Intoleransi Ekonomi Era Jokowi dan Urgensi Politik Perubahan

Intoleransi Ekonomi Era Jokowi dan Urgensi Politik Perubahan

Grafis Kemiskinan berdasarkan pulau di Indonesia.-BPS-

PEMILU 2024 menjadi ajang paling signifikan dalam rangka mewujudkan perubahan menuju Indonesia Emas di 2045. Ada banyak alasan, dan yang paling urgen mengenai angka kemiskinan, pengangguran, dan sumber daya manusia Indonesia yang masih di bawah standar negara-negara ASEAN lainnya. Perubahan adalah satu-satunya pilihan untuk mewujudkan mimpin indah masa depan bangsa.

Pada tanggal 17 Juli 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan terbaru Indonesia. Persentase penduduk miskin pada bulan Maret 2023 sebesar 9,36 persen (25,90 juta orang).

Angka 25,90 juta orang tersebut menurun sebesar 0,46 juta orang (0,21 persen) dibandingkan bulan September 2022, dan juga menurun sebesar 0,26 juta orang (0,18 persen) dibandingkan Maret 2022.

Dilihat dari segi persebaran kemiskinan, maka penduduk miskin perkotaan pada bulan Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun 0,24 persen dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53 persen. Artinya, angka kemiskinan penduduk kota masih besar.

Begitu pula dengan angka kemiskinan penduduk perdesaan. Pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun 0,14 persen dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36 persen. Artinya, pemerintahan Jokowi lebih fokus pada penurunan kemiskinan penduduk kota dari pada penduduk desa.

Jumlah penduduk miskin perkotaan pada bulan Maret 2023 sebesar 11,74 juta orang, menurun sebanyak 0,24 juta orang dari 11,98 juta orang pada September 2022. Jumlah penduduk miskin perdesaan sebesar 14,16 juta orang pada Maret 2023, menurun sebanyak 0,22 juta orang dari 14,38 juta orang pada September 2022.

Sementara Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan, dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 408.522 (74,21 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 141.936 (25,79 persen). Dengan begitu, setiap bulan, penghasilan individual masyarakat Indonesia hanya berkisar antara Rp 150 ribu sampai Rp 600 ribu.

Jokowi Tidak Berbuat Banyak

Selama dua periode kepemimpinan Joko Widodo, angka kemiskinan tidak banyak banyak berubah. Kebijakan-kebijakan ekonomi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini membutuhkan perombakan besar-besaran.

Selama dua kali memimpin Indonesia, Jokowi hanya mampu mengurangi angka kemiskinan dalam angka yang sangat kecil, terhitung sejak awal memimpin sampai detik-detik menjelang berakhir. Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen).

Angka 10,70 persen ini memang bisa disebut berkurang sebesar 0,25 juta orang, apabila dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen). Namun, angka 10,70 persen ini bukan prestasi besar bagi Jokowi, apabila dibandingkan dengan angka awal kepemimpinannya.

Sebab, pada bulan Maret 2016, angka kemiskinan sebesar 10,86 persen. Artinya, selama dua periode, Jokowi hanya mampu menurunkan angka kemiskian sebesar 3,57 persen,  menjadi 7,29 persen pada bulan Maret 2023. 

Bahkan, menyangkut penduduk miskin kota, kebijakan Jokowi pun buruk. Ia hanya mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,5 persen, terhitung dari 7,79 persen pada bulan Maret 2016 menjadi 7,29 persen pada bulan Maret 2023.

Hal yang jauh lebih buruk menimpa kaum miskin desa. Dalam kasus kemiskinan desa, Jokowi terlihat tidak berbuat banyak. Misalnya, diketahui bahwa jumlah penduduk miskin desa sebesar 14,11 persen pada Maret 2016 menjadi 12,22 persen pada bulan Maret 2023. Artinya, dalam 10 tahun kepemimpinan, Jokowi hanya berkontribusi menurunkan kemiskinan desa sebesar 1,89 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait