Selain pola asuh, digitalisasi juga memunculkan tantangan baru bagi etika berbangsa.
Moch Qasim Mathar, Guru Besar UIN Alauddin Makassar, menyoroti bahwa netizen sering kali tidak bijak dalam menggunakan media sosial, seperti menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks.
“Ini masalah netizen, bukan citizen,” jelasnya, menegaskan bahwa perilaku online sering kali mencederai nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh masyarakat beragama.
Diskusi ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk mengatasi krisis etika yang ada, antara lain memasukkan nilai-nilai agama ke dalam undang-undang etik, pembentukan Mahkamah Etik, hingga memperkuat pendidikan agama dan karakter di semua jenjang pendidikan.
BACA JUGA:Kiai Said Said Aqil Siradj Dukung Penguatan Pancasila Melalui Peran BPIP: Mari Kita Perjuangkan!
BACA JUGA:Dari Atas Kapal KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat-992, BPIP Gaungkan Penguatan Pancasila!
Pendidikan agama tidak hanya berfokus pada ritual, tetapi juga harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan tanggung jawab.
Selain itu, ada dorongan kuat untuk memperkuat dialog antaragama dan lintas budaya agar agama dapat menjadi penjaga moralitas tanpa menjadi alat politik.
Melalui penguatan nilai-nilai agama dan etika, diharapkan bangsa Indonesia dapat membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih berintegritas dan bermoral tinggi, sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan ol eh Pancasila dan konstitusi negara