Pasien Prabowo

Pasien Prabowo

ILUSTRASI Reformasi Polri, Antara Kebutuhan dan Sekadar Keinginan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Pasien No 1. Terbitnya putusan Presiden Prabowo soal reformasi Polri ini mengingatkan saya pada Pasien No 1, pementasan teater Butet Kartaredjasa, pekan lalu. Ternyata Pasien No 1 yang dimaksud Butet adalah ''sakitnya hukum di Indonesia''.

Saat menonton di Taman Ismail Marzuki itu awalnya saya heran: tumben Butet tidak jadi pemeran utama. Ia hanya muncul sekelebatan: adegan saat ia mendaftar sebagai pasien. Ia datang pertama ke rumah sakit hari itu. Ia terdaftar sebagai pasien dengan nomor urut pertama.

Lalu Butet muncul lagi. Sekelebatan lagi. Hanya untuk protes: mengapa diabaikan. Mengapa pasien yang datang belakangan yang dilayani. Bahkan Butet, oleh dokter, justru disuruh bersih-bersih toilet.

Adegan-adegan berikutnya didominasi Cak Lontong dan pasangannya: Akbar. Lucunya bukan main. Penonton terus tertawa. Tidak habis-habisnya. Kadar lucunya tidak menurun sampai pun sudah hampir 3,5 jam. Cak Lontong sendiri memerankan dokter kepala rumah sakit.

Di sela-sela itu Butet muncul lagi. Beberapa kali. Juga sekelebatan. Hanya untuk menagih: mengapa belum juga dilayani. Pasien-pasien lain, yang sakitnya biasa-biasa saja, sudah diperiksa –antara lain karena menyogok.

Di dunia nyata Butet sudah sangat sehat. "Saya sudah tidak pakai tongkat," katanya di sambutan sebelum pementasan. Asu! Ia bisa sembuh. Padahal sakitnya begitu gawat. Begitu lama.

Di akhir cerita, ketika penonton sudah lelah tertawa selama 3,5 jam, Butet muncul memberi klimaks. Ia jadi monolog tulen yang menjadi keunggulannya. Di situlah penonton baru jelas apa yang dimaksud judul teater itu: Pasien No 1.

Dengan pembentukan tim reformasi Polri, ''Dokter Prabowo'' mulai menangani pasien nomor satu Indonesia: bidang hukum.

Yang mengejutkan: ketuanya bukan Prof Mahfud MD –seperti terdengar nyaring selama ini. Yang ditunjuk sebagai ketua adalah Prof Dr Jimly Asshiddiqie. Tapi Prof Mahfud tetap masuk tim: sebagai salah satu dari 10 anggota.

Saya juga kaget tapi bukan kecewa. Itu baik-baik saja. Sangat baik. Rupanya Presiden Prabowo memilih jalan yang lebih tenang: Prof Jimly tidak terasosiasi dengan kekuatan politik mana pun. Sedang Prof Mahfud, Anda sudah tahu, mantan cawapres dari PDI-Perjuangan.

Cara Prof Jimly berkomunikasi juga terlihat lebih ''dingin'' –dinginnya es batu: keras. Anda masih ingat saat Prof Jimly jadi ketua dewan etik yang mengadili ketua Mahkamah Konstitusi: Anwar Usman. Putusannya begitu independen. Ia tidak terpengaruh oleh kekuatan penguasa yang sangat berkuasa saat itu.

''Jalan tenang'' lainnya bisa dilihat siapa saja anggota tim itu: ada tiga mantan kapolri. Masih ditambah kapolri yang menjabat sekarang. Ini sekaligus untuk mengakomodasikan niat dari dalam Polri: bahwa Polri sendiri sudah membentuk tim reformasi.


Komite Reformasi Polri seusai dilantik di Istana Kepresidenan, Jakarta-Anisha Aprilia-

''Jalan tenang'' ini mungkin tidak memuaskan kelompok yang menginginkan perombakan Polri sangat radikal. Tapi Jenderal Prabowo lebih berhitung strategis. Ribut-ribut yang mungkin timbul akibat reformasi radikal akan bisa mengguncang stabilitas. Itu tidak menguntungkan.

Yang penting rambut berhasil ditarik dari dalam tepung tanpa tepungnya berserakan. Presiden SBY –sejak menjabat kassospol TNI– berhasil melaksanakan reformasi TNI dengan sangat mulus.

Padahal sebelum itu TNI menguasai hampir seluruh bidang kehidupan: di jabatan-jabatan pemerintahan, di BUMN, di perpolitikan.

Hebatnya TNI bisa menerima reformasi itu dengan sangat lapang dada –sebagai keharusan sejarah. Padahal TNI punya segala-segalanya untuk menggagalkan reformasi itu. Terutama punya senjata. Tapi TNI pilih menyelamatkan bangsa ini: agar Indonesia bisa menjadi negara sejahtera dan maju.

Tapi setelah 25 tahun TNI kembali ke barak, Anda bisa melihat sendiri apa yang terjadi. ''Pengorbanan'' besar TNI itu belum membawa Indonesia seperti yang diinginkan reformasi. Indonesia masih menjadi pasien. Sudah 25 tahun menjadi pasien. Di beberapa bidang justru kian parah.

Kini ''dokter Prabowo'' menangani pasien itu. Prof Jimly sudah mencanangkan target: dalam tiga bulan sudah bisa melaporkan hasilnya kepada Presiden.

Maka Butet jangan dulu keburu bikin teater dengan judul ''Pasien No 2''. Biarlah Pasien No 1 sembuh dulu –karena bisa saja saat penyakit itu ditangani justru terjadi komplikasi. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 9 November 2025: Meritokrasi Ponorogo

djokoLodang

Punten, Abah. Mohon maaf. Baru sadar bahwa yang dimaksud "Bukan yang mampu" itu "bukan yang kompeten". --koJo.-

Lagarenze 1301

Dari kasus Bupati Ponorogo ini kita bisa tahu jabatan Direktur RSUD ternyata sangat basah. Direktur RSUD Harjono, Yunus Mahatma, pada awal Januari 2025 gelisah mendengar kabar akan diganti. Ia melobi Sekda Agus Pramono. Dari situ ketemu jalan agar tidak diganti. Setor duit. Banyak: Rp 1,25 miliar. Rinciannya, Rp 900 juta untuk Bupati Sugiri dan Rp 325 juta untuk Sekda Agus. Rentang waktu nyetornya dari Februari sampai November 2025. Cuma itu? Masih ada. Dari proyek RSUD Harjono pada 2024. Nilainya Rp 14 miliar. Kontraktor setor 10 persen ke Yunus Mahatma, yang lantas meneruskannya ke Bupati Sugiri. Wow, Rp 1,4 miliar masuk kantong Bupati. Masih ada lagi. Sebelumnya, di masa 2023-2025, Yunus Mahatma begitu rajin setor duit ke Bupati, jumlah nya mencapai Rp 300 juta. Jadi, dari Direktur RSUD Harjono (saja), duit mengalir sekitar Rp 3 miliar. Itu hasil telisik KPK. Jabatan Direktur RSUD ternyata sangat basah. Basahnya bercampur darah dan air mata pasien.

my Ando

salah satu pegawai KPK bertanya kepada Ketua Tim "jadi yg mana Pak yg akan kita tindak" yg ditanya cm mesem sambil nunjuk truck lewat... kebetulan di bak truck tsb ada gambar anjing lucu² trus ada tulisannya BEBAS... ASU KABEH

djokoLodang

-o-- . "Giri lusi jalmo tan keno kiniro".adalah pepatah Jawa yang memiliki dua tafsir utama: ~ pertama: "gunung (giri), cacing (lusi), manusia (jalmo), tidak bisa (tan keno) dihina (kinira)", yang mengajarkan untuk tidak menghina orang lain karena penampilan atau status sosialnya. ~ kedua, "Giri (Gunung), Lusi (Air), Janma (Kelahiran), Tan (Bumi), Kena (Terlibat), Kinira (Semua)" adalah filosofi yang menggambarkan hubungan antara alam dan manusia, dengan arti bahwa manusia tidak dapat menebak masa depan karena segala sesuatu adalah kehendak Yang Mahakuasa. *) Makna filosofi Jangan menghina orang lain: Pepatah ini menekankan pentingnya tidak menghakimi atau meremehkan orang lain, karena kita tidak tahu masa depan mereka. Seseorang yang dianggap rendah saat ini bisa saja menjadi sukses di masa depan. Menghargai semua makhluk: "Giri lusi jalmo tan keno kiniro" juga bisa diartikan sebagai ungkapan yang mengajarkan untuk menghargai semua makhluk, dari yang terbesar hingga yang terkecil, karena semuanya memiliki peran dan nilai. Manusia tidak bisa menebak masa depan: Filosofi ini juga menyoroti bahwa hanya Tuhan yang tahu masa depan. Manusia hanya bisa berusaha dan merencanakan, serta menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Ikhtiar dan berserah diri: Pepatah ini mengajarkan pentingnya berikhtiar semaksimal mungkin sambil tetap berserah diri kepada kehendak Tuhan. --0-

Mbah Mars

Di sebuah kafe, dua pejabat sedang ngobrol. P1: "Kok bisa menjabat Bro.Kelebihanmu apa ?", P2: Saya orang bisa dipercaya!" P1: "Ckckckckck" P2: "Dipercaya bisa bayar lebih dari yg lainnya!" P1:"Oooalahhh" P2:"Kalau ente dipilih bos karena apa, bro ?" P1:"Aku bisa menduduki jabatan karena wibawaku" P2:"Weh keren" P1:"Wii bawa amplop tebal, bro" P2:"Wooo jebul sama"

Ima Lawaru

Saya kadang membayangkan ini, jika kuis Who Wants To Be A Millionare itu masih ada, dan pesertanya adalah perusuh Disway, saya bayangkan mereka bakalan menggondol uang 1 M dengan mudah. Soalnya di kampus kecil Disway kita selalu diajak Abah menyelam, terbang, berlari, merangkak, dan menyaksikan jatuh bangunnya manusia baik dari segi bisnis, politi, asmara, dll. Bahkan kampung-kampung kecil Amerika seperti Hays bahkan kita bisa tahu. Kita juga bisa tahu ternyata ada musholah di sana. Saya juga terkesan dengan Chris dan John Mohn, dkk, yang punya rutinitas bedah buku secara offline dari rumah ke rumah. Saya, dkk, sedang membangun diskusi buku seperti mereka. Tapi jalur online. Karena kami terpisah jarak. Apakah para perusuh budiman tidak berminat membangun diskusi buku online per bulan? Di tengah merosotnya minat baca orang Indonesia, bukankah dari Perusuh Disway kita bisa memulainya? Hehe.

Ahmed Nurjubaedi

Kepemimpinan memang 'sesuatu' yang aneh. Setidaknya itu yang saya lihat di Indonesia. Mungkin akar budayanya, bisa dilihat sejak Ken Arok berhasil menggulingkan Tunggul Ametung hanya dalam waktu 3 bukan sejak menjadi prajurit Tumapel. Dan merebut tahta Kediri hanya dalam 2 tahun sejak menjadi penguasa (bupati?)Tumapel. Asal-usul Arok tidak jelas. Tapi ia memang sakti dan cerdas. Ia konon disegani bahkan oleh para perampok karena kesaktian, keberanian, kejujuran cum kesetia-kawanan, dan keadilannya. Rupanya, banyak yang ingin meniru Ken Arok menjadi raja. Tapi melupakan kesaktian, keberanian, kejujuran cum kesetia-kawanan, dan rasa keadilan-- suatu kualitas merit-- yang dimiliki Arok. Rasanya baru Singapura yang berhasil membumikan dan menerapkan merit sistem lebih utuh. Hanya yang benar-benar pintar (sakti), berorientasi hasil dan strategis dalam berpikir dan bertindak (berani), jujur-adil-berjiwa nasionalis (tidak korupsi dan setia kawan) yang bisa jadi pegawai dan (terutama) pejabat pemerintah. Dan hukum menjadi panglimanya. Membaca Ken Arok yang jauh jaraknya dengan masa kini mungkin kabur dan membingungkan. Membaca, mengadopsi, dan mengadaptasi Singapura nampaknya akan lebih "MUDAH". Lee Kwan Yew memulainya dengan satu paket keberanian, kejujuran, dan keadilan (hukum).

Prieyanto

Dari tulisan tersebut tersirat ada 'kemarahan' dan 'kemaluan'. Marah karena yang dilakukannya, Tidak habis pikir. Begitu sepele. Begitu sembrono. Begitu nista. Malu karena ia, Pernah jadi anak buahnya. Pernah disanjung-sanjung. Dan menyangka telah mengenal begitu dalam. Abah DI, jadilah The Nin King untuk Monumen dan Museum Reog Ponorogo, agar kelak ada yang mencium kakimu. #prie

Satya Laksana

"Politicians and diapers must be change often, and for the same reason" (Mark Twain). Politisi dan popok bayi harus sering diganti, karena alasan yang sama. Semakin hebat pemimpin, semakin prestatif, semakin dipuja, semakin cepat mendapatkan zona nyaman. Secepat dia menyerap "kotoran masyarakat" (berupa kemiskinan dan maslalah sosial lainnya sehingga sedikit membuat yang mereka layani merasa nyaman), semakin cepat dia lupa diri, sehingga kotoran masyarakat yang dia serap / bersihkan, bisa bocor karena gak kuat menahan hajat pribadi, Pemimpin bercitra diri religius, setiap Jumat berkhutbah, mungkin harus berharap diselamatkan Alloh agar husnul Khotimah. Seperti Walikota Bandung, yang wafat di Masjid balai kota, ketika hendak bangkit menjadi khotib Jumat. Wallohu a'lam.

Sri Wasono Widodo

Ketika Pilkada berlangsung,, Sugiri menelepon Gus Kautsar (Ploso): "Piye Gus, Aku wis gak ISO obah" (artinya kehabisan dana). Gus Kautsar dengan nada humor menjawab: "Sejak kapan awakmu duwe duwit". Sugiri pun minta didoakan. Gus Kautsar:"Mugo mugo yen awakmu kalah diparingi jembar atimu". Sugiri:"Lho kok ngono". Ternyata Sugiri menang namun akhirnya terjerat kasus. Dia terkena second term curse, meniru 21 presiden AS dari George Washington sampai Barack Obama

