Usai NasDem ‘Dihantam’ Survei Polmatrix, Surya Paloh: Lebih Baik Tidak ada Pemilu, Maksudnya?
Ketua Umum DPP NasDem Surya Paloh saat berkunjung ke Banda Aceh, Senin 27 Juni 2022.-Twittwer/@Aceh-Disway.id
”Praktik polarisasi, pendiskreditan telah membawa ujaran yang tidak membesarkan hati, bahkan mengadu domba. Ini tidak boleh terulang,” katanya.
Dia meminta semua pihak dapat memiliki misi dan tanggung jawab serupa, baik partai maupun peserta pemilu legislatif harus mendorong pemilu lebih baik dan berkualitas, bukan merasa hebat atau paling benar sendiri.
”Posisi saat ini yang dibutuhkan bangsa, kelompok manapun itu, buang. Mari bersama membangun Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya Pengamat politik yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik UI Reza Hariyadi, menilai sosok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpotensi terkena upaya pembingkaian (framing) politik identitas.
Hal ini bisa dilihat belum lama ini sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Majelis Sang Presiden yang mengklaim terdiri dari eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), hingga mantan napi terorisme, mendeklarasikan Anies sebagai Capres 2024.
Reza menyebutkan pola-pola stigmatisasi, framing hingga mobilisasi politik identitas biasanya menjadi modus dalam komodifikasi (perubahan fungsi) politik identitas dengan target untuk mendistorsi opini publik dan memberikan label negatif pada figur yang disasar.
”Ini tampak seperti komodifikasi politik identitas, siapa saja bisa disasar, dan Anies Baswedan sebagai figur capres bisa jadi target potensial. Mungkin motifnya untuk mencederai citra dia di mata publik,” tandas Reza.
Mantan aktivis GMNI itu mensinyalir aksi dukungan capres yang marak di tanah air tak lepas dari mobilisasi politik namun tidak tulus, termasuk kelompok yang mengaku Ijtima Ulama yang mendukung Sandiaga Uno dan Majelis Sang Presiden yang mengusung Anies sebagai Capres 2024.
Aksi politik tersebut, menurutnya digelar secara terpola, sistematis, dan sulit dipungkiri adanya rancangan politik tertentu di balik itu. Aksi itu juga menurutnya dapat memberi impresi politik yang bisa saja keliru kepada publik, seolah Anies dekat dengan kelompok yang dianggap radikal maupun intoleran.
”Ini bisa dimainkan oleh lawan politik untuk menyudutkan, karena dicap Islam garis keras dan menjadi tantangan bagi Anies jika maju Pilpres 2024,” timpal Reza.
Secara politik, stigma-stigma tersebut tidak menguntungkan Anies Baswedan sebagai salah satu calon presiden (capres), yang belakangan makin populer setelah mendapat dukungan Partai NasDem dan termasuk figur dengan elektabilitas tinggi untuk diusung pada Pilpres 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: antaranews.com