Wanita Bercadar yang Terobos Istana Sebut Indonesia Salah Pakai Ideologi Pancasila: Dasarnya Bukan Islam

Wanita Bercadar yang Terobos Istana Sebut Indonesia Salah Pakai Ideologi Pancasila: Dasarnya Bukan Islam

Perempuan bercadar saat ditangkap hendak menerobos Istana Presiden, belakangan diketahui perempuan ini pun membawa senjata api. -Istimewa/Disway.id-

"Bahwa situasi yang terjadi kemarin pada saat wanita ini berusaha masuk ke istana itu yang kita sebut sebagai situasai tertentu dalam istilah kepolisian itu diskresi, clear and preasure danger, ancaman itu ada dan nyata saat itu,” kata Kombes Hengki kepada wartawan, Rabu 26 Oktober 2022.

BACA JUGA:Ferdy Sambo Merokok Usai Bunuh Brigadir J, AKBP Ari Cahya Nugraha: Wajahnya Seperti Orang Marah

BACA JUGA:Hakim 'Typo', Sempat Sebut Nomor Rekening di Sidang Ferdy Sambo

Oleh karena itu, setelah diamankan oleh Paspamres dan senjatanya diserahkan ke personel Polda Metro Jaya, tersangka dilakukan pemeriksaan.

"Diamankan juga oleh Polantas dan Polwan untuk kami periksa di Polda Metro Jaya,” ujarnya.

Kombes Hengky juga menambahkan, setelah  diadakan pemeriksaan secara intensif, wanita tersebut disangkakan dengan pasal penguasaan senjata api ilegal.


Asal senjata wanita bercadar penerobos istana dibongkar kepolisian yang jumlahnya mengejudkan.-m.ichsan-

"Dari awal kami sudah memiliki persepsi bahwa ada anasir yang mengarah ke radikalisme atau pun terror. Oleh karenanya kepada tindak pidana umum kami konstruksikan dengan UU darurat No 12 tahun 1951 tentang penguasaan senpi ilegal,” jelas Hengki.

BACA JUGA:Umbar Senyum, Hendra Kurniawan Datang di Pengadilan, Hadirkan 10 Orang Saksi

BACA JUGA:Bantah Putri Candrawathi Ikut Tembak Brigadir J, Febri Diansyah: Semua Harus Mengacu ke Bukti!

"Di mana hasil pemeriksaan kami, senjata ini baru sehari sebelumnya diambil oleh yang bersangkutan secara diam-diam ternyata ini milik pamannya, kemudian dibawa ke istana, dari sini lah kita sita," ujarnya.

Kemudian, tersangka juga dikonstruksikan dengan pasal 335 KUHP lantaran adanya paksaan baik fisik maupun psikis.

"Orang bisa berbuat atau tidak berbuat, sehingga pada saat itu petugas harus melakukan tindakan tegas, terukur namun tetap humanis,” lanjut Kombes Hengki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: