BACA JUGA:Diduga Melanggar Aturan, TPS 12 Blendung Kota Tangerang Gelar Pemungutan Suara Lanjutan
BACA JUGA:Film Women from Rote Island Dinominasikan Piala Oscar, Kemenbud Bakal Tayangkan Lagi di Bioskop
Prof. Maksum menambahkan bahwa Lenacapavir sebenarnya bukan obat baru. Obat ini telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat untuk pengobatan HIV yang resisten terhadap berbagai obat antiretroviral sejak tahun 2022.
Namun, uji klinik terbaru merupakan uji klinis pertama yang difokuskan pada pencegahan HIV.
Hasil uji klinik menunjukkan bahwa Lenacapavir sangat efektif dalam mencegah penularan infeksi HIV melalui hubungan seks.
Bagaimana Pengembangan Vaksin HIV?
Prof. Maksum menjelaskan bahwa upaya pencegahan terbaik terhadap penyakit infeksi adalah melalui program vaksinasi, termasuk untuk infeksi HIV.
Pendekatan ini sangat penting mengingat meskipun pengembangan obat untuk HIV telah dilakukan selama 30 tahun terakhir, masih ada berbagai kendala.
BACA JUGA:Denny Sumargo Syok Dengar Pablo Benua Sebut Agus Salim Selewengkan Uang Donasi Hampir Rp 200 Juta
Selain itu, obat HIV dapat memiliki efek samping, mahal, dan sulit diakses di beberapa negara.
Obat ini juga berisiko menjadi resisten, yang dapat mengurangi efektivitasnya dalam mengobati HIV.
Oleh sebab itu para peneliti meyakini bahwa vaksin HIV merupakan upaya pencegahan yang paling efektif untuk mengendalikan atau menghilangkan sepenuhnya infeksi HIV baru.
Namun demikian, setelah hampir empat dekade, hingga bulan Juli 2024, belum ada vaksin HIV yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat ataupun di negara lainnya.
Para ilmuwan masih terus berupaya mengembangkan vaksin HIV dengan beberapa pendekatan terkini antara lain vaksin HIV berbasiskan teknologi RNA dan upaya strategi inovatif lainnya.
Para peneliti vaksin HIV mengakui bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangkan vaksin HIV, antara lain disebabkan karena tingkat mutasi virus HIV yang tinggi.