Kecewa Skala 9,5

Kecewa Skala 9,5

Wartawan itu bisa saja salah. Yang penting wartawan harus sadar mesti berbuat apa ketika tahu salah.

Saya ingin terus mengampanyekan itu. Prinsip itulah yang bisa dipakai untuk mengetahui ini: si wartawan punya niat baik atau tidak ketika melancarkan kontrol sosial. Kalau wartawan tidak mau mengoreksi tulisannya yang salah berarti memang ada niat tidak baik di balik tulisan itu.

Saya tidak ingin kian banyak orang kecewa pada kualitas jurnalisme. Seperti yang dialami Prof Dr Effendi Gazali. Ia ahli komunikasi terkemuka Indonesia. Ia juga pengajar mata kuliah jurnalistik.

"Kekecewaan saya sampai 9,5," katanya.

Saya memang bertanya kepadanya: dari 1-10, di skala berapa kekecewaannya itu. Begitu tinggi. Hampir kecewa total. Sampai-sampai ia benar-benar menanggalkan gelar profesornya.

Baru kali ini terjadi di Indonesia: seorang profesor mencopot gelarnya sendiri lantaran kecewa pada bidang ilmunya. Ia merasa gagal mengajar jurnalisme. Ia merasa tinggal sangat sedikit wartawan yang masih baik.

Saya mencatat banyak kekecewaan yang dialami Effendi Gazali dalam hidupnya.

Tahun lalu ia kecewa karena gugatannya ke Mahkamah Konstitusi ditolak. Ia ingin pencalonan presiden tidak dibatasi kepemilikan kursi di parlemen. Ia ingin siapa saja bisa diusung partai-apa-saja menjadi calon presiden.

Kekecewaannya mencapai 9,95. Mepet batas atas. Padahal ia serius banget memperjuangkan itu. Demi demokrasi.

Effendi juga pernah kecewa pada almamaternya sendiri: Universitas Indonesia. Yakni terkait dengan kualitas calon rektor pada saat itu. Ia sampai bergabung ke dalam gerakan #SaveUI.

Tingkat kekecewaannya saat itu: 8. Angkanya tidak sampai 9. Ia tidak sekecewa terhadap jurnalisme dan Mahkamah Konstitusi.

Padahal gara-gara itu ia tidak bisa menjadi profesor di UI. "Gak jadi profesor kan tidak apa-apa. Dr Imam B. Prasojo juga belum diangkat menjadi guru besar. Padahal ia lebih layak dari banyak yang sudah jadi profesor," katanya.

Ada satu lagi kekecewaan Effendi Gazali. Semoga istrinya tidak membaca Disway hari ini. Ia pernah kecewa ditinggal pacarnya. Nilai kekecewaannya –saat itu– mencapai 9.

Pacarnya itu wanita Amerika. Kulit putih. Blonde. Sudah 3,5 tahun menjalin cinta. Si cewek pernah tiga kali ke Indonesia. Dia sempat diajak berkunjung ke UI. Dia kaget melihat banyak orang naik kereta api di atas atap gerbong. Dia prihatin melihat begitu banyak pengemis di pinggir jalan. Dia merasa tidak bisa hidup di Indonesia.

"Dia terlalu rasional," kata Effendi.

Maka jadilah Effendi jomblo berkepanjangan. Intelektual tapi jomblo. Jomblo tapi intelektual. Ia pun masuk grup jomblo berkualitas.

Jodohnya baru ketemu ketika ia berumur 42 tahun. Yakni Hikmah Ridho Ali Alatas. Umurnya sama --hanya angkanya dibalik. Ia keluarga Shihab yang juga keluarga Alatas.

Kekecewaannya yang 9 itu sudah lama lenyap. Kini istrinya itu menjadi sumber kebahagiannya. Angka kebahagiaan itu mencapai 9,96. Melebihi kebahagiannya menjadi bintang acara TV Republik Benar Benar Mabuk (9,95), menjadi pelawak stand up comedy (8,5), dan menulis (9,5). Ia berseloroh lebih bahagia ketika membaca Disway daripada menulis karya jurnalisme. Ia pernah jadi wartawan mingguan Bola, grup Kompas.

Memang banyak orang kaget ketika Effendi tampil di TV. Terutama ketika ia bicara soal benur dan lobster. Tidak banyak yang tahu kalau Effendi itu anak nelayan. Masa kecilnya bergelut dengan ikan dan udang. Yakni di kampung kelahirannya, Parak Nipah –di Muaro Padang.

Ia baru ke Jakarta setelah tamat SMA terbaik di Padang saat itu, Don Bosco –untuk kuliah di UI. Di UI pula Effendi meraih gelar master komunikasi.

Effendi kemudian mendapat beasiswa Fulbright –menandakan ia orang pilihan. Otaknya. Ia kuliah di Cornell University, Ithaca, New York. Itulah salah satu universitas papan paling atas di Amerika. Yang kampusnya tidak begitu jauh dari Niagara.

