JAKARTA, DISWAY.ID-- Ombudsman RI merilis Hasil Kajian Sistemik tentang Tata Kelola Industri Kelapa Sawit yang disampaikan kepada 12 intansi terkait.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menemukan adanya potensi maladministrasi berupa ketidakpastian layanan, pengabaian kewajiban hukum, tidak memberikan layanan, penyimpangan hukum dan ketidakjelasan prosedur dalam tata kelola industri kelapa sawit.
BACA JUGA:Ombudsman RI Beri 5 Saran Utama untuk Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Industri Kelapa Sawit
BACA JUGA:Alasan Ombudsman RI Minta Pemerintah Bentuk Badan Urus Tata Kelola Kelapa Sawit
"Hasil kajian ini bermaksud untuk memberikan potret menyeluruh tentang persoalan yang masih ada dalam tata kelola sektor ini khususnya masalah layanan yang diselenggarakan negara.
"Kajian ini mengidentifikasi sejumlah potensi masalah yang bisa berujung pada maladministrasi," ucap Yeka di Kantor Ombudsman RI Senin 18 November 2024.
Berdasarkan hasil penelaahan berbagai keterangan, data, informasi dan regulasi, Ombudsman RI menyimpulkan berbagai permasalahan kelapa sawit dibagi ke dalam empat aspek.
BACA JUGA:Ombudsman RI: Mutu Pelayanan Publik Meningkat Signifikan, Seluruh Kementerian Tak Ada Zona Merah
BACA JUGA: Ombudsman RI Desak Pemerintah Percepat Penyelamatan Sritex, Ungkap Bahan Baku Hampir Menipis
Adapun aspek yang dimaksud antara lain aspek lahan, aspek perizinan, aspek tata niaga dan aspek kelembagaan.
Pada aspek perizinan, Ombudsman RI menemukan adanya ketidakpastian layanan dalam tumpang tindih Hak Atas Tanah (HAT) lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan dan tidak adanya kepastian penyelesaian inventarisasi SK Datin terhadap lahan perkebunan sawit.
Luasan lahan overlay tumpang tindih perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan seluas 3.222.350 hektar dengan subjek hukum kelapa sawit sejumlah 2.172 perusahaan dan 1.063 koperasi/kelompok tani perkebunan kelapa sawit.
“Ombudsman menemukan fakta di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah, bahwa banyak perkebunan kelapa sawit rakyat yang telah memiliki Hak Atas Tanah (HAT), namun masih dinyatakan masuk dalam kawasan hutan.
BACA JUGA:Ombudsman Filipina Pimpin SEAOF Periode 2025-2026
BACA JUGA:Gaet Kementan, Ombudsman Akan Perbaiki Sistem Penyaluran Pupuk Bersubsidi