JAKARTA, DISWAY.ID-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur Papua, Lukas Enembe selama 40 hari kedepan.
Penahanan itu diperpanjang terhitung mulai 2 Februari hingga 13 Maret 2023 di rutan KPK.
"Sebagai kebutuhan penyidikan agar pengumpulan alat bukti semakin memperkuat dugaan perbuatan tersangka LE, tim penyidik memperpanjang masa penahanan untuk 40 hari ke depan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 30 Januari 2023.
BACA JUGA:Regulasi Seleksi Petugas Haji, Kemenag Dapat Apresiasi KPK
BACA JUGA:Polri Tangkap Dua DPO Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Ali memastikan, KPK memenuhi hak-hak kesehatan Lukas Enembe selama ditahan.
"Kami pastikan proses penyidikan perkara tetap berjalan sesuai dengan prosedur hukum dan tetap memperhatikan hak-hak tersangka termasuk di antaranya untuk perawatan kesehatan," tuturnya.
Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.
Lukas diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Rijatono. Suap itu diberikan karena perusahaan Rijatono dimenangkan dalam sejumlah proyek pembangunan di Papua.
Sedikitnya, ada tiga proyek di Papua bernilai miliaran rupiah yang dimenangkan perusahaan Rijatono Lakka untuk digarap. Ketiga proyek tersebut yakni, proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14, 8 Miliar.
BACA JUGA:Tolak Dirawat di RSPAD, Lukas Enembe Keukeuh Berobat ke Singapura
Kemudian, proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Selanjutnya, proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Lukas disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.