MAKKAH, DISWAY— Menjelang puncak ibadah haji pada 5 Juni mendatang, tantangan logistik dan keselamatan kian nyata. Di tengah persiapan pergerakan lebih dari 200 ribu jamaah Indonesia menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), terowongan Mina menjadi salah satu titik paling rawan.
Untuk menghadapi kemungkinan darurat di jalur sempit dan padat itu, sistem evakuasi estafet kembali diandalkan sebagai strategi utama penyelamatan jamaah.
BACA JUGA:Jamaah Haji Wajib Catat! Ini 9 Imbauan Penting Jelang Armuzna
Kepala Satuan Operasional Armuzna, Kolonel Laut Harun Ar Rasyid, menekankan pentingnya kesiapan petugas dalam menghadapi situasi darurat, khususnya di kawasan dengan kepadatan ekstrem seperti terowongan Mina.
Menurutnya, sistem evakuasi harus dirancang seefektif mungkin mengingat keterbatasan ruang gerak ambulans dan potensi kemacetan massa jamaah.
BACA JUGA:Arab Saudi Wajibkan Kurban Haji Lewat Proyek Adahi, PPIH Siapkan Dua Skema
“Ambulans memang ada di beberapa titik, tapi karena padatnya jamaah, ambulans tidak selalu bisa langsung bergerak membawa pasien ke rumah sakit. Dirawat di tempat dulu,” jelas Harun saat orientasi lapangan bersama tim Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Madinah, Kamis, 29 Juni 2025.
Sistem estafet menjadi solusi krusial dalam kondisi tersebut. Metode ini sebelumnya telah terbukti efektif pada penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya.
BACA JUGA:Produk Indonesia Kian Menggeliat di Pasar Haji: Ekspor Bumbu dan Tuna Tembus Puluhan Miliar
Mekanismenya, saat petugas di pos Ad Hoc atau Mobile Crisis Rescue (MCR) mendapati jamaah yang mengalami kelelahan atau pingsan, penanganan cepat dilakukan di lokasi terdekat terlebih dahulu.
“Jamaah yang mengalami masalah tidak langsung dibawa jauh-jauh, tapi ditangani dulu di pos ambulans terdekat. Kalau memang perlu penanganan lebih lanjut, baru diteruskan dengan estafet ke yang lain,” ujar Harun.
BACA JUGA:Saudi Tegaskan Adahi Jadi Satu-satunya Jalur Resmi Dam dan Kurban Haji 2025, Ini Imbauan PPIH!
Sebagai informasi, kawasan Mina memiliki beberapa terowongan panjang—masing-masing minimal 1 kilometer—yang menghubungkan tenda-tenda jamaah ke area Jamarat, tempat pelaksanaan lempar jumrah.
Di titik-titik tertentu terdapat ruang terbuka dan jalur khusus yang bisa dimanfaatkan ambulans untuk bergerak menuju rumah sakit atau lokasi layanan medis lainnya.
BACA JUGA:Visa Haji Reguler 2025 Hampir Rampung 100 Persen, Kemenag Kawal Ketat Proses Batal-Ganti