ICW, TII, dan IM57+ Institute: Abolisi dan Amnesti Usai Pembebasan Tom Lembong dan Hasto Melemahkan Pemberantasan Korupsi

Senin 04-08-2025,08:40 WIB
Reporter : Ayu Novita
Editor : Subroto Dwi Nugroho

JAKARTA, DISWAY.ID -- Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute menilai perlu adanya pengaturan teknis agar penggunaan hak prerogatif Presiden tidak bertentangan dengan tujuan penegakan hukum, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. 

Peneliti ICW, Almas Sjafrina menjelaskan bahwa pemberian abolisi dan amnesti yang diatur dalam konstitusi sebagai hak prerogratif presiden tidak disertai ketentuan teknis soal pengaturan standar pemberiannya.

"Oleh sebab itu, pertimbangan pemberian abolisi dan amnesti menjadi tidak jelas dan rentan dilakukan dengan sewenang-wenang," kata Almas dalam keterangannya dikutip Senin, 4 Agustus 2025.

BACA JUGA:Wakasau Kenang Pilot Fajar Adriyanto: Penerbang Jet Tempur F-16 yang Aktif Bangun Olahraga Dirgantara Indonesia

BACA JUGA:Segini Nominal Insentif Guru Non ASN Bisa Cek di Info GTK 2025, Lengkap Kriteria Penerima!

Ia mengatakan bahwa perlu diperjelas ketentuan tersebut dalam Undang-Undang agar kewenangan ini tidak dilakukan secara sembarangan dan memperlihatkan dampak yang lebih besar

Sebagai informasi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan selain Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong dan Sekretaris PDIP, Hasto Kristiyanto dari 44 ribu nara pidana terdapat 1.116 orang yang memenuhi syarat mendapat amnesti berdasarkan hasil verifikasi. 

"Mekanisme dan metode verifikasi tersebut perlu dibuka agar pemberiannya tidak kontraproduktif dengan tujuan penegakan hukum sendiri, terutama pemberantasan korupsi," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti TII, Sahel Muzammil menegaskan bahwa pembelian abolisi dan amnesti terhadap kasus belum inkracht adalah bentuk dari intervensi politik penegakan hukum antikorupsi.

"Intervensi lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif mengganggu independensi peradilan. Intervensi tersebut juga berdampak negatif terhadap pengungkapan kasus yang belum final terbukti di persidangan," tuturnya. 

BACA JUGA:Panglima TNI Kenang Mending Marsma Fajar Adriyanto yang Gugur di Ciampea: Kami Sekolah Bareng

BACA JUGA:Warga Palestina Krisis Kelaparan, Menlu Sugiono: Indonesia Siap Kirim 10.000 Ton Beras ke Gaza

"Padahal, pembuktian dalam persidangan diperlukan untuk melihat terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa," lanjutnya. 

Sahel berpandangan apabila sebuah kasus 'ditutup' begitu saja melalui amnesti dan abolisi, proses persidangan akan diangkap hilang dan tidak ada.

"Sekalipun terdapat narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak dapat dibenarkan," tegasnya.

Kategori :