JAKARTA, DISWAY.ID - Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang diharapkan memberikan kontribusi positif pada keuangan negara ternyata kondisinya justru sebaliknya, banyak mengeruk uang negara dan jadi beban fiskal.
Berdasarkan catatan, dari 91 perusahaan BUMN kita yang terdiri dari 12 Perusahaan Umum ( Perum) dan 79 Perseroan, ternyata pada tahun tutup buku 2021 hanya memberikan target setoran laba kepada negara dari sumber kekayaan negara dipisah ( KND) sebesar Rp. 37,1 trilyun.
"Dari jumlah itu yang baru disetor sebesar Rp. 35,5 trilyun pada sementer I tahun 2022 ini," kata Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia, Suroto kepada Disway, Sabtu 6 Agustus 2022.
"Padahal, dari subsidi pemerintah untuk BUMN itu jumlahnya sangat besar sekali. Sebut saja salah satunya misalnya subsidi bunga untuk perbankkan besarnya tahun 2021 adalah sebesar Rp. 30,1 trilyun," sambungnya.
BACA JUGA:Bareskrim Polri Beberkan Alasan Bharada E Belum Bisa Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana
Menurut Suroto, hal yang memprihatinkan lagi, BUMN andalan yang diharapkan memberikan setoran ke negara adalah dari perbankkan.
"Padahal perbankkan BUMN itu justru yang banyak mendapatkan subsidi dan juga bentuk insentif lainya berupa modal penyertaan, dana penempatan, dana restrukturisasi, dan lain lain," ujarnya.
Suroto menuturkan, BUMN perbankkan adalah perusahaan go public, dimana artinya seharusnya mencari modal dari pasar modal bukan dari pemerintah.
"Selain memperlemah moral kerja bankir juga merusak daya saing perbankkan kita dan yang pasti menambah beban fiskal pemerintah yang sudah terus alami defisit necara pembayaran," terangnya.
Selain itu, kata Suroto, tindakan yang dilakukan juga dapat disebut amoral karena keuntungan yang didapat itu berasal dari subsidi negara dan diberikan bagian keuntunganya kepada pihak asing.
"Sebut saja misalnya untuk 81 persen dari saham publik Bank BRI yang sudah dikuasai asing," ucapnya.
BACA JUGA:BP Tapera Salurkan Dana FLPP Sebesar Rp11,81 Triliun per Juli 2022
Suroto menyebut, dari 91 BUMN yang ada ternyata 41 perusahaan dalam posisi merugi. Bahkan banyak yang dalam posisi terjerat utang dan beban bunga yang cukup besar.
"Sehingga secara keseluruhan BUMN butuh bantuan likuiditas yang menyedot penambahan modal dari pemerintah sebesar Rp. 79 trilyun pada tahun 2021 saja," ungkapnya.
Sebut misalnya PT. Garuda Indonesia yang dalam posisi rugi dan musti ditopang dari bantuan negara untuk melunasi utangnya yang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp. 8,1 trilyun dan kerugian sebesar Rp. 38,7 trilyun.