BACA JUGA:Anak Usaha Telkom Hadirkan Marketplace Pangan 'market.idfood.co.id'
Dari informasi yang diperoleh, sebelum memberikan keterangan di pengadilan, saksi terlebih dahulu dipanggil untuk bertemu dengan oknum Jaksa bernama Ondo. Diduga, kliennya ditekan dan diarahkan untuk memberikan keterangan sesuai dengan arahan Jaksa.
"Berdasarkan informasi dari salah satu saksi yang diperiksa, Jaksa Ondo mengeluarkan ancaman, akan mentersangkakan keluarga klien kami, termasuk suami dan anak klien kami. Tidak hanya itu, orang-orang dibawa secara paksa dan diperiksa tanpa adanya surat panggilan terlebih dahulu," ujarnya.
"Selain itu, tujuh orang saksi dipanggil didalam satu surat panggilan dan ditujukan ke alamat yang sama serta bukan dialamatkan ke alamat saksi yang dipanggil, melainkan ke alamat klien kami," jelas Kaligis.
Ditambahkannya, saksi Merry Kandou dan saksi Meity Kandou pada tanggal 5 Desember 2023, sebelum memulai pemeriksaan sudah diancam akan ditahan.
"Tidak hanya itu, dilakukan penyitaan secara membabi buta dan tidak sesuai dengan prosedur, dimana penyitaan dilakukan pada saat berkas perkara beserta surat dakwaan, sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan tidak masuk ke dalam berkas perkara. Penyitaan juga dilakukan terhadap aset-aset pribadi milik klien kami yang tidak ada hubungannya dengan locus dan tempus perkara yang diperiksa," jelas Kaligis.
BACA JUGA:Sebelum Bebas Murni, Pengacara OC Kaligis Cuti 3 Bulan
Menurut dia, tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Ondo selaku Kasi Pidsus, bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) huruf d, huruf e dan huruf g Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, tanggal 13 November 2012.
"Dimana diatur: "Bagian Kedua Integritas Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang: d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara; e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku; f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik dan psikis," paparnya.
Anak usaha Telkom Bukan BUMN
Di samping itu, lanjut Kaligis, dalam beberapa kali persidangan perkara tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa, antara PT Interdata Teknologi Sukses dengan PT PINS Indonesia, PT Telkom Telstra, dan PT Infomedia Nusantara, tahun 2017-2018, di Pengadilan Tipikor Jakarta, sejumlah saksi fakta secara tegas mengatakan, PT PINS Indonesia, PT Telkom Telstra, dan PT Infomedia Nusantara, bukan merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Karena bukan perusahaan milik negara, lanjut dia, maka tidak ada sangkut-pautnya dengan negara, sehingga adanya kerugian negara, sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, tidak terbukti sama sekali.
Di samping itu, kata Kaligis, kliennya tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom, bahkan tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerja sama antara PT Quartee Technologies dengan PT Telkom yang ditandatangani oleh kliennya.
"Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Saksi di antaranya Moch. Rizal Otoluwa, Stefanus Suwito Gozali, Syehlina Yahya, Rinaldo dan Saksi Sosro H. Karsosoemo, ST, yang ada dalam berkas JPU, justru PM sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta berkomunikasi dengan pihak PT Telkom, sehubungan dengan proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT. Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom tersebut," tukas Kaligis.