Lumbung Itu Tidak Untuk Ayam

Lumbung Itu Tidak Untuk Ayam

Berita ini kurang baik. Kilang kebanggaan anak bangsa ini tutup. Tidak terlalu menarik perhatian media, tapi mengusik perhatian saya.

Lokasi kilangnya di pusat pengeboran minyak Cepu.

Namanya Cepu tapi wilayahnya Bojonegoro. Saya pernah mengunjunginya.

Saya pikir inilah ayam yang bertelur di lumbung padi. Tidak menyangka. Empat tahun kemudian ayam itu mati.

Berita media tidak terlalu lengkap. Tidak dalam. Menyisakan banyak sekali pertanyaan.

Saya cari nomor HP penggagas kilang ini: Rudy Tavinos. Anak Padang lulusan kimia ITB (1989). "Anak Padang" kelahiran Banjarmasin.

Sungguh saya ingin tahu lebih banyak. Tapi sampai tulisan ini harus terbit belum ada jawaban darinya.

Waktu itu saya sungguh tertarik dengan konsep kilang ini. Kilang pertama yang sepenuhnya didesain oleh anak bangsa. Ya si Rudy itu.

Juga kilang pertama yang ukurannya kecil: 8.000 barel. Kecil tapi desainnya dibuat modular. Kalau kebutuhan lebih besar bisa ditambah modul kedua. Ketiga. Keempat. Dan seterusnya.

Maka ketika kilang itu diberitakan mati saya kaget. Padahal sudah sempat dikembangkan modul kedua.
Ide kilang ini saya anggap brilian: dibangun di dekat sumur minyak.

Dengan demikian tidak perlulah minyak mentah diangkut ke sana ke mari.

Dikumpulkan dulu dari berbagai lapangan. Agar mencapai jumlah tertentu. Baru dikirim ke pengilangan. Padahal kilangnya jauh sekali. Harus di pinggir laut.

Ada minyak mentah yang harus dikirim ke kilang 'terdekat' dengan kapal laut. Tanker. Atau dikirim dengan pipa ratusan kilometer. Pastilah biayanya lebih mahal.

Kilang kreasi Rudy ini bisa dibilang 'kilang mulut tambang'. IRR-nya pasti lebih baik. IRR adalah rumus perhitungan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal.

Pengusaha biasanya tertarik kepada bisnis yang IRR-nya di atas 14. Modal bisa kembali dalam waktu 5 tahun.

Untuk mewujudkan idenya itu Rudy menggandeng PT TWU. Milik temannya. Jadilah kilang itu populer dengan nama kilang TWU. Belakangan uangnya tidak cukup. Diundanglah Saritoga. Perusahaan keuangan milik grupnya Sandiaga Uno. Yang sekarang menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta Raya. Saratoga memegang saham 70 persen.

Kilang ini memang kecil. Tidak seperti Balongan yang raksasa. Yang bisa sampai 125.000 barel. Hukum membangun kilang memang begitu: harus besar.

Setidaknya dua kali Balongan. Bisa lebih efisien. Namun biayanya juga gajah bengkak: Rp 100 triliun. Sekitar itu.

Mencari pinjaman Rp 100 triliun tidaklah mudah. Apalagi menyediakan modal sendiri. Apalagi IRR untuk sebuah refinery besar kurang dari 10. Tidak menarik. Secara bisnis.

Akibatnya rencana membangun kilang selalu gagal. Oleh pemerintah lama maupun baru. BBM impor terus. Terutama dari Singapura.

Jadilah kilang Balongan sebagai kilang terakhir yang pernah berhasil dibangun. Dan itu di zaman Pak Harto.
Sampailah ada pemikiran dari Rudy itu: mengapa harus besar? Tapi tidak pernah terbangun? Mengapa tidak kecil-kecil saja? Tapi bisa menjadi kenyataan? Agar impor BBM berkurang?

Rudy punya pengalaman yang panjang. Di LNG Arun. Di LNG Badak, Bontang. Di perusahaan minyak Arab Saudi.

Tentu Rudy dihadapkan pada tesis efisiensi. Dia tahu itu. Tapi dia bisa mengatasinya dengan desainnya. Termasuk bagaimana merangkai kilang dengan resep tertentu. Agar modal yang diperlukan tidak besar. Agar IRR-nya baik. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh swasta seperi Rudy.

Kalau 'cara Rudy' itu dilakukan oleh BUMN, seperti Pertamina, misalnya, akan bisa dianggap korupsi.

Saat lapangan Exxon Cepu berada di tahap awal pengeboran saat itu pula kilang Rudy jadi. Minyak mentah itu dia olah jadi solar. Dan empat jenis hasil lainnya.

Seluruh produksi sumur Exxon diolah di kilang Rudy. Saat produksi minyak naik Rudy membangun modul kedua. Lebih 200 karyawan bekerja di sana.

