AGAM, DISWAY.ID - Peristiwa banjir bandang atau galodo yang melanda Desa Salareh Aia (Selaras Air) Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, pada Kamis (27/11/2025) petang, telah menorehkan luka mendalam dan cerita pilu yang tak terlupakan.
Di tengah kehancuran masif yang menyapu bersih pemukiman warga, muncul sebuah kisah keajaiban dan harapan yang berpusat pada seorang bayi laki-laki berusia tiga bulan, bernama Fathan.
BACA JUGA:Motul Gandeng Alfamart, Kini Produk Resmi Tersedia Praktis di Alfagift
BACA JUGA:Disway Awards 2025 Siap Digelar Hari Ini, Dahlan Iskan Beri Pesan Khusus!
Dia adalah satu-satunya yang selamat dari keluarganya, sebuah fakta yang kini menjadikannya simbol ketahanan di tengah bencana.
Tragedi Keluarga yang Terenggut Arus
Keluarga kecil Fathan tinggal di tepi Sungai Selaras, salah satu dari lima hingga enam rumah yang berjejer di pinggiran sungai, dekat jembatan penghubung desa. Saat air bah datang, rumah mereka habis tersapu. Bayi malang ini tinggal bersama ibu, ayah, nenek, om, tante, dan kakaknya, total tujuh orang.
Tragisnya, Wali Nagari (Kepala Desa) Selaras Air Timur, Ahmad Fauzi, mengonfirmasi bahwa seluruh anggota keluarga Fathan, selain dirinya sendiri, tidak ada yang selamat.
"Malam setelah banjir bandang, saat evakuasi darurat berlangsung di tengah kegelapan dan sisa-sisa reruntuhan, Fathan ditemukan dalam kondisi yang benar-benar ajaib, tersangkut di sebuah pohon yang kokoh berdiri," kata Fauzi, Rabu 3 Desember 2025.
Penemuan bayi sekecil itu di lokasi yang telah menelan semua anggota keluarganya menjadi momen yang sangat mengharukan dan memberi secercah harapan di tengah keputusasaan.
BACA JUGA:Daerah Bencana Banjir Terisolir Tak Perlu Panik, Pemerintah Jamin Beras dan Minyak Goreng Aman
'Bayi Titipan Tuhan', begitulah ia dijuluki, karena keberhasilannya lolos dari maut yang menyergap.
Duka Menyusul di Rumah Sakit
Keajaiban Fathan tak lantas menghentikan rentetan duka. Ayahnya sempat dilarikan ke RSUD Lubuk Basung, namun nyawanya tak tertolong dan menghembuskan napas terakhir pada Jumat (28/11/2025).
Nasib serupa dialami pamannya, yang juga sempat dibawa ke rumah sakit bersamaan dengan Fathan. Namun, ia pun tak tertolong. Kehilangan beruntun ini semakin menegaskan betapa dahsyatnya bencana yang melanda, meninggalkan Fathan sebagai yatim piatu tunggal yang kini harus melanjutkan hidup tanpa sosok-sosok terkasihnya.
Wali Nagari Fauzi menjelaskan bahwa keputusan warga untuk tinggal di tepi sungai didasari oleh keyakinan turun-temurun. Berdasarkan kisah nenek moyang dan bahkan dalam Tambo (cerita turun-temurun), tidak pernah tercatat air sungai meluap hingga sebesar ini.
Bencana kali ini mematahkan semua preseden historis, menunjukkan perubahan iklim ekstrem dan potensi ancaman yang kini jauh melampaui apa yang pernah dibayangkan oleh para pendahulu, membuat warga yang "biasa saja tinggal di pinggir sungai" kini harus membayar mahal.