Gelar doktornya diperoleh dari Radboud University di kota Nijmegen, Belanda. Yang letaknya sudah lebih dekat ke perbatasan Jerman.

Meski sudah melepas gelar profesor, Effendi tetap mengajar di UI. "Masih dua calon doktor yang saya bimbing di UI," katanya.

Yang ia agak masygul adalah memikirkan akibatnya pada Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama). Dari situ ia mendapat guru besar. Universitas itu begitu ingin terus menambah jumlah profesor. Agar bisa segera membuka program S3. Justru kini kehilangan satu. "Saya akan membantu agar bisa segera menghasilkan guru besar lagi," katanya. Memang itu tidak mudah. Hambatan terbesarnya adalah capaian jumlah karya tulis di jurnal internasional.

Dalam hal lobster Effendi agak berseberangan dengan Susi Pudjiastuti –mantan menteri perikanan dan kelautan yang mendapat sentimen positif di mata publik.

Effendi tidak setuju ekspor benur lobster dilarang. Kecuali aturan bisa benar-benar ditegakkan. Masalahnya, kata Effendi, akibat larangan itu muncul penyelundupan. Besar-besaran. Ke Vietnam. Ia sampai ke negeri itu untuk membuktikannya. "Tanpa benur selundupan budidaya lobster di Vietnam tinggal 20 persennya," ujar Effendi.

Ia juga ingin membantah argumen yang mengatakan lobster belum bisa dibudidayakan. Ia tunjukkan bukti-bukti ini: negara mana saja yang sudah melakukan budidaya lobster.

Maka, katanya di acara pelepasan gelar guru besarnya di Refly Harun YouTube Channel, lebih baik ekspor jangan dilarang. Hanya saja harus ada kewajiban bagi eksporter untuk melakukan budidaya lobster di dalam negeri. Harus dengan teknik budidaya dari Vietnam. "Dengan demikian ekspor kita ke Vietnam bisa dimanfaatkan untuk alih teknologi," katanya.

Effendi merasa mendapat serangan balik dari para penyelundup benur lobster. Yang nilai bisnisnya triliunan rupiah per tahun.

Serangan itu sampai ke soal pribadi. Lewat isu-isu yang sengaja diciptakan. Misalnya: Effendi mendapat fasilitas ratusan ribu paket bantuan sosial dari pemerintah.

Isu itu memanfaatkan terbongkarnya kasus korupsi bansos oleh menteri sosial dan kelompoknya.

Serangan tersebut juga memanfaatkan terbongkarnya kasus korupsi benur oleh menteri perikanan dan kelautan dan jajarannya. Effendi di frame ada di pusaran itu.

Frame tersebut, kata Effendi, dibuat melalui karya jurnalisme. Nama Effendi sering disebut dalam berita. Sampai-sampai ia dipanggil ke KPK –meski hanya sebagai saksi.

Itu saja bagi Effendi sudah dianggap merusak reputasinya. Terutama sebagai pejuang demokrasi, pejuang anti korupsi, dan pejuang kebebasan pers.

Effendi begitu kecewa mengapa banyak wartawan bisa diajak berkomplot seperti itu. Ia kecewa sekali. Sampai ia kembalikan gelar profesornya ke negara.

Apa pun, Effendi Gazali telah bikin sejarah. Di zaman buzzer seperti ini, jurnalisme memang berada di lautan polutan. Jurnalisme profesional benar-benar di ambang kehancuran.

Itu bermula dari zaman reformasi. Yakni ketika siapa pun bisa bikin koran apa pun. Akibatnya wartawan dari ''koran serius'' menjadi minoritas.

Di sebuah konferensi pers, wartawan sungguhan justru bisa merasa malu menjadi wartawan. Terutama saat melihat wartawan berebut amplop –sampai kantong baju panitianya robek.

Waktu itu saya sampai mengusulkan program ratifikasi. Caranya: sejumlah media profesional membuat aturan profesional. Termasuk sistem kesejahteraan wartawan sampai ke jenjang karir. Juga soal ketentuan wartawan harus melakukan apa kalau tulisannya ternyata salah.

Koran yang setuju dengan aturan itu meratifikasi. Ia mengikatkan diri pada ketentuan profesionalisme itu. Bagi koran yang telah melakukan ratifikasi akan diberi tanda khusus di dekat logo halaman depannya. Itu pertanda bahwa koran tersebut bisa dipercaya. Dengan demikian publik tahu mana koran yang profesional dan tidak.

Masalahnya, sekarang ini koran sudah kurang relevan lagi. Ketidakpuasan pada jurnalisme umumnya datang dari media online. Juga dari medsos.

