Gubernur Sumbar Bangga Lihat Rumah Gadang di Surabaya

Gubernur Sumbar Bangga Lihat Rumah Gadang di Surabaya

PENGURUS Gerakan Ekonomi dan Budaya Minang (Gebu Minang) Jatim mungkin tidak sadar bahwa Rumah Gadang yang mereka dirikan di Surabaya didatangi Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah tadi malam (10/11). Buya –sapaan Mahyeldi– datang pukul 19.30 bersama Founder Harian Disway Dahlan Iskan.

Buya merasa surprised melihat Rumah Gadang yang berdiri di atas tanah seluas 3.500 meter persegi itu. Rumah Gadang itu didirikan oleh keluarga Mufidah Jusuf Kalla dan Keluarga Firdaus HB.

"Saya setiap hari, kecuali Senin, senam di sini," kata Dahlan Iskan kepada Buya. Melihat Rumah Gadang tersebut, Buya merasa bangga, budaya Minang dilestarikan hingga ke Surabaya.

Sebelumnya, Buya menjadi tamu program podcast Harian Disway. Ia menceritakan masa lalunya sebelum menjadi Wali Kota Padang maupun Gubernur Sumbar.  Mahyeldi berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Bapaknya merupakan pekerja kasar di pasar. Pada masa kecilnya, ia harus ikut orang tuanya merantau ke Kota Dumai.

”Sejak kelas 3 SD saya sudah bekerja. Berjualan ikan sampai menjadi loper koran. Di sana ia banyak belajar dan membaca,” kata ketua PKS Sumbar itu.

CEO dan Founder Developmental Basketball League (DBL) Indonesia Azrul Ananda memberikan bola basket DBL dan sepatu AZA 6.9 kepada Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah.

 

Dari pengalaman masa kecilnya itu, Mahyeldi banyak belajar mengerti masyarakat. Bahkan ketika berkuliah di Universitas Andalas, ia memilih jurusan pertanian. Alasannya sederhana, Mahyeldi hanya ingin lulus dari fakultas yang mendekatkan diri dengan rakyat.

Karir politiknya diawali dengan masuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemudian ia dipilih menjadi anggota legislatif daerah. Pada 2009 ia terpilih menjadi Wakil Wali Kota Padang. Hingga pada tahun 2014-2021, ia mendapat amanah menjadi Wali Kota Padang. Rupanya karirnya tidak berhenti sampai di situ. Februari lalu, ia dilantik menjadi Gubernur Sumbar.

”Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Di Minangkabau ada istilah ditinggikan seranting, diturunkan selangkah. Setinggi apa pun pemimpin tidak boleh terlalu tinggi posisinya,” ungkap laki-laki yang lahir di hari Natal itu. (Andre Bakhtiar)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 0