Clearing Vaksin

Clearing Vaksin

TUTUP tahun kemarin masih ada 690 mayat yang belum bisa dikuburkan. Itu hanya di New York. Belum kota lain.

Mayat itu masih ditaruh di truk-truk kontainer yang dilengkapi alat pembeku. Yakni truk cold storage yang biasa untuk mengangkut daging atau ikan beku.

Sudah berbulan-bulan mayat itu tertahan di situ: di dekat pelabuhan. Di situ puluhan truk-mayat parkir berjajar menunggu penyelesaian.

Yang utama karena mayat itu belum ada yang mengakui. Juga karena tenaga pengubur tidak cukup. Jumlah mayat baru selalu lebih banyak dari kemampuan menguburkan.

Belum lagi ditambah akibat lonjakan baru. Bulan Desember 2020 kemarin ternyata justru menjadi bulan terparah di Amerika. Lebih parah dari bulan terparah sebelumnya: April 2020.

Maka vaksinasi memang harapan satu-satunya. Tentu banyak tantangan. Misalnya di Wisconsin. Seorang apoteker terpaksa ditangkap. Ia dianggap ceroboh. Vaksin yang ada di tempat penyimpanan ia keluarkan. Kelihatannya tidak apa-apa, tapi rusak.

Memang suhu di udara terbuka di Wisconsin sekitar 0 derajat hari-hari ini. Tapi itu tidak cukup dingin bagi vaksin.

Peringatan dari vaksin buatan Moderna sudah sangat keras: kalau sampai vaksin itu dikeluarkan lebih 12 jam dari alat penyimpanan tidak boleh dipakai lagi.

Bahkan vaksin buatan Pfizer harus disimpan di tempat yang suhunya Anda sudah hafal: minus 70 derajat Celsius.

Padahal vaksin itu sudah siap disuntikkan ke tenaga medis. Jumlahnya hampir 600 unit. Eman sekali. Tidak bisa lagi dipakai.

Saya bisa membayangkan betapa sulit handling vaksin buatan Pfizer ini. Lebih-lebih untuk negara seperti di Indonesia. Di Amerika pun  terjadi seperti itu. Masih untung: ketahuan.

Tapi secara umum vaksinasi di Amerika berjalan lancar. Beberapa orang memang mengalami gangguan akibat efek vaksin itu. Semua hanya  sementara. Beberapa jam. Yang terlama 30 jam. Ada yang badannya panas, atau pening kepala, tapi semua itu memang begitu: tidak semua orang mengalaminya.

Tentu reaksi masyarakat akan sangat nano-nano. Di mana-mana. Termasuk di Indonesia. Kebenaran bisa bercampur hoax. Peredaran medsos tak terkendali. Ramai sekali.

Maka sebaiknya Menkes kini memiliki tim khusus clearing house. Khusus untuk masalah vaksinasi. Dengan tingkat kemampuan komunikasi yang sabar tapi canggih.

Di Shanghai pernah sukses sekali. Untuk menjawab seluruh pertanyaan tentang Covid. Berhasil menjadi pedoman masyarakat. Agar tidak terombang-ambing oleh medsos.

Tim clearing house vaksinasi itu perlu mempunyai akun tersendiri. Siapa pun boleh bertanya. Termasuk menanyakan kebenaran isi sebuah medsos.

Rasanya clearing house itu bisa melengkapi penampilan baru kemenkes. Yang terlihat lebih terbuka, egaliter, dan modern.

Itu akan seiring dengan gaya dan penampilan menkes yang baru: Budi Sadikin. Yang mendapat simpati sangat luas. Terutama mengenai caranya tampil di podium.

Saya pun jadi tertarik melihat videonya. Ingin tahu mengapa banyak orang bilang begitu. Benar. Gaya menkes tampil di podium adalah gaya seorang CEO perusahaan global. Bukan gaya seorang birokrat. Terlihat jujur. Seperti tidak ada yang disembunyikan. Seperti tidak ada agenda yang ditutup-tutupi.

Tapi luar biasa lalu-lintas medsos di sekitar vaksinasi ini. Terlihat semua yang posting di medsos yakin sekali dengan apa yang mereka posting. Padahal banyak yang isinya kacau balau.

Maka lembaga clearing house khusus untuk vaksinasi terasa lebih penting lagi sekarang ini.

Yang juga ramai adalah di Inggris. Otoritas kesehatan di sana tiba-tiba memutuskan agar suntikan kedua ditunda. Bukan setelah 21 hari dari suntikan pertama, tapi 3 bulan kemudian.

Alasannya: kasihan yang antre suntik pertama terlalu banyak. Tidak fair kalau vaksin yang ada diberikan untuk suntikan kedua. "Lebih baik untuk memperbanyak orang yang diberi suntikan pertama," ujar otoritas di sana.

Pandemi Covid-19 di Inggris memang parah. Maka otoritas ambil langkah darurat: segera memutus pandemi itu. Toh, dengan suntikan pertama antibodi sudah muncul. Memang belum cukup banyak, tapi sudah bisa dipakai bertahan untuk tiga bulan.

Keputusan itu di tentang secara luas. Tapi menkes Inggris bertahan pada putusan ya itu.

Di mana-mana jadi menteri kesehatan di masa sekarang ini memang sangat pusing.(Dahlan Iskan)

Untuk para guru pembaca setia Disway, sudah ikutan program di bawah ini?

Diskusi menarik soal Liga Basket kita, IBL. Baru yang saya, ternyata jumlah pertandingannya minim sekali. Apakah hal ini yang mempengaruhi prestasi Timnas Basket kita ya?

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 69

  • Koreksi
    Koreksi
  • Liam
    Liam
  • HoiPadaKemana
    HoiPadaKemana
  • Achmad Anwar
    Achmad Anwar
    • Andi Gupta
      Andi Gupta
  • Maybe
    Maybe
    • Sentot
      Sentot
    • Nnn
      Nnn
    • Nnnn
      Nnnn
    • Andra
      Andra
  • Sentot
    Sentot
    • Sentot
      Sentot
  • Agus
    Agus
  • Sentot
    Sentot
    • Sentot
      Sentot
  • Tukiyem
    Tukiyem
  • Thamrin Dahlan
    Thamrin Dahlan
  • Rahmat Dayat
    Rahmat Dayat
    • Andrias Bambang Setiawan
      Andrias Bambang Setiawan
  • Dewa Cakrabuana
    Dewa Cakrabuana
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • iru
    iru
    • donwori
      donwori
  • Andara
    Andara
    • Fadli
      Fadli
  • Demiko
    Demiko
    • Gampangsolusinta
      Gampangsolusinta
    • asal komen
      asal komen
  • donwori
    donwori
  • hijriah.my.id
    hijriah.my.id
  • Vaksin Rahasia
    Vaksin Rahasia
    • Disway Mania
      Disway Mania
  • Hariyanto
    Hariyanto
    • panggiring
      panggiring
  • Rudi
    Rudi
  • Suhari
    Suhari
  • Jupri
    Jupri
  • tetap optimis
    tetap optimis
  • Denik
    Denik
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • Paimin
    Paimin
  • Warno
    Warno
  • Teddy 98
    Teddy 98
  • heiruddin
    heiruddin
    • Disway Mania
      Disway Mania
  • Nur Halim
    Nur Halim
  • M Gie
    M Gie
    • Nn
      Nn
    • Mr four
      Mr four
    • Gus lurah
      Gus lurah
    • bukan otole
      bukan otole
    • Otole
      Otole
    • Nn
      Nn
    • Mesothelioma
      Mesothelioma