Hari Santri Nasional dan Capres-Cawapres Santri di Pemilu 2024
KH Imam Jazuli Lc--
PERINGATAN Hari Santri Nasional, 22 Oktober, bukan ritual tahunan tanpa makna; bukan pula semata arak-arakan drumband, tetapi butuh pemaknaan yang realistis, mengandung maslahat, dan bermanfaat jangka panjang.
Perayaan Hari Santri Nasional akan selalu bertepatan dengan detik-detik menjelang perhelatan akbar nasional yang strategis, Pemilu. Ini artinya, santri dituntut memainkan peran sosial-politik sekaligus; menjadi santri dan menjadi warga negara.
Menjadi santri berarti mengabadikan memori historis, tentang perjuangan alim ulama dari pesantren dalam melawan penjajahan, merebut kemerdekaan, mempertahankan serbuan negara asing, dan mengisi kemerdekaan dengan pemberdayaan umat.
Menjadi warga negara artinya menjalankan tugas-tugas patriotik, membela bangsa dan negara, yang dalam praktek konkretnya bisa berupa mematuhi undang-undang dasar, menjaga NKRI, ideologi Pancasila, dan termasuk ikut serta mensukseskan Pemilu.
Dalam rangka mensukseskan Pemilu, representasi santri sudah tampil ke panggung politik nasional. Mereka adalah pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN).
Anies Baswedan adalah seorang santri alumni Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah. Selain santri, Anies juga sosok santri yang berhasil menjadi akademisi, tepatnya Rektor Universitas Paramadina.
Sedangkan keluarganya juga akademisi. Ayahnya, Rasyid Baswedan, sempat jadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), pada periode 1990-1993.
BACA JUGA:Optimalisasi Peran Terbaik PBNU dalam Perdamaian Abadi Dunia
BACA JUGA:Memahami Rahmatan Lil 'Alamin serta Ketidakselarasan antara Ucapan dan Tindakan di Komunitas NU
Demikian pula dengan Abdul Muhaimin Iskandar. Kesantriannya tidak diragukan lagi. Gelarnya adalah Panglima Santri, yang senafas dengan latar belakang pribadinya. Ia adalah cicit KH. Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, sekaligus Pendiri Nahdlatul Ulama.
Di Mambaul Maarif, Denanyar, inilah Muhaimin Iskandar mengenyam pendidikan kepesantrenan pertama kali. Setelah dari Denanyar, Muhaimin melanjutkan pendidikan pesantrennya di Lirboyo Kediri dan Gontor Ponorogo. Setelah itu, Muhaimin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Yogyakarta.
Pasangan AMIN (Anies-Muhaimin) tidak pelak lagi merupakan representasi santri tulen. Latar belakang pasangan capres-cawapres ini menggambarkan visi masa depan mereka. Seperti pepatah; "dari santri, oleh santri, untuk santri" atau "dari pesantren, oleh pesantren, untuk pesantren ".
Disebut dari santri, karena Anies dan Muhaimin adalah orang-orang pesantren. Dan disebut oleh pesantren, karena Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sejatinya, adalah partai politiknya kaum santri. Kemenangan PKB adalah kemenangan pesantren, kekalahan PKB adalah kekalahan pesantren.
Dari semua partai politik yang akan bertarung pada Pemilu 2024, tidak ada satupun yang berani mengakui bahwa mereka adalah representasi kaum santri, lebih-lebih mengaku sebagai partainya pesantren.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: