Tidak Menentu
Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo mulai diposisikan dengan beberapa nama calon wakil presiden-Foto/Instagram/@prabowo-
BINGUNG. Begitu banyak teman saya yang kini bingung.
Mereka pengusaha Tionghoa. Besar-besar.
Dulu mereka rebutan paling dulu mendukung Ganjar Pranowo. Itu, antara lain, karena mereka melihat siapa di belakang gubernur Jateng itu: Presiden Jokowi.
Mereka ikut tegang ketika Megawati tidak segera merespons isyarat dari Jokowi itu. Apalagi, ketika PDI Perjuangan sempat menilai Ganjar sudah berubah dari banteng menjadi celeng.
Tapi, berkat dukungan Jokowi, nama Ganjar terus melejit. Tidak terbendung. Pun sampai ada gerakan ”celeng degleng”.
Ganjar tidak bisa dihadang. Puan Maharani yang dijagokan PDI Perjuangan tidak kunjung beranjak dari rating 2 persen.
"Sudahlah, lupakan Puan Maharani. Segeralah calonkan Ganjar." Begitu kurang lebih keinginan mereka.
Setelah Ganjar akhirnya benar-benar ditunjuk resmi sebagai capres PDI Perjuangan, justru muncul isyarat lain. Dari Presiden Jokowi sendiri.
Jokowi terlihat tidak jadi mendukung Ganjar. Dukungan seperti dialihkan ke Prabowo Subianto.
Kian lama isyarat itu kian kuat: ”Pak Lurah” mendukung Prabowo.
Termasuk ketika Golkar, setelah ketua umumnya diperiksa Kejaksaan Agung selama 11 jam, akhirnya mendukung Prabowo.
Ditambah dengan isu batas umur cawapres dipermuda menjadi 35 tahun. Agar anak Jokowi, Gibran, memenuhi syarat jadi pasangan capres Prabowo.
Maka, banyak teman yang telanjur mendukung Ganjar itu bertanya kepada saya: harus bagaimana?
Apakah harus ikut banting setir?
Mereka sudah telanjur diketahui sebagai pendukung Ganjar. Bahkan, ikut memengaruhi yang lain untuk memihak Ganjar.
Bagi pengusaha, dukungan itu dua jurus: suara dan lebih-lebih biaya.
Saran saya: tunggu dua bulan lagi. Untuk sekarang, tiarap saja dulu. Mungkin dua bulan lagi sudah lebih jelas.
Mereka memang terlihat jelas cinta mati kepada Jokowi. Pun, mereka yang usahanya sulit berkembang lima tahun terakhir. Pokoknya Jokowi.
"Mungkinkah dua bulan lagi Pak Jokowi balik dukung Ganjar lagi?" Begitu mereka bertanya.
"Saya bukan peramal," jawab saya. Tapi, politik telah mengajarkan tidak ada yang tidak mungkin.
"Yang jelas, kalau Pak Jokowi tidak balik lagi ke Ganjar, maka inilah konflik terselubung paling terbuka dalam sejarah politik Indonesia modern," kata saya.
Dari sidang tahunan MPR Rabu lalu sebenarnya saya ingin melihat wajah Megawati. Seperti apa ekspresi beliau. Terutama ketika Presiden Jokowi "mengklarifikasi" bahwa ia bukanlah orang yang bisa atur-atur capres dan cawapres.
Ia bukan seorang ketua umum partai. Bukan pula ketua koalisi partai. Yang berhak mengatur adalah mereka.
Sayang, saat bagian itu diucapkan, tidak ada kamera televisi yang menyorot ekspresi Megawati. Tertawakah Mega? Hanya senyum? Atau mencep –seperti sering dia lakukan setiap kali meremehkan sesuatu?
Kalaupun akhirnya Presiden Jokowi dan Presiden Megawati bersimpang jalan, tidak usah dianggap serius. Itu biasa saja.
Pun Muhaimin, bisa konflik dengan Gus Dur.
Sesama PKB.
Sesama NU.
Sesama Jombang.
Sesama keluarga Kiai Bisri Syansuri al-maghfur.
Masih banyak yang akan terjadi dua bulan ke depan. Persyaratan umur capres-cawapres akan jelas: tetap 40 tahun atau berubah 35 tahun.
Gibran atau Erick Thohir. Atau kelihatannya Gibran dulu, tapi ujungnya Erick Thohir. Yang jelas, bukan Muhaimin. Masuknya rombongan Golkar ke Prabowo membuat Muhaimin kehilangan relevansi.
Bagi pengusaha, kalau bisa pemilu dimajukan saja. Oktober 2023. Presiden baru sudah bisa dilantik akhir November. Agar segera jelas siapa nakhoda baru Indonesia.
Siapa pun.
Asal jelas.
Kalau masih tahun depan, ekonomi bisa tidak menentu.
Selama keadaan belum menentu, pengusaha menahan diri untuk ekspansi. Mereka memang masih bicara ekspansi, tapi keluar uangnya nanti-nanti. Maka, ekonomi bisa tersandera: tidak bergerak di bawah.
Atau, sekalian saja pemilunya dimundurkan lima tahun lagi.
Ini hanya khayalan pengusaha. Tidak mungkin terjadi. Tapi, khayalan itu nyata.
Pengusaha benci dengan suasana yang tidak menentu. Penantiannya terlalu lama. Bagi politisi, berlama-lama panas dingin mungkin punya daya tarik tersendiri. Tapi, tidak bagi pengusaha.