Ahmed Nurjubaedi

Bagaimana caranya Singapura memelihara merit sistemnya? Melalui investasi sangat besar di bidang pendidikan. 1. Sejak level SD, kemampuan dan nilai akademis siswa akan dipantau dan sangat mempengaruhi jenjang pendidikan berikutnya. Tidak demokratis bahkan terkesan dan terasa sadis. Tidak heran jika stres sudah akrab di kalangan siswa sejak SD. 2. Nilai saat lulus SMP akan menentukan apakah siswa akan bisa masuk SMA atau masuk SMK. Jika nilai bagus, maka bisa lanjut SMA, lalu kuliah. Jika nilai kurang dari standar yg ditetapkan, maka harus masuk SMK. Lalu kerja 2 tahun, baru bisa ambil Diploma, dan jika nilainya baik, bisa lanjut ke jenjang sarjana. 3. Mau jadi guru? Kuliahnya harus di Nanyang Institute of Education dengan syarat nilai akademik di atas rata-rata. 4. Kampus negeri macam NUS disupport luar biasa. Infrastruktur terbaik dibangun dan terus diupdate. Dosen terbaik didatangkan dari seluruh dunia. Digaji dan diberi fasilitas sesuai permintaan sang dosen. 4. Anggaran pendidikan yang sangat besar. Dukungan biaya pendidikan per anak sekitar 30 juta per tahun (bandingkan dengan Indonesia yang hanya sekitar 1 jt per tahun). Anggaran pendidikan Singapura "HANYA" sekitar 10% dari APBNnya. Bagaimana dengan Indonesia?

Leong Putu

Weeeeh dikala Pak Bos menyertakan kata "Miskin" dan kalimat "Singkong yang dikeringkan" di artikelnya kali ini, sontak Saya teringat kembali akan memori indah di masa nan lampau. Dikala tinggal di rumah mewah. Nasi cacah dan nyat-nyatan gerang + terong bulat merupakan salah satu makanan ternikmat yang bisa kami santap kala itu. Nasi cacah merupakan perpaduan antara nasi (beras) yang dimix dengan cacah. Cacah adalah singkong yang digobet lalu dijemur hingga kering. Nyat-nyatan gerang adalah masakan khas Bali (mungkin), yang terbuat dari gerang (ikan teri yang dikeringkan) berbumbu mirip kare yang dimasak hingga airnya nyat (menyusut nyaris habis). Memek (ibu dalam bahasa Bali_red) waktu itu selalu menambahkan terong kecil hijau sebagai pelengkap. Saat menulis komen ini Saya pejamkan mata sejenak seraya membayangkan kembali nikmat aromanya dan rasanya. Bay de way. Cacah dan jagung (beras) merupakan cadangan pangan masyarakat (maaf) "miskin" yang umum jaman itu.

Satya Laksana

Berarti lebih baik di zaman orde Baru ya. Ada anekdot begini: Sebuah koran memuat judul berita besar-besar: "50 persen Pejabat di Indonesia Korupsi" Karena koran ini dianggap Subversif, sontak anak buah pak Harmoko, Menteri Penerangan waktu itu mendatangi redaksi koran itu, Meminta koran itu merevisi berita atau korannya dibredel. karena takut akhirnya Redaksi menyanggupi untuk merevisi berita itu pada esok hari. Esoknya, dikoran tersebut headline nya telah diganti: "50 Persen Pejabat di Indonesia Tidak Korupsi" Akhirnya koran itu gak jadi dibredel

ALI FAUZI

Turut berbela sungkawa atas meninggalnya meritokrasi. Semoga almarhum mendapat tempat di sisi-Nya. dan keluarga yang ditinggalkan segera move-on demi Indonesia yang lebih baik.

Leong Putu

Aaah pean terlalu meden medeni, Cak... Lha wong ojobku perhatian biaaanget kok... Berangkat kerja, pulang kerja, selalu minta update posisi kok.... Pa, dah sampai mana? Dah sampai kantor? Fotonya mana? Pulangnya juga gitu.. Pulang jam berapa? Dah sampai mana? Selfie nya mana? Nah...iki bukti bojo perhatian...gak koyok pean... Mbolang ng ndi-ndi ora tau di perhatikan...sak no

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

KASUS KORUPSI PERTAMA YANG DIUNGKAP SEJARAH.. Ternyata, korupsi bukan barang baru di Nusantara. Konon, kasus pertama yang tertua adalah terjadi pada sekitar 200 tahun yang lalu, yaitu korupsi atas proyek Jalan Raya Anyer-Panarukan (1808–1811), yang terjadi pada masa Gubernur Jenderal Daendels. Para bupati lokal, khususnya trayek Anyer - Batavia - Bogor - Bandung - Cirebon, dicurigai menyelewengkan upah pekerja — yang seharusnya 10 sen per minggu plus beras dan garam — untuk keuntungan pribadi bupati pribumi. Namun menurut sejarawan Christopher Reinhart dari "Nanyang Technological University", narasi korupsi ini masih diperdebatkan: 1). Tidak ada bukti arsip tentang aliran dana dari atas ke bawah. 2). Proyek dari Anyer- Batavia- Bogor - Bandung Cirebon dikelola langsung pemerintah kolonial. Sehingga ada yang curiga bahwa cerita sejarah itu "hoax" dan ada unsur "fitnah" di dalamnya. Tapi sengaja dihembuskan untuk "cuci tangan". Karena yang korupsi, saat itu,,sebenarnya adalah pejabat Hindia Belanda sendiri. Meskipun begitu, menurut buku "Dua Abad Jalan Raya Pantura" karya Endah Sri Hartatik, korupsi oleh bupati lokal itu beneran ada. ### Ceritera ini bukan pembenaran untuk melakukan korupsi saat ini, dengan alasan, korupsi adalah warisan budaya tak benda.. Ha ha..

istianatul muflihah

Politik zaman VOC dikenal dengan devide et impera. Politik zaman sekarang masih mbulet di area politik golek balen. Selama ongkos politik mahal, otak pejabat isinya tidak jauh dari hukum ekonomi sederhana. Mendapatkan hasil sebanyak banyaknya, dengan modal se sedikit sedikitnya. Masalahnya, modal yang keluar sudah terlanjur banyak. Kalau neraca tidak balance, kalau kata Cak Mul, Amsiong.

Johannes Kitono

Meristokrasi Mewah. Sudah lama Meristokrasi jadi barang mewah di NKRI. Kasus Gubernur Riau dan Bupati Ponogoro kena OTT hanya apes saja. Mana ada izin gratis dinegeri Konoha. Misalnya izin lokasi Tambak Udang ribuan ha di Lampung juga sama. Sebelum reformasi God Fathernya adalah tentara. Pangdam di Provinsi Konoha. Sesudah reformasi setoran masih sama ganti pada Ketua DPP Partai Coklat. Setiap bulan sebelum tanggal 10 harus mampir ke kantornya. Dengan bangga tanpa risih Ketua partai tunjukkan daftar nama nasabahnya. Sekitar 40 dikali 25 - 50 juta/ bulan. Nilainya pasti lebih tinggi dari gaji Dirut Jawa Pos. Jadi anggota Partai Coklat selain harus tes juga bayar. Biarpun untuk dapat pangkat 1 balok saja. Kata Meristokrasi hanya ada di Seminar dan buku Manajemen saja. Apakah ini Underground Economy yang mau di berantas oleh Presiden Prabowo. Kita tunggu hasilnya. Asal jangan janji akan dilakukan menjelang Pilpres 2029. Ini hanya mengulangi Thema khas Capres negeri Konoha.Semoga Semuanya Hidup Berbahagia.

Hasyim Muhammad Abdul Haq

Bupati jual jabatan itu nggak perlu kaget. Bupati itu hanya menjalankan rantai distribusi. Bupati menjual jabatan itu karena dia juga KULAKAN JABATAN! Bupati itu kulakan jabatan dengan membeli suara ke masyarakat. Dia itu mengepul suara dengan cara membagikan amplop ke pemilih. Modalnya? Tentu saja (sangat) besar. Setelah terpilih, Sang Bupati berubah menjadi distributor. Menjual jabatan secara grosir ke pajabat yang mau menjadi Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Kepala OPD menjual ke kepala bagian di bawahnya. Lanjut ke pengusaha yang ingin mendapatkan proyek. Proses di atas harusnya tidak terjadi jika pengawasnya, yaitu DPRD, menjalankan fungsinya. Tapi DPRD juga sama-sama berdagang, mereka kulakan dan menjual lagi "suara"-nya ke eksekutif. "Konsumen" (korban) terakhir, kembali ke masyarakat yang memilih. Uang hasil pajak yang seharusnya untuk dinikmati rakyat, hanya tersisa beberapa tetes saja. Uangnya habis di jalan. Bupati dan Wali Kota yang menjual jabatan sebenarnya mereka tidak sendiri dalam "rantai distribusi" ini. Sumber produksinya justru asalnya dari rakyat sendiri. Kebanyakan rakyat kita tak sadar merusak kehidupannya sendiri ketika menjual suaranya. Itulah kenapa kebodohan di negara ini terus dilestarikan.

Hery Purwanto

Prihatin dengan OTT bupati Sugiri Sancoko. Sebagai "dlondonge asli wong Ponorogo" kalau mengerti dan memahami istilah warok dan waro' tidak melakukan tindakan yang memalukan terrsebut. Serupa pengucapan tapi berbeda artinya. Warok adalah seorang sakti mandraguna dan memiliki sifat2 keutamaan yang melekat padanya sedangkan waro' dalam bahasa Arab adalah orang yang selalu berhati2 dalam ucapan dan tindakannya dari hal2 yang tidak baik. Sudah menjadi rahasia umum di Ponoorogo, bahwa yang menjadi bupati adalah bergantian antara "kulon kali" dan "wetan kali" merujuk pada sungai sekayu yang membelah wilayah kabupaten. Untuk periode jabatan kedua ini kesannnya mematahkan mitos diatas. Benarlah yang dikemukakan Lord Acton sejarawan Inggris abad ke--19 bahwa "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely" dan mitos itu benarlah adanya bagi yang masih mempercayainya.

Suardi Usman

Meritokrasi Ponorogo terasa seperti cermin: kita lihat wajah sistem yang katanya adil, tapi ternyata masih bisa dibeli. Reog-nya megah, tapi topengnya retak. Namun begitulah.. Selama uang yang jadi panglima dan faktor utama sistem pemilihan kita, ini akan menjadi hal biasa. Saatnya memikirkan dan merubah sistem pemilu kita. Dari uang sebagai faktor utama, menjadi Moralitas dan integritas sebagai panglima. Bayangkan kalau integritas bisa dibakar kayak gamping di Sampung, mungkin kita sudah punya semen moral yang kuat di negeri ini. Sayangnya, yang keburu hangus justru nurani. .

mario handoko

selamat pagi bp jokosp, mbah mars. menurut bp jokosp. "dapatnya gag seberapa" itu, termasuk underground economy yg dibahas abah kemarin?

Jokosp Sp

Wis Abah gag usah ditulis-tulis lagi para pejabat itu, apalagi mau dipanggil untuk sesi wawancara dan dimasukan di Disway. Timbang kisinan. Dapatnya gag seberapa, tapi "MALU"nya itu gag bisa dihapus sekedar klarifikasi di tulisan berikutnya di semua kelompok Disway. Jangan pakai istilah-istilah : Kapok lombok - kapok sekali tapi pingin-pingin lagi. Atau pakai istilah politisi : Sing penting jadi duwit, bentar juga rakyat lupa. Kami masih ingat dengan sangat baik catatan Abah sebelumnya , dengan "SANJUNGAN"nya itu. Akhirnya tak ada artinya kan?. Ngisin-isini wae. Njelehi kelakuane para pejabat Kanoha.

Mbah Mars

Dalam pelatihan anti korupsi terjadi tanya jawab: "Pak pemateri, apakah koruptor itu takut Tuhan", tanya peserta. "Tidak. Tidak ada takutnya sama Tuhan" "Apa tdk takut neraka, Pak", timpal peserta lain. "Tidak. Koruptor tdk takut neraka" "Tidak takut penjara?", tanya yg lain. "Apalagi hanya penjara. Apa yg ditakuti" "Kalau sangsi sosial ? Apa koruptor tdk takut?" "Siapa takut ?Sangsi sosial mah kecil itu" "Lalu, koruptor takut kepada siapa, Pak", kata peserta hampir bersamaan. "Koruptor tdk takut siapa². Kecuali satu hal" "Siapa yg ditakuti ?", tanya peserta. "Koruptor takut daging babi" "Kok bisa ?" "Kalau tdk percaya, beri para koruptor yg di bui itu daging babi. Mereka pasti menolaknya. Katanya haram", pungkas pemateri.

Everyday Mandarin (Study in Taiwan & China)

Beberapa hari lalu, ngobrol dengan seorang direktur PMA di Parungkuda, Sukabumi, Jabar. Dia mengeluhkan jalanan kawasan luar pabrik yang rusak. Dan bertanya, ke mana untuk komplain masalah ini. Karena kl di negaranya, biasa ditangani DPRD. Dan DPRD langsung tanggap. Tapi, di Indonesia, jarang terdengar DPRD mengerjakan hal² sprt ini, kecuali jalanan di depan rumah DPRD-nya sendiri yang rusak. Saya bilang, "Ke medsos aja, lebih efektif biasanya". Jawaban yang sebenarnya terdengar konyol di telinga org negara maju. Tapi, bukankah itu yang sering kita baca? Viral di medsos, pemerintah baru bergerak.

mario handoko

selamat pagi sobat tivibox. untuk mencegah luka. orang harus dididik hati2 berjalan. dan harus disiapkan infrastruktur nya. rambu2, peta petunjuk jalan, penerangan dll. untuk mencegah korupsi. selain disiapkan reward punishment yg tegas. juga harus disiapkan sistem dan peraturan yang jelas, tidak abu2. tidak perlu kejar mengejar sampai kutub utara. uu perampasan aset di depan meja aja, entah kapan di tanda tangan.

Tivibox

Apakah OTT dapat mencegah korupsi, suap dll ? Pertanyaan yang sering ditanyakan orang dan paling sering juga mendapat jawaban beragam. Ada yang menjawab : TIDAK. OTT itu hanya tindakan sementara saja, tapi tidak menuntaskan, apalagi mencegah. Ibarat kaki yang sudah luka lalu infeksi. Dia terasa sakit, nyeri dan bernanah. OTT itu hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja. Tapi tak menyembuhkan luka. Untuk mencegah luka, orangnya harus dididik untuk berhati-hati berjalan, memakai alas kaki yang baik. Jangan biarkan benda asing menggores kaki. Begitu pula korupsi. OTT tidak bisa mencegah. Dia hanya bekerja di permukaan. Sedangkan akar masalahnya masih tetap subur. Yaitu, mental korup dan serakah. Bagaimana mencegahnya ? Pakai cara negeri Tiongkok. Tiru dan terapkan dengan sungguh-sungguh. Tanpa ampun. Pasti banyak yang keder. Berani ?

Heiruddin Arafah

Sejak chd#1 sampai chd#hariini, suka baca komentar perusuh krn tambah knowledge, dan bikin senyum sendiri. Bahkan komen sekelas mbah prof (lupa nama) juga masih tengok (tp nda percaya isinya).

Wilwa

Dalam bahasa Mandarin ada pepatah dalam 4 aksara. 杀鸡儆猴 Shā Jī Jìng Hóu. Kill 杀 Chicken 鸡 Scare 儆 Monkey 猴. Konon ini pernah diterapkan Sun Tzu 孙子 / 孫子terhadap 180 selir Raja kerajaan Wu 吴/吳. Ceritanya di era Musim Semi Musim Gugur / Spring Autumn / Chūn Qiū 春秋 (770-476 BC) Dinasti Zhou 周 (1046-276 BC), Raja kerajaan Wu setelah membaca Art of War alias Bīng Fǎ 兵法 (兵 = Soldier, 法 = Rule, Law) alias Soldier’s Rule meminta Sūn Zǐ 孫子 membentuk pasukan wanita dari para selir untuk membuktikan teorinya. Sun Tzu kemudian membagi 180 selir menjadi dua kelompok. Dua selir favorit raja dipilih jadi dua pemimpin kelompok. Awalnya para selir berlatih militer sambil cekikikan dan tidak mematuhi Sun Tzu. Sun Tzu berkata bahwa bila perintahnya tak jelas maka itu kesalahannya tapi bila perintahnya jelas maka itu kesalahan dua officer/pemimpin yang ditunjuknya. Para selir tetap cekikikan dan kemudian Sun Tzu menghukum mati dua selir favorit raja tersebut. Setelah itu barulah para selir ketakutan dan serius mengikuti perintah Sun Tzu. Dan terbentuklah pasukan wanita tangguh yang terdiri dari para selir raja Wu. Walau kisah ini mungkin fiksi namun pepatah 4 aksara inilah yang diterapkan Zhu Rong Ji 朱镕基 untuk mendisiplinkan para pejabat dari perilaku korup. Menghukum mati ribuan pejabat korup untuk membuat jutaan pejabat lain takut untuk melakukan korupsi. Serius dan tak main-main dengan jabatan yang diembannya. Sehingga Tiongkok bisa menjadi kekuatan ekonomi yang disegani dunia saat ini.

Bahtiar HS

Nek pancen bener tuduhan piyambake Kang SS main jualan jabatan, aku sbg Cah Ponorogo sing diaspora nang perantauan cuma pengin ngomong: Jaaan mbelgedes tenan sampean, Kang! Tiwas gede sirahku sebab bupatiku cedak karo wong cilik. Karo rakyat. Pantes dadi pepundene wong Ponorogo. Tibake sampean omblog thok! Jas bukak iket blangkon. Sama jugak Sami mawon karo liyane! Nek ngene iki raiku tak deleh nang endi, Kang. Isin aku karo Cak Mul. Wong Darjo kancaku kae. Tibake ora beda karo bupatine. Nek engkok bener sampean mlebu penjara awit terbukti OTT PKP kuwi, aku cuman pengin "misuh": Sampean pancene gombal mukiyo! (Nanging nang njero ati ae). Wis ngono ae!

rid kc

Tidak usah tingkat kabupaten, tingkat desa aja udah main "berani berapa" untuk jadi perangkat desa. Pemilihan perangkat desa di tetangga desa saya ada warga yang berani bayar Rp. 500 juta hanya jadi Sekdes dan itu sudah tarip umum. Bayangkan jadi sekdes aja Rp. 500 juta apalagi di atasnya. Uang segitu banyak pastilah tidak hanya seorang yang menikmati tapi mengalir sampai jauh. Inilah fenomena otonomi daerah. Miris.

Macca Madinah

Selama UU perampasan harta koruptor "Is blowng in the wind" tidak usah ngarep dehhh. Kan lumayan banget, korupsi 100 ember paling ditahan 10 tahun, dikurangi2 krn kelakuan baik (pasti keahliannya kalau diperhatiin), bisa jd 5 tahun, wah ember masih melimpah, keluarga masih makmur tujuh turunan, gpp deh berkorban masuk ruang jeruji dulu. Itu juga kalau kena ott. Kalau gak kena, wah semangkin2 dah.

