rating game 3+, 7+, 13+, 15+, 18+,
larangan konten rokok, alkohol, narkotika,
sampai kewajiban menyaring bahasa kasar.
Namun masalahnya tetap sama: publik tidak tahu aturan ini ada. Orang tua tidak tahu cara membaca rating, anak mengunduh game dari platform luar negeri, dan sekolah tidak memberi edukasi literasi digital.
Karena itu, banyak orang tua merasa “sendirian” menghadapi dunia digital anak.
BACA JUGA:Sasar Minimarket, Satgas Akan Tutup Layanan Top Up Game Online yang Terafiliasi Judi Online
Berdasarkan catatan tim bisik Disway, pemerintah sudah membuat aturan tentang pembatasan konsumsi game online.
Salah satunya, Pasal 16A Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal ini menjelaskan tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) wajib memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik termasuk game online.
Tak hanya itu, aturan lainnya yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ranah Digital (PP Tunas).
Regulasi yang diluncurkan pada Maret 2025 itu mewajibkan seluruh platform digital, termasuk game online untuk menerapkan verifikasi dan pembatasan usia berdasarkan profil risiko penggunanya.
Pemerintah telah menetapkan pengelompokan usia untuk game melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Game.
Dalam ketentuan tersebut, penilaian awal terhadap klasifikasi dilakukan langsung oleh penerbit lewat asesmen mandiri. Hasil penilaian itu kemudian diverifikasi oleh penguji klasifikasi yang ditunjuk pemerintah.
Setelah dinyatakan sesuai, penerbit wajib mencantumkan label usia pada deskripsi, kemasan, maupun materi promosi game.
BACA JUGA:Kominfo Ungkap Judol Sasar Anak-anak melalui Modus Game Online
Orang Tua Memahami Tumbuh Kembang Anak
Pada akhirnya, game bukan sekutu, bukan pula musuh.
Yang menentukan adalah siapa yang menemani anak memegang layar itu.