Not for Profit

Not for Profit

SATU-SATUNYA surat kabar terkemuka Singapura banting setir. Drastis. Itulah yang dilakukan The Straits Times: menjadi lembaga not for profit.

Keputusan tersebut sudah diumumkan di halaman depan surat kabar itu kemarin. Dalam bentuk berita besar. Pelaksanaannya tinggal menunggu persetujuan rapat umum pemegang saham. Mungkin bulan depan.

Persetujuan itu diperlukan lantaran The Straits Times (TST) berstatus perusahaan publik. Tapi, para pemegang saham pasti akan bisa diyakinkan. Angka-angka kemerosotan bisnis media TST sangat nyata. Dan tiada harapan lagi.

The Straits Times tidak hanya merosot, tapi merosot terus-menerus. Yakni, sejak era digital kian mendominasi kehidupan. Pendapatan iklannya tidak mencukupi lagi untuk biaya operasional. Kenaikan drastis pelanggan online-nya tidak bisa memberikan penghasilan yang cukup.

Cara TST berubah menjadi lembaga not for profit itu sangat menarik. TST selama ini berada di bawah holding bernama Singapore Press Holding (SPH). Holding tersebut juga punya bisnis hotel, mal, dan banyak lagi.

Bisnis nonmedia SPH masih menguntungkan. Karena itu, sang holding akan mengeluarkan bisnis medianya dari grup. Agar tidak mengganggu keuangan holding.

Bisnis medianya itu tidak dicerai begitu saja. Kepadanya diberikan pesangon. Besar sekali. Untuk modal hidup sebagai lembaga not for profit. Nilai pesangon itu SGD 80 juta. Sekitar Rp 800 miliar. Masih pula diberi saham holding senilai SGD 30 juta. Dengan demikian, tiap tahun lembaga not for profit tersebut masih akan mendapat penghasilan dari dividen.

Demikian juga redaksi, percetakan, IT, dan kekayaan merek diserahkan ke lembaga not for profit itu. Termasuk gedung yang selama ini mereka sewa dari holding.

Berarti, setelah pemisahan itu, media tersebut tidak lagi menjadi anak perusahaan holding. Ia menjadi perusahaan terpisah. Berdiri sendiri. Anak perusahaan tersebut akan didaftarkan sebagai perusahaan publik bergaransi.

Kita, rasanya belum mengenal status perusahaan dengan sebutan ”public company limited by guarantee (CLG)”.

Di Amerika Serikat dan Eropa sudah biasa.

SPH sengaja memilihkan masa depan bisnis medianya menjadi lembaga not for profit. Bukan lembaga nonprofit. Ada perbedaan antara not for profit dan nonprofit.

Lembaga not for profit boleh mencari keuntungan. Boleh berbisnis. Namun, keuntungannya tidak boleh dibagi ke pemegang saham.

Labanya hanya boleh untuk memajukan lembaga itu sendiri.

Tapi, lembaga not for profit boleh menggunakan uang perusahaan untuk membayar gaji karyawan. Dengan gaji yang tinggi sekalipun. Untuk membuat lembaga tersebut maju.

Dengan The Straits Times menjadi lembaga not for profit, tidak ada lagi tekanan dari pemegang saham publik. Selama ini, sebagai perusahaan publik, pemegang saham terus menuntut laba, laba, dan laba. Dan itu tidak mungkin. Di era digital sekarang ini.

Apa bedanya dengan lembaga nonprofit? Ia sama sekali tidak boleh mempunyai kegiatan yang menghasilkan laba. Karena itu, jenis tersebut bukan yang dipilih SPH.

Setelah berubah menjadi perseroan terbatas bergaransi nanti, bisnis media itu tidak ada lagi hubungannya dengan SPH. Bahkan, bisnis media tersebut tidak akan punya pemegang saham. Yang ada adalah anggota lembaga. Merekalah yang menggaransi perusahaan itu akan tetap berjalan. Bahkan boleh saja pengurus dan anggota lembaga itu membubarkannya.

Sampai sekarang belum diketahui siapa yang akan menjadi pengurus dan anggota The Straits Times model baru itu.

Perubahan status dari perusahaan publik ke perusahaan bergaransi tersebut ternyata tidak hanya untuk menghindarkan media dari tekanan pemegang saham. Tapi, juga untuk mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Misalnya dalam hal pajak. Atau pemberian subsidi.

Singapura, yang persnya tidak bebas, ternyata justru memiliki pemikiran untuk menyelamatkan pers. Tapi, mungkin saja pemikiran dasarnya bukan itu. Justru untuk menyelamatkan bisnis holding dari seretan kesulitan di bisnis medianya.

Apakah setelah ini The Straits Times akan menjadi lebih independen? Rasanya tidak mungkin.

Yang juga masih ditunggu adalah: apakah ada pemegang saham baru yang masuk ke dalamnya. Mungkin juga tidak.

Apa pun, Singapura telah memberikan contoh ada pilihan baru bagi masa depan media. (Dahlan Iskan) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 97

  • Teddy Nasionalnews
    Teddy Nasionalnews
  • Basoke
    Basoke
  • mario
    mario
    • Bukan Bung Mirza
      Bukan Bung Mirza
  • Babi panggang
    Babi panggang
    • Babi hutan
      Babi hutan
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Achmad
    Achmad
  • Kita kaya
    Kita kaya
  • Martin Edy
    Martin Edy
  • Liam
    Liam
  • Liam
    Liam
    • Liam
      Liam
  • Mbah Sangkil
    Mbah Sangkil
  • Tukiyem
    Tukiyem
  • Denny
    Denny
  • Nur Halim
    Nur Halim
  • Erik
    Erik
    • jawa pos
      jawa pos
    • Cahaya
      Cahaya
    • rosso
      rosso
    • Pinokio lu
      Pinokio lu
  • Lealy nur awaly
    Lealy nur awaly
  • Kalila
    Kalila
  • Arif priyono
    Arif priyono
  • Thamrin Dahlan
    Thamrin Dahlan
    • Habibmu
      Habibmu
  • Pabrik Kertas Unyu
    Pabrik Kertas Unyu
  • Ivan Mustofa
    Ivan Mustofa
  • Prasetyo Wahyu Wijaya
    Prasetyo Wahyu Wijaya
  • Gua
    Gua
  • Ummuhilal
    Ummuhilal
    • HRV
      HRV
    • bukan baginda
      bukan baginda
    • Ganti Nama
      Ganti Nama
    • pang
      pang
  • Bung Hari
    Bung Hari
    • Heiruddin
      Heiruddin
  • Joko Tengil
    Joko Tengil
  • Tempias
    Tempias
  • Ripcord
    Ripcord
  • BukanKau
    BukanKau
  • Rudianto
    Rudianto
  • Denik
    Denik
  • Anto hoed
    Anto hoed
  • La pulga
    La pulga
  • Eva Kwaci
    Eva Kwaci
  • Hariyanto
    Hariyanto
    • Eva Kwaci
      Eva Kwaci
  • Wow
    Wow
  • Nia
    Nia
  • Ifan
    Ifan
  • pembelajar
    pembelajar
    • WongNganggur
      WongNganggur
  • Gus lurah
    Gus lurah
    • WongNganggur
      WongNganggur
    • Eva Kwaci
      Eva Kwaci
    • WongNganggur
      WongNganggur
    • Otole
      Otole
    • Pengamat
      Pengamat
    • WongNganggur
      WongNganggur
    • Eva Kwaci
      Eva Kwaci
    • 4DI
      4DI
    • Mbah Sangkil
      Mbah Sangkil