Memang kilang Rudy tidak akan mampu menyerap semua produksi minyak Exxon Cepu. Saat kemampuan produksinya mencapai puncaknya. Exxon harus kirim ke kilang besar. Untuk itu dibangunlah pipa besar. Sejauh hampir 100 km. Dari lokasi sumur ke tengah laut. Di utara Tuban.

Pelabuhan minyak itu memang dibangun di atas laut. Bukan di pantai. Untuk mendapat kedalaman 16 meter. Begitu jauhnya sampai tidak kelihatan dari darat.

Dan lagi, itu tidak bisa disebut pelabuhan. Tidak ada bangunan dermaganya. Hanya tonggak sandar.

Di situlah kapal pengangkut minyak mentah menerima kiriman crude dari sumur Cepu. Dikirim ke kilang besar. Termasuk ke Balongan.

Begitu fasilitas tersebut jadi keluarlah aturan pemerintah. Tidak boleh lagi jual minyak mentah di mulut tambang. Kalau kilang Rudy ingin mendapat minyak mentah juga harus membelinya di mulut pipa. Yang di tengah laut itu.

Lalu diangkut dengan kapal ke pantai. Lalu diangkut lagi dengan truk. Ke kilang Rudy di mulut tambang.

Dengan demikian Rudy harus membeli minyak mentah lebih mahal. Biaya pipa ke tengah laut harus dia tanggung. Ditambah biaya kapal dan angkutan truk.

Rudy menyerah. Kilang itu terpaksa tutup. Lebih dari 200 karyawannya tidak bisa lagi bekerja. Lumbung itu ternyata tidak untuk ayam.(dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 83

  • Doc Joper
    Doc Joper
  • HERMIN PRAJAYANI
    HERMIN PRAJAYANI
  • Wong Alit
    Wong Alit
  • Habibie
    Habibie
  • No visioner
    No visioner
  • Remin
    Remin
  • Eko Mahendro P
    Eko Mahendro P
  • boneka terbang
    boneka terbang
  • erik
    erik
  • Paul Ikan is back
    Paul Ikan is back
    • wahid
      wahid
    • cewek insinyur
      cewek insinyur
    • Kang Sabarikhlas
      Kang Sabarikhlas
  • Lia
    Lia
    • marukochan
      marukochan
  • donwori
    donwori
    • Haryadi
      Haryadi
  • James lee
    James lee
  • EdiSampana
    EdiSampana
  • sunan hasan syaiin
    sunan hasan syaiin
  • Kris
    Kris
  • Mafia Migas
    Mafia Migas
  • sugiri
    sugiri
  • Nanda Eka saputra
    Nanda Eka saputra
    • Tseng
      Tseng
  • indra
    indra
  • Rian
    Rian
  • juli
    juli
  • Ag4Ms
    Ag4Ms
  • Muh.Tahir
    Muh.Tahir
  • Teguh-Sriu
    Teguh-Sriu
  • Ahmad Irfansyah
    Ahmad Irfansyah
  • atri yuanda el-pariamany
    atri yuanda el-pariamany
  • Ahmad Irfansyah
    Ahmad Irfansyah
  • didik
    didik
    • Marukochan
      Marukochan
  • Bung pramono
    Bung pramono
  • umrah
    umrah
  • Heru
    Heru
  • Julung Darmanto
    Julung Darmanto
  • Lukman bin saleh
    Lukman bin saleh
  • sarno
    sarno
  • tita_jodie
    tita_jodie
  • dul genuk
    dul genuk
  • zulkifli
    zulkifli
  • ria
    ria
  • pakwin
    pakwin
  • BOEDHEA
    BOEDHEA
  • joko
    joko
    • Jati Tirto
      Jati Tirto
  • farizi ilham
    farizi ilham
    • Jati Tirto
      Jati Tirto
  • Dee
    Dee
  • Ko
    Ko
  • Imam sabikin
    Imam sabikin
  • deni
    deni
  • Bejo Subejo
    Bejo Subejo
    • Jati Tirto
      Jati Tirto
    • wibowo
      wibowo
  • Fris
    Fris
    • BOEDHEA
      BOEDHEA
    • BOEDHEA
      BOEDHEA
  • Jati Tirto
    Jati Tirto
  • Dewi
    Dewi
  • maidi
    maidi
  • Imam hanafi
    Imam hanafi
  • asyhadi
    asyhadi
  • Solikhin
    Solikhin
  • Purwadi, sumatera selatan
    Purwadi, sumatera selatan
    • joko
      joko
  • Mahfud
    Mahfud
    • joko
      joko
  • muhammad haitami
    muhammad haitami
    • Jati Tirto
      Jati Tirto
  • nanangsaja
    nanangsaja
  • Behamami
    Behamami
    • Sil
      Sil
    • yus
      yus