Para pengusaha baru saja melewati masa tidak menentu selama lebih dua tahun. Sudah harus menghadapi masa tidak menentu lagi, setahun lagi.(Dahlan Iskan)
Komenyat Pilihan Dahlan Iskan Edisi 17 Agustus 2023: Koran Tua
Fa Za
Kapan merdeka ini selesai? Karena kemerdekaan hanya untuk mereka yang punya kuasa. Kapan merdeka ini selesai? Agar orang yg berkuasa tidak berbuat semena-mena. Hanya karena mereka memaknai "merdeka" dengan arti "bebas berbuat atas nama kuasa".
Xiaomi A1
Sebisa mungkin jangan nyimpan yg Pattimura, soalnya bawa-bawa senjata tajam, bisa bikin Pahlawan2 yg lain takut terus kabur keluar dompet Mbah..wkwk Merdeka!!!
Mbah Mars
Jabrik:"Merdeka Mbah" Mbah Koplak: "Tahukah apa merdeka itu, Brik ?" Jabrik: "Simbah lebih tahu" Mbah Koplak:"Merdeka itu jika di dompetmu berbaris Soekarno Hatta" Jabrik: "Wkwkwkwkwk. Kalau yang berbaris Pattimura, Mbah ?" Mbah Koplak:" Itu namanya baru tahap perjoeangan, Brik".
Xiaomi A1
Membaca CHD pagi ini saya pun langsung mengetikkan nama Joann Meyer di kotak pencarian google.. Hasilnya; The Guardian di urutan pertama, lalu kedua The New York Times, sedangkan Disway ada di urutan kelima..Luar Biasa..bersanding dgn situs berita terkemuka di dunia.. Mungkin situs harian Disway perlu mempertimbangkan menu artikel bahasa english (dgn teknologi terkini, hal ini rasanya tidak sulit)..
Mukidi Teguh
Ternyata sebagian generasi jadoel di sana itu tetap ga bisa berubah total dalam hal bacaan. Masih suka salinan keras. Serasa ga baca koran kalo ga pegang bendanya. Bagi mereka, membaca salinan lunak serasa makan kembang goela. Terlalu manis, bikin belepotan, dan volumenya hanya tipuan. Tapi hukum alam akan tetap terjadi. Begitu generasi itu habis, berganti generasi video pendek, maka entah bagaimana nasib koran salinan keras. Apakah mengikuti jejak mesin ketik "saudara", yang kini hanya tersedia di loak onlen?! Waktu akan menjawab.
Mirza Mirwan
Di luar dugaan, memang. Peristiwa yang tak terlalu dramatis, terjadi di kota kecil dengan populasi 2000-an orang -- di kota saya setara populasi dua RW -- ternyata bisa menjadi berita di media arus utama selama beberapa hari. Simpati dan dukungan kepada Marion County Record (MCR) mengalir dari berbagai penjuru, juga dari berbagai organisasi pers dan wartawan. Menurut penuturan Eric Meyer, sampai kemarin MCR mendapat 2000-an pelangggan baru -- berarti total pelanggannya 4000-an sekarang. Di pihak lain, kepolisian Marion County bernasib apes. Hujatan dari berbagai penjuru datang berbarengan ke polisi, bersama datangnya simpati dan dukungan kepada MCR. Bahkan Gedung Putih, secara tidak langsung, juga menghujatnya. "More broadly speaking, it is important to me, from here, and to the president to reiterate as he has done many times before the freedom of the press, that is the core value when we think about our democracy. When you think about the cornerstone of our democracy, the freedom of the press is right there. That is our core value," kata Karine Jean-Pierre, sekretaris pers Gedung Putih. Berita terkini, semua barang yang disita dari mendiang Joan Meyer dan kantor MCR sudah dikembalikan, antara lain: komputer (laptop), ponsel, Alexa Smart Speaker, router, dll. Lucu sebenarnya. Ketika 5 polisi dan 2 sherif datang pada Jumat (11/8) lalu, apa urgensinya menyita router wi-fi segala? Kayak polisi di Anuland saja.
Mirza Mirwan
Ada yang perlu ditambahkan. Dalam CHD hari ini Pak DI hanya menyebut "pemilik warung". Mungkin karena mengingat betapa kecilnya kota Marion. Juga tak disebutkan siapa nama "pemilik warung" itu. Namanya afala Kari Newell. Nama "warungnya" adalah Kari's Kitchen. Dan itu adalah restoran yang cukup besar. Ada cerita yang mungkin menjadi musabab kenapa Newell melaporkan MCR ke polisi teekait rumor berita yang belum dipublis MCR. Di awal Agustus lalu ada acara "meet and greet" dengan Jake LaTurner di restoran Kari's Kitchen. Jake LaTurner adalah anggota DPR (HoR) mewakili Kansas, dapil Marion County. Karena MCR mendapat undangan, Eric Meyer datang bersama seorang wartawannya, Phyllis Zorn. Ternyata kedatangan Eric dan Phyllis tak dikehendaki oleh Newell -- padahal bukan ia yang mengundang. Eric menyadari ada yang tak beres ketika pelayan di restoran itu tidak memberi minum kepada keduanya. Dan benar, kemudian datang seorang polisi memberi tahu bahwa pemilik restoran tidak nyaman debgan kehadiran Eric dan wartawannya. Boleh jadi, ketidaknyamanan Kari Newell itu dirinya pernah ketahuan mengendarai mobil. Padahal ia sedang dihukum tak boleh mengemudi gegara ketangkap mengemudi ketika sedang mabuk. SIM-nya juga dicabut. Artinya saat ketahuan mengemudi itu ia tak punya SIM. Newell khawatir MCR akan memberitakan itu. Eric dan Phyllist pun pulang. Lalu berkembanglah rumor itu. Newell pun lapor polisi. Berbekal "search warrant" polisi pun menggeledah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 168
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google