ramai-ramai ketika bencana ekolgis telah terjadi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 31

  • Dandi Video Channel
    Dandi Video Channel
  • Tiga Pelita Berlian
    Tiga Pelita Berlian
  • Em Ha
    Em Ha
  • Leong Putu
    Leong Putu
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Taufik Hidayat
    Taufik Hidayat
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • Lagarenze 1301
    Lagarenze 1301
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Hasyim Muhammad Abdul Haq
    Hasyim Muhammad Abdul Haq
  • Lagarenze 1301
    Lagarenze 1301
  • Sugi
    Sugi
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • alasroban
    alasroban
  • MULIYANTO KRISTA
    MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • MULIYANTO KRISTA
    MULIYANTO KRISTA
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • ra tepak pol
    ra tepak pol
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN