Rekonstruksi RUU PPSK Dalam Menjamin Kemurnian Prinsip, Nilai dan Jati Diri Koperasi
Presiden Direktur Koperasi BMI Grup Kamaruddin Batubara, SE, ME-Foto: Dokumen/ Ilustrasi: Syaiful Amri-Disway.id
Pengertian koperasi ternyata telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain di dalam Undang-Undang No. 17/2012, sehingga di suatu sisi mereduksi atau bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas. Hal ini kembali berpotensi terjadi jika ijin dan pengawasan bergeser ke OJK.
Bergesernya ijin dan pengawasan ke OJK akan membatasi hak dan kewajiban anggota karena RUU PPSK yang diawasi oleh OJK tidak bisa menjamin apakah OJK memahami prinsip, nilai dan jati diri koperasi. Koperasi dibangun dengan semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan, sehingga jika indikator pengawasan koperasi disamakan dengan indikator perbankan tentu operasional koperasi yang sifatnya kekeluargaan dan kegotong-royongan akan bergeser menjadi orientasi profit semata. Sementara koperasi menerapkan prinsip profit dan benefit secara berkeseimbangan.
Bergesernya ijin dan pengawasan ke OJK juga akan menjadikan koperasi akan mengutamakan skema permodalan materiil dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945. Koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan perbankan dan kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.
Perijinan dan pengawasan merupakan unsur utama dalam operasionalisasi koperasi yang sesuai dengan prinsip, nilai dan jati diri berkoperasi. Dengan menggeser ijin dan pengawasan koperasi ke OJK maka norma subtansial pasal-pasal RUU PPSK yang menyatakan bahwa ijin dan pengawasan bergeser ke OJK tersebut sangat berpotensi bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis berpendapat jika RUU PPSK disahkan maka dipastikan hal ini telah mencabut roh kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, serta asas kekeluargaan dan kebersamaan yang dijamin konstitusi.
Solusi
Koperasi sebagai lembaga keuangan berbeda dengan perbankan. Ia dimiliki oleh anggota dan dipergunakan oleh anggota untuk membangun kesejahteraan. Kesejahteraan pada koperasi bukan soal meningkatnya ekonomi saja. Anggota membangun koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan ekonominya, pendidikannya, kesehatannya, sosialnya dan spiritualnya. Oleh karena produk koperasi diselaraskan dengan kebutuhan anggotanya.
Banyak koperasi yang saat ini memiliki berbagai program sosial dan pemberdayaan anggota. Seperti Koperasi BMI misalnya saat ini melakukan banyak kegiatan sosial seperti pembangunan rumah gratis melalui program Hibah Rumah Siap Huni (HRSH) yang sampai saat ini telah mencapai 385 unit rumah gratis.
Kegiatan sosial lainnya seperti sunatan massal, santunan dhuafa, santuan anak yatim, bantuan kursi roda, pengobatan massal, pembangunan jembatan, penyembuhan penyakit katarak, sunatan massal, beasiswa anak yatim dan kurang mampu, sanitasi dhuafa, sanitasi rumah ibadah dan masih banyak program lain yang dilakukan oleh Koperasi BMI. Dalam melakukan pembiayaan pun Koperasi BMI melakukan pemberdayaan melalui pendampingan melaui divisi pemberdayaan anggota.
Kegiatan koperasi yang mengutamakan profit dan benefit secara bersamaan ini akan terjaga jika otoritas penjaga prinsip, nilai dan jati diri koperasi adalah otoritas yang memahami koperasi berazas kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Oleh karena itu tidak ada alternatif lain kecuali tetap memberikan otoritas kepada KemenkopUKM sebagai lembaga yang memberikan ijin dan pengawasan tentu dengan perbaikan indikator dan instrumen sehingga meminimalisasi timbulnya koperasi bermasalah.
Tentang Kamaruddin Batubara, SE, ME
Presiden Direktur Koperasi BMI Grup, Penerima Anugerah Satya Lancana Wira Karya Presiden 2018, Penulis Buku Model BMI Syariah, Penerima Rekor MURI Penggagas Hibah Rumah Siap Huni Melalui Koperasi, Anggota Tim Pokja RUU Perkoperasian KemenkopUKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: