Risma juga menerangkan, pihak sekolah jangan hanya pikirkan terkait hibah, tapi harus pikirkan setelah siswa lulus, mereka harus bekerja apa dan bekerja di mana, Risma menyebut, kawasan Wyata Guna itu diharapkan bisa dimanfaatkan seluruhnya oleh para disabilitas.
Setelah Risma berikan penjelasan panjang lebar, namun masih ada yang menyanggah pernyataan Risma. Sedangkan Risma masih ada acara lain dan tidak bisa berbincang lebih lama.
"Kami pikirkan anak-anak," ucap pengajar bernama Tri.
"Sama," ucap Risma dengan nada melemah.
Tiba-tiba, seorang pengajar perempuan yang juga penyandang tunanetra berbicara di belakang barisan, jika perjuangan yang mereka lakukan bukan untuk kepentingan mereka.
"Kita juga bukan untuk kepentingan pribadi bu," ujar pengajar perempuan itu.
"Makannya bu, kata saya kita berbagi," ujar Risma.
"Tapi tolong direalisasikan," kata pengajar itu.
"Saya sujud," ujar Risma dan langsung sujud ke kaki pengajar itu.
Setelah itu, Risma pun langsung dibangkitkan oleh Staf Kementerian Sosial. Sementara itu, pengajar perempuan itu terus berbicara.
"Jangan begitu ibu," kata pengajar itu.
"Bukan seperti ini maksudnya," tambah pengajar itu sambil menangis.
"Ibu dengerin, tadi saya bilang ini saya disaksikan gusti Allah," tambah Risma.
Yuniati kepada Media menyayangkan sikap Risma yang menanggapi pertanyaan para guru dengan emosi.
Padahal, hibah lahan itu merupakan janji Risma dan harus dipenuhi demi mengembangkan pembangunan fasilitas sekolah.
"Ketika ditagih beliau emosi dan ngomong malah ke mana-mana, jadi tidak menggunakan logikanya. Ini (lahannya) kalau belum dihibahkan, kami belum bisa dibangun. Misalnya saat ada dana BOS atau Kementerian Pendidikan yang setiap sekolah kan biasanya ada untuk pembangunan, kami jadi enggak bisa membangun," katanya.