Jurnalisme kini begitu mudah dijadikan alat apa saja.(Dahlan Iskan)

Bagi yang ingin memahami obat-obatan herbal, terutama untuk yang aktif berolahraga, podcast Azrul Ananda ini membahasnya cukup menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 147

  • akik
    akik
  • phenom_x8
    phenom_x8
  • Cuma komen
    Cuma komen
  • Tarjo
    Tarjo
  • nyeleneh
    nyeleneh
  • Hendrik kediri diswaian
    Hendrik kediri diswaian
  • Liam
    Liam
  • KekasihGelapMu
    KekasihGelapMu
    • Ton
      Ton
  • Kawin Mulu Lc MA
    Kawin Mulu Lc MA
    • Goto
      Goto
  • Mystique
    Mystique
  • Bj
    Bj
  • Mukiyo
    Mukiyo
  • Pembaca Disway
    Pembaca Disway
    • KutuBabiMainAyunan
      KutuBabiMainAyunan
  • Penggemar Serabi Bohay Lc MA
    Penggemar Serabi Bohay Lc MA
    • agus
      agus
    • Mantan Coper
      Mantan Coper
    • Penggemar srabi bohay SJ
      Penggemar srabi bohay SJ
  • GitarBerkutu
    GitarBerkutu
    • GitarBerkutu
      GitarBerkutu
  • Arif priyono
    Arif priyono
    • Tikus Makmur
      Tikus Makmur
  • Jay
    Jay
  • donwori
    donwori
  • aaad
    aaad
  • Sawong Jabo
    Sawong Jabo
  • Jon
    Jon
    • Rayap
      Rayap
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • Bang Ahmed
    Bang Ahmed
  • Rakyat jelantah
    Rakyat jelantah
  • Denik
    Denik
  • Fadly
    Fadly
    • Wartawan Amplop
      Wartawan Amplop
  • Hijriah
    Hijriah
  • GenBingung
    GenBingung
    • Rayap
      Rayap
  • Syahrial
    Syahrial
  • Agung
    Agung
  • Lealy nur awaly
    Lealy nur awaly
  • Wartawan Bodrek
    Wartawan Bodrek
  • Oembrus
    Oembrus
  • Duh Gusti
    Duh Gusti
    • adamantium
      adamantium
    • Pembelajar
      Pembelajar
    • SMKk
      SMKk
  • jimmy
    jimmy
  • Buzzer$
    Buzzer$
  • Paijo
    Paijo
    • Kutu yg lain
      Kutu yg lain
  • Udin
    Udin
    • Adi
      Adi
  • DI Idolaku
    DI Idolaku
  • Rikki
    Rikki
    • Bukan deni
      Bukan deni
  • Masiku
    Masiku
    • Tarsan
      Tarsan
  • Emak
    Emak
  • Nurdin Hamid
    Nurdin Hamid
  • AnalisAsalAsalan
    AnalisAsalAsalan
  • Ripcord
    Ripcord
    • PNS
      PNS
  • AnalisAsalAsalan
    AnalisAsalAsalan
  • Fairdy...
    Fairdy...
  • Bung Hari
    Bung Hari
  • PerlengkapanGowes
    PerlengkapanGowes
  • Benur Nusantara
    Benur Nusantara
  • Anto hoed
    Anto hoed
    • wa
      wa
    • GaksukaHoax
      GaksukaHoax
  • Wst fd
    Wst fd
    • Caplak
      Caplak
    • Jomblo S T W
      Jomblo S T W
    • KersKers
      KersKers
  • Rudianto
    Rudianto
  • Frozzi
    Frozzi
  • Gus Med
    Gus Med
  • Cahyo
    Cahyo
  • Enak Dibacem Dan Perlu
    Enak Dibacem Dan Perlu
  • Tukang Komen
    Tukang Komen
  • 4DI
    4DI
  • Macca Madinah
    Macca Madinah
  • denny
    denny
  • Ifan
    Ifan
    • Gosokdgtangan
      Gosokdgtangan
    • anto hoed
      anto hoed
    • Hasyem
      Hasyem
    • Adi
      Adi
    • Qwerty
      Qwerty
    • mu
      mu
  • Bedut
    Bedut
  • La pulga
    La pulga
  • Qie
    Qie
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • BukanKau
    BukanKau
  • mlo
    mlo
  • Aryo mBediun
    Aryo mBediun
    • Kadrun
      Kadrun
  • Gus lurah
    Gus lurah
    • Kadrun
      Kadrun
    • Pak Sabar
      Pak Sabar
    • BKT48
      BKT48
    • paijum
      paijum
    • Hampa Nusantara
      Hampa Nusantara
    • Otole
      Otole
    • Pengamat
      Pengamat
    • paijum
      paijum
  • Lumayan
    Lumayan
    • Lumayan
      Lumayan
    • Kadrun
      Kadrun
    • 4DI
      4DI
    • Fadil Blus
      Fadil Blus
    • Kutu Rambut
      Kutu Rambut
    • Wali Paidi
      Wali Paidi