Perppu Cipta Kerja Tuai Pro Kontra, Begini Tanggapan Jokowi: Semua Ini Bisa Dijelaskan

Perppu Cipta Kerja Tuai Pro Kontra, Begini Tanggapan Jokowi: Semua Ini Bisa Dijelaskan

Presiden Joko Widodo-@Jokowi-Instagram

Ia merinci sejumlah pasal yang ditolak oleh buruh. Pertama pasal tentang upah minimum. Iqbal mengatakan di dalam Perppu, upah minimum kabupten/kota menggunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur.

BACA JUGA:Pemerintah Nyolong Dengan Perppu Cipta Kerja, Refly Harun: Lebih Meng-entertain Kepentingan Asing dan Usaha

BACA JUGA:Buruh Harus Tahu! Ini 75 Undang-Undang Terdampak Perppu Cipta Kerja, Cek Link Perppu Tentang Cipta Kerja

"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum dapat berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Usulan buruh adalah redaksinya Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," ungkapnya.

Selain itu, persoalan lain dalam Perppu terkait upah minimum yang ditolak buruh adalah formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Buruh menolak menggunakan indeks tertentu.

Respon Pemerintah Terhadap Pro Kontra

Jokowi menganggap perbedaan pendapat terhadap suatu kebijakan merupakan hal biasa.

"Ya biasa dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra," kata Jokowi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin 2 Januari 2023.

Jokowi mengatakan pemerintah siap menjelaskan semua alasan di balik penerbitan Perppu 2/2023 itu.

"Tapi semua bisa kita jelaskan," tutur Jokowi.

BACA JUGA:Susno Duadji Yakin Sekelas Polsek Bisa Tuntaskan Kasus Ferdy Sambo: Kalau Bukan Orang 'Gede'..

BACA JUGA:'Ngebul' Makin Mahal! Ini Daftar Harga Rokok Terbaru per 1 Januari 2023

Kritik terhadap Perppu Cipta Kerja sebelumnya disampaikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). YLBHI mendesak Jokowi menarik Perppu Ciptaker mentaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

YLBHI menilai penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," demikian bunyi siaran pers YLBHI.

"Ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK," sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: