1. Konsep Upah Minimum yang Kembali pada Upah Murah: UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.
2. Outsourcing Tanpa Batasan Jenis Pekerjaan Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di- outsourcing, sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh. Ini sama saja menempatkan negara sebagai agen outsourcing.
3. Kontrak yang Berulang-ulang: UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, hal ini mengancam stabilitas kerja.
4. Pesangon yang Murah: Pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.
BACA JUGA:Kawal Sidang Omnibus Law, Partai Buruh Akan Lakukan Aksi Unjuk Rasa Di Mahkamah Konstitusi
5. PHK yang Dipermudah: Proses PHK dipermudah, membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.
6. Pengaturan Jam Kerja yang Fleksibel: Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
7. Pengaturan Cuti: Tidak adanya kepastian upah selama cuti, khususnya bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.
8. Tenaga Kerja Asing: Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal.
9. Hilangnya Sanksi Pidana: Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.
BACA JUGA:Kawal Sidang Omnibus Law, Partai Buruh Akan Lakukan Aksi Unjuk Rasa Di Mahkamah Konstitusi
Said Iqbal melanjutkan, KSPSI, KPBI, dan KSBSI berharap hakim MK memutuskan untuk mencabut klaster ketenagakerjaan.
Menurut Said Iqbal, sidang yang digelar hari ini di MK, merupakan sidang penentuan.
"Bilamana tidak akan melakukan mogok nasional akan diikuti 5 juta buruh di seluruh Indonesia. Buru keluar dari pabrik tidak melakukan produksi," tegas Said Iqbal.