Menurutnya, skema ini dapat berupa bantuan langsung tunai (BLT), subsidi barang kebutuhan pokok, atau program perlindungan sosial
BACA JUGA:Tarik Ulur Kenaikan UMP 2026: Pengusaha Khawatir, Pekerja Makin Menjerit
“Langkah ini penting untuk memastikan bahwa kelompok pekerja yang tidak terjangkau oleh kebijakan UMP tetap memiliki daya beli yang cukup. Selain itu, skema ini dapat menjadi bentuk pengakuan terhadap kontribusi pekerja informal dalam perekonomian nasional,” tuturnya.
Selain perlindungan terhadap kenaikan harga, Achmad juga menilai bahwa Pemerintah perlu memperhatikan aspek legalitas dan kepastian pendapatan bagi pekerja informal.
“Salah satu hambatan utama yang dihadapi oleh pekerja informal adalah sulitnya mendapatkan pengakuan legal atas pekerjaan mereka. Hal ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan sulit mengakses program-program perlindungan sosial,” ungkap Achmad.
“Pemerintah dapat memperkenalkan kebijakan yang mempermudah legalitas usaha atau pekerjaan di sektor informal. Misalnya, dengan menyederhanakan proses perizinan usaha mikro dan kecil (UMK) atau memberikan insentif pajak bagi pekerja informal yang mendaftarkan usahanya secara resmi,” tutupnya.
DPR mewanti-wanti
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta pemerintah untuk memastikan Dewan Pengupahan Daerah dilibatkan secara penuh dalam proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Ia menilai keterlibatan dewan pengupahan menjadi kunci agar formula kenaikan upah adil bagi tiap daerah dan tidak menimbulkan polemik seperti tahun sebelumnya.
“Putusan MK memerintahkan Dewan Pengupahan Daerah terlibat dalam penentuan upah minimum provinsi. Permenaker Nomor 18 Tahun 2021 mengatur bahwa kenaikan UMP harus memperhatikan kebutuhan hidup layak atau KHL, itu itemnya ada 64,” ujar Edy.
Ia pun menambahkan bahwa usulan dari Dewan Pengupahan Daerah akan menjadi dasar bagi gubernur dalam menetapkan UMP.
Edy juga menyoroti bahwa regulasi teknis terkait formula UMP 2026 belum diterbitkan pemerintah.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi pola penetapan UMP 2025, ketika Presiden mengumumkan kenaikan 6,5 persen secara seragam sebelum Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terbit.
BACA JUGA:KSPI Sebut Kemnaker Melawan Arah Kebijakan Presiden Prabowo Soal Kenaikkan UMP 2026
Menurutnya, kebijakan seragam itu tidak mencerminkan kondisi ekonomi daerah yang berbeda-beda.
“Contohnya Maluku, pertumbuhan ekonominya mencapai 35 persen. Kalau kenaikannya cuma 6,5 persen tentu tidak adil, dong,” tuturnya.
Edy mendesak Menteri Ketenagakerjaan segera menerbitkan regulasi baru agar proses penetapan UMP 2026 berjalan sesuai mekanisme.