Mahasiswa Unggul, Negara Unggul

Jumat 14-11-2025,10:21 WIB
Oleh: Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph

BACA JUGA:Memperkuat Ketahanan Komunitas

BACA JUGA:Wakil Kepala Daerah Sebaiknya Dihapus, Boros dan Tak Efisien

Dalam budaya digital hari ini, di mana validasi hadir lewat “likes” dan “views”, mahasiswa mudah kehilangan kedalaman: lebih mengejar pujian ketimbang pembelajaran.

Di sinilah relevansi pemikiran Byung-Chul Han—filsuf kontemporer Korea-Jerman—dalam The Burnout Society (2015).

Ia mengingatkan bahwa masyarakat modern penuh kelelahan karena tekanan untuk selalu tampil berprestasi.

Untuk itu diperlukan ruang sunyi, disiplin batin, dan jeda reflektif agar prestasi benar-benar menjadi jalan pertumbuhan, bukan beban narsistik.

Dengan kata lain: prestasi harus dipandu adab, bukan adrenalin.

Sosiolog Robert Putnam dalam Bowling Alone (2000) menekankan pentingnya modal sosial—jaringan kepercayaan, kerja sama, dan kohesi sosial—sebagai fondasi kemajuan negara.

BACA JUGA:Momentum Sumpah Pemuda: Generasi Muda Anti Narkoba

BACA JUGA:Menakar Ruang Fiskal Daerah di Tengah Penurunan Transfer dan Peningkatan Beban ASN

Mahasiswa berprestasi adalah bentuk modal sosial itu: mereka bukan hanya cerdas secara individual, tetapi juga bagian dari jaringan besar yang menggerakkan perubahan.

Program Student Achievement Award ini, jika dikelola konsisten, akan melahirkan komunitas alumni yang kuat: intelektual publik, ilmuwan, penghafal Qur’an, inovator teknologi, akademisi, pekerja sosial, dan pemimpin di berbagai bidang.

Mereka adalah “ekosistem keunggulan” yang akan menopang pembangunan bangsa.

Tantangan Selanjutnya: Merawat Ekosistem Prestasi

UIN Jakarta tidak boleh berhenti pada seremoni.

Tantangan berikutnya adalah membangun sistem yang memastikan setiap mahasiswa, terlepas dari latar sosial-ekonomi, memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh.

Kategori :