Mengenal Gangguan Hormon Tiroid pada Bayi, Cek dengan Skrining Hipotiroid Kongenital

Mengenal Gangguan Hormon Tiroid pada Bayi, Cek dengan Skrining Hipotiroid Kongenital

