Haram Mendirikan Negara Seperti Sistem Nabi, Mengapa? Ini Penjelasan Mahfud MD

Haram Mendirikan Negara Seperti Sistem Nabi, Mengapa? Ini Penjelasan Mahfud MD

Mahfud MD -Foto: Instagram/@mohmahfudmd/ilustrasi: Syaiful Amri/Disway.id-

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu produk ijtihad yang memenuhi tuntutan syar'i dan menjadi dar al mietsaq (NU/MUI) atau dar al ahdi wa al syahadah (Muhammadiyah). 

Makanya NKRI didukung oleh jumhur ulama dan ormas-ormas Islam yang besar.

BACA JUGA:Leo Lelis dan Zaenuri Merapat ke Persebaya, Arema FC Mau Tambah 10 Pemain Anyar

3. Oleh sebab itu menjadi fakta hukum bahwa semua "sistem" ketatanegaraan setelah Nabi wafat dibentuk berdasar hasil ijtihad ulama kaum muslimin sesuai dengan kebutuhan waktu dan tempat.

Tak pernah ada negara (termasuk zaman khikafah) yang sama dgn yang didirikan Nabi, sistem dan struktur yang pernah ada semua selalu berbeda dari zaman Nabi, termasuk pada era al Khulafa' al Rasyidun generasinya Abu Bakar Cs.

Sistem sudah berbeda-beda. Sekarang saja ada 57 sistem negara kaum muslimin yang tak satu pun yang sama dengan negara yang didirikan oleh Nabi, yang ada semua merupakan hasil ijtihat setiap zaman dan tempat serta lingkungan budaya (zaman, amkan, awa’id).

4. Ada pun yang menyangkut nilai dan prinsip berbegara itu memang harus mengikuti tuntunan Nabi dengan menginternalisasikan substansi ajaran yakni keadilan, kejujuran, amanah, kecerdasan, perlundungan fitrah manusia, musyawarah anti kesewenang-wenangan, anti korupsi, dan sebagainya. 

Terpenting dalam mendirikan negara itu “Maqashid al syar’ie” bukan sistem atau formal simboliknya. Dalilnya ini “Al ibrah fil Islam bil jawhar laa bul madzhar”.

BACA JUGA:Usai Sahur atau Berbuka ada Sisa Makanan Terselip di Lubang Gigi, Mau Nyaman Ini Tipsnya

Prof A’la yth, itu ceramah saya di UGM tanggal 3 Aprli 2022 kemarin. Benar saya mengatakan itu.

Apa salah? Isi ceramah tersebut saya sampaikan juga di depan Prof A’la beberapa tahun ketia Prof. A’la menjadi Rektor UIN Sunan Ampel di Surabaya dan mengndang saya dan Gus Nadir (Prof. Nadir Husen) menjadi nara sumber dalam dialog internasional tentang toleransi dan nasionalisme. 

Apakah konstruksi fiqh siyasah seperti itu salah? Tolong diberikan pencerahan kalau konstruksi fiqh ini salah, hormat sahabat sejati (Mahfud MD).  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: instagram