Satya Laksana

Mekanisme pasar jual-beli jabatan sudah terbentuk sejak lama. Tanpa keterlibatan Kepala Daerah sebagai "Kepala Pasar", transaksi kemungkinan besar tetap terjadi. Bandar penjualnya bisa puncak elit birokrasi (Sekda atau Kepala Badan Kepegawaian), atau birokrat di bawahnya, sempai kepada petugas pengetik SK. Tanda tangan Kepala Daerah di atas selembar kertas Surat Keputusan itulah komoditas yang dijual. Tentu sangat merugikan secara materi, dan secarage dianggap sangat lugu dan naif, bila kepala daerah tidak bertindak sebagai bandar atau "Kepala Pasar". Apalagi nama kepala daerah akan digunakan para penjual dan calo untuk menentukan harga. Selain akan merugikan secara materi, Kepala Daerah yang bersih, tidak mau terlibat dalam mekanisme pasar, kemungkinan besar tidak akan disukai oleh pemain atau pelaku pasar. Seorang Tokoh Besar Konoha yang sering juga dipuji oleh Abah pernah bilang OTT KPK itu kampungan dan menghambat investasi. Qutes dia yang fenomenal: "Kalau mau bersih-bersih tinggal di Surga saja kau.. "

alasroban

Bukan sekali 2 kali, rakyat Indonesia mendapat pemimpin yang kualitasnya 'mbelgedes'. Semoga segera ketemu formula baru. Agar memungkinkan terpilih yang betoel-betoel berkualitas. Jika anda membandingken pidato-nya Mamdani dan DT. Anda akan segera tahu mana yang keren. Mamdani layak jadi wapresnya Prabowo,... Eh,.... wkwkwkwk,....

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 149

  • suryanto bagelen
    suryanto bagelen
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • Pryadi
    Pryadi
  • Pryadi
    Pryadi
  • Kurniawan Roziq
    Kurniawan Roziq
  • Pryadi
    Pryadi
    • Wilwa
      Wilwa
  • Jo Neca
    Jo Neca
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Hendro Waluyo
    Hendro Waluyo
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Jo Neca
      Jo Neca
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
    • Belajar ai
      Belajar ai
  • Belajar ai
    Belajar ai
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
    • Wilwa
      Wilwa
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Bahtiar HS
    Bahtiar HS
    • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
      Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • yea aina
    yea aina
    • Bahtiar HS
      Bahtiar HS
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Pryadi
    Pryadi
    • Pryadi
      Pryadi
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Wilwa
      Wilwa
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Liáng - βιολί ζήτα
    Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
  • Wilwa
    Wilwa
    • Wilwa
      Wilwa
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • Prieyanto
    Prieyanto
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • mario handoko
      mario handoko
  • Imam Subari
    Imam Subari
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • alasroban
      alasroban
    • Belajar ai
      Belajar ai
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Hendro Purba
    Hendro Purba
  • Jokosp Sp
    Jokosp Sp
    • Tivibox
      Tivibox
    • Belajar ai
      Belajar ai
  • Thamrin Dahlan YPTD
    Thamrin Dahlan YPTD
    • mario handoko
      mario handoko
    • Thamrin Dahlan YPTD
      Thamrin Dahlan YPTD
  • Belajar ai
    Belajar ai
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Supri Yanto
      Supri Yanto
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • Tivibox
    Tivibox
  • Muh Nursalim
    Muh Nursalim
  • Belajar ai
    Belajar ai
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
  • Ima Lawaru
    Ima Lawaru
  • Belajar ai
    Belajar ai
    • Belajar ai
      Belajar ai
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Ahmed Nurjubaedi
    Ahmed Nurjubaedi
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Ulil Abshor
    Ulil Abshor
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Runner
    Runner
  • Saiful Bahri
    Saiful Bahri
  • Tiga Pelita Berlian
    Tiga Pelita Berlian
  • dabudiarto71
    dabudiarto71
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Johny Frelix
      Johny Frelix
  • Mbah Mars
    Mbah Mars
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Mbah Mars
      Mbah Mars
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Jo Neca
      Jo Neca
    • Belajar ai
      Belajar ai
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • alasroban
      alasroban
  • Taufik Hidayat
    Taufik Hidayat
  • Mulamu
    Mulamu
  • riansyah harun
    riansyah harun
  • rian
    rian
  • xiaomi fiveplus
    xiaomi fiveplus
    • Belajar ai
      Belajar ai
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Jo Neca
    Jo Neca
    • Satya Laksana
      Satya Laksana
  • Sugi
    Sugi
  • Komar Udin
    Komar Udin
  • Maman Lagi
    Maman Lagi
  • Eko Darwiyanto
    Eko Darwiyanto
  • heru pujihastono
    heru pujihastono
    • Aku dan kita Official
      Aku dan kita Official
  • Sri Wasono Widodo
    Sri Wasono Widodo
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Satya Laksana
    Satya Laksana
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Wilwa
      Wilwa
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • heru pujihastono
    heru pujihastono
  • Kujang Amburadul
    Kujang Amburadul
    • Komar Udin
      Komar Udin
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • Mbah Mars
      Mbah Mars
    • Jo Neca
      Jo Neca
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • DeniK
    DeniK
    • Kujang Amburadul
      Kujang Amburadul
  • my Ando
    my Ando
  • rid kc
    rid kc
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • Four Birds
      Four Birds
  • Ima Lawaru
    Ima Lawaru
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • Aku dan kita Official
      Aku dan kita Official
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Ima Lawaru
    Ima Lawaru
    • Aku dan kita Official
      Aku dan kita Official
    • Ima Lawaru
      Ima Lawaru
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • ra tepak pol
    ra tepak pol
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN

Berita Terkait