Simalakama UMP 2026: Buruh Ngotot Naik 6 Persen Lebih, Pemerintah Tak Kunjung Beri Kepastian

Kamis 18-12-2025,10:37 WIB
Reporter : Tim Redaksi Disway
Editor : Fandi Permana

Ia mengungkapkan bahwa sekitar 90 persen gajinya habis untuk kebutuhan harian. Sisanya, masing-masing 5 persen dialokasikan untuk dana darurat dan membantu keluarga sekaligus menabung.

"Saya tentu senang kalau UMP naik. Tapi percuma kalau harga-harga melonjak lebih dulu," katanya.

Cikal juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai belum berpihak pada buruh. Ia meminta pemerintah lebih serius memperhatikan kesejahteraan pekerja ketimbang membuka ruang bagi maraknya pinjaman online.

"Daripada menjamin izin pinjol, lebih baik sejahterakan buruh. Naikkan UMP sesuai kondisi sekarang, pastikan upah lembur dibayar, dan lindungi hak pekerja," terangnya.

Sementara itu, karyawan swasta asal Kota Bekasi, Yayan (32 tahun) menilai kenaikan UMP tidak akan mampu mengejar inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok yang disebutnya bisa mencapai 8–10 persen.

"Untuk sewa, kebutuhan harian, dan transportasi saja bisa habis Rp3 juta, itu pun belum termasuk kebutuhan tak terduga," kata Yayan.

Menurutnya, kenaikan UMP mungkin masih cukup bagi pekerja lajang. Namun bagi buruh yang telah berkeluarga dan hanya mengandalkan satu sumber penghasilan, kondisi tersebut sangat memberatkan.

"Kalau UMP 2026 nanti cuma naik Rp120 ribu, mau tidak mau harus cari kerja tambahan atau bahkan pindah daerah," kata Yayan.

Yayan berharap pemerintah belajar dari pengalaman sebelumnya. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang nakal, kemudahan perizinan usaha, serta penyediaan pelatihan kerja yang sesuai kebutuhan pasar.

"Jangan hanya angka UMP yang diumumkan, tapi kesejahteraan buruhnya tidak dirasakan," pungkasnya.

Angka Realistis

Angka kenaikan upah yang dinilai minimalis dan tidak signifikan disebut-sebut tidak mencerminkan angka pertumbuhan ekonomi nasional yang berhasil mencapai target 5 persen.

Kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana sisa pertumbuhan ekonomi tersebut menguap, dan seberapa besar dampaknya benar-benar dirasakan oleh masyarakat pekerja?

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid di kisaran 5 persen seringkali menjadi sorotan utama pemerintah sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Namun, bagi sebagian besar pekerja, angka tersebut terasa seperti statistik belaka.

Menurut data terbaru, kenaikan UMP di sejumlah provinsi diputuskan hanya berkisar antara 1 hingga 3 persen. Angka ini jauh di bawah target pertumbuhan ekonomi, dan bahkan sulit mengejar laju inflasi, terutama pada kebutuhan primer seperti pangan dan transportasi.

"Menurut saya hanya memang kemarin kan sempat Kemenaker bilang bahwa kenaikannya 3% dan itu kan harus ditolak ya karena kan jelas pertumbuhan ekonomi saja 5% masa kenaikan pekerja dibawah pertumbuhan ekonomi dan belum dihitung inflasi kan sekitar 1,5 sampai 2% ya ditambahinlah 5% tambah insulasi kan 7% nah itu wajar segitu memang," ujar Gede Sandra seorang ekonom dari ITB saat dihubungi Disway, Rabu 17 Desember 2025.

"Jadi kalau kita ingin menggerakan perekonomian tidak perlu menggunakan jalan pikir lama dimana kelas pekerja itu harus dibatasi upahnya," sambungnya.

Kategori :