JAKARTA, DISWAY.ID -- Penutupan 400 gerai Alfamart belakangan ini menjadi sorotan publik.
Menyoroti hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut ada tiga faktor utama yang diduga menjadi penyebab di balik fenomena penutupan ratusan gerai Alfamart.
"Penutupan gerai alfamart ini ada indikasi terhadap beberapa hal. Pertama, kondisi daya beli menurun khususnya kelas menengah yang biasa membeli barang di ritel modern," kata Bhima saat dihubungi Disway Selasa 17 Desember 2024.
BACA JUGA:KPK Geledah Gedung Bank Indonesia Soal Dana CSR
BACA JUGA:AHY Jajal Direct Train dari Gambir ke Yogyakarta: Aman, Nyaman
Dikatakan Bhima, di sisi lain, biaya hidup yang terus merangkak naik tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Kombinasi faktor-faktor ini membuat daya beli melemah, sehingga memengaruhi keberlangsungan bisnis ritel modern seperti Alfamart.
Selanjutnya Bhima mengatakan, penutupan gerai ritel modern juga mencerminkan tren informalisasi dalam perilaku belanja masyarakat.
Peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen menjadi salah satu pendorong masyarakat untuk beralih ke warung tradisional yang cenderung lebih ekonomis.
"Kedua, tutupnya banyak gerai ritel modern melanjutkan tren informalisasi belanja masyarakat. PPN 11 persen dari sebelumnya 10 persen ikut mendorong masyarakat beli di warung tradisional," tambahnya.
BACA JUGA:Bahas Percepatan Penyusunan RDTR Bersama Mendagri, Menteri Nusron: Memudahkan Iklim Investasi
BACA JUGA:PDIP Ungkap Alasan Pecat Jokowi, Singgung Intervensi MK hingga Dukung KIM
"Ada fenomena warung Madura juga yang jadi opsi belanja dibanding ritel modern," tambahnya.
Terakhir kata Bhima, penutupan gerai-gerai ritel modern seperti Alfamart ini menjadi bagian dari perubahan lanskap sektor ritel di Indonesia.
Di satu sisi, tantangan ekonomi makro seperti daya beli dan inflasi menjadi tekanan bagi bisnis ritel.