Tarik Ulur Kenaikan UMP 2026: Pengusaha Khawatir, Pekerja Makin Menjerit

Selasa 16-12-2025,07:49 WIB
Reporter : Tim Redaksi Disway
Editor : Fandi Permana

Salah satu suara yang menonjol datang dari ekonom senior, Gede Sandra. Ia secara terbuka menyatakan penentangannya terhadap kenaikan UMP dan mengajukan solusi alternatif yang dinilai lebih efektif untuk meningkatkan daya beli pekerja: menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 12% kembali ke level 8%.

Wacana kenaikan UMP 2026 sendiri masih hangat, dengan serikat buruh mengajukan berbagai opsi kenaikan, mulai dari 6,5% hingga 10,5%, sementara Kementerian Ketenagakerjaan masih menggodok formula baru.

Gede Sandra berpendapat bahwa kebijakan kenaikan UMP yang bersifat parsial hanya menguntungkan sebagian kecil pekerja dan justru berpotensi memicu inflasi harga barang dan jasa. 

Ia menilai kenaikan upah tidak akan signifikan memperbaiki kesejahteraan jika daya beli masyarakat secara keseluruhan terus tergerus oleh tingginya tarif pajak konsumsi.

"Saya sih usul cara yang sangat efektif sebenarnya, yang menguntungkan kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha, adalah dengan cara menurunkan PPN. PPN itu harus diturunkan," ujar Gede Sandra saat dihubungi oleh jurnalis Disway, Senin 15 Desember 2025.

BACA JUGA:Besaran UMP 2026 Batal Diumumkan, Pemerintah Sedang Susun Regulasi Baru Soal Upah

"Jadi saran saya untuk bisa memberikan ruang bagi rakyat pekerja dan juga ruang bagi pengusaha adalah dengan cara menurunkan PPN sampai ke level 8%. Nanti kan ada kekurangan penerima negara, kita bisa tambah kekurangan itu dari sektor lain, misalkan efisiensi-efisiensi lain, atau dengan cara memberantas sebuah kejahatan dalam hal pajak, dalam hal mis-invoicing, atau perbedaan jenis invoice yang biasa dilakukan untuk menyendiri pajak, export, atau import, dan sebenarnya lebih banyak di-export," sambungnya.

Ia merujuk pada dampak kenaikan PPN dari 11% ke 12% yang berlaku sejak 2025, yang dinilai telah menekan tingkat konsumsi rumah tangga secara luas .

Dampak positif penurunan PPN ini, menurut kajian ekonom lain, dapat berupa

 1. Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga: Harga yang lebih murah mendorong masyarakat untuk berbelanja, memacu sektor ritel.

 2. Pertumbuhan PDB: Peningkatan konsumsi dapat mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

 3. Penciptaan Lapangan Kerja: Aktivitas ekonomi yang meningkat membuka peluang kerja baru.

Sementara usulan penurunan PPN mencuat, polemik mengenai formula kenaikan UMP 2026 di kalangan buruh dan pengusaha terus memanas. Serikat buruh menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang dianggap kembali menggunakan konsep lama, yang dikhawatirkan akan menghasilkan kenaikan upah yang sangat minim, bahkan 0% di beberapa kawasan industri besar.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Keuangan sebelumnya telah membuka peluang untuk meninjau kembali PPN pada tahun 2026 guna mendorong daya beli. Namun, keputusan final mengenai UMP dan PPN masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kabinet saat ini.

 

Tim Lipsus Disway.id [Anisha Aprilia, Dimas Rafi, Bianca Khairunnisa, Hasyim Ashari] 

Kategori :