JAKARTA, DISWAY.ID - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Kepolisian Polda Metro Jaya berhasil mengungkap sebuah gudang penyedia obat ilegal yang beroperasi di Jakarta Barat selama empat tahun.
Kepala BPOM, Aruna Ikrar, menjelaskan bahwa operasi penindakan ini melibatkan penyidikan intensif yang meliputi analisis intelijen dan cyber.
"Ini adalah bukti nyata sinergi dan kolaborasi kami dengan aparat penegak hukum. Ini adalah bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menjelaskan bahwa BPOM memiliki tugas dan fungsi penindakan," kata Aruna dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis 13 Oktober 2025.
BACA JUGA:BPOM Jakarta Bongkar Peredaran Obat Ilegal Impor Senilai Rp2,7 Miliar
Lokasi penyidikan berada di Komplek Villa Arteri, Kelapa II, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 30 Oktober 2025. Dimana, petugas menemukan lebih dari 9.000 kemasan produk ilegal.
Total barang bukti yang diamankan berjumlah 65 jenis obat ilegal dengan total nilai mencapai 2,74 miliar rupiah.
Produk yang disita terdiri dari obat tanpa izin edar, suplemen kesehatan, dan produk obat bahan alam yang mengandung bahan kimia berbahaya.
BACA JUGA:Terobosan BPOM: Obat Tradisional Bakal Ditanggung BPJS Kesehatan, Tekan Ketergantungan Impor!
"Efek membahayakan yang mungkin terjadi, antara lain kehilangan penglihatan dan pendengaran, nyeri dada, pembengkakan pada wajah, stroke, serangan jantung, bahkan kematian, jika digunakan dalam dosis tinggi atau jangka panjang," ungkapnya.
Aruna juga mengungkapkan bahwa pelaku berinisial MU telah mendistribusikan produk-produk ilegal ini ke seluruh Indonesia, melalui toko online yang tidak terdaftar.
BACA JUGA:BPOM Angkat Bicara Soal Proses Rekognisi Aturan Presiden Tentang MBG
Penjualan dilakukan dengan sistem pemesanan via aplikasi WhatsApp, yang memungkinkan produk dikirim langsung sesuai resi yang diberikan pelanggan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.
"Pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau setiap itemnya denda paling banyak 5 miliar rupiah," tegas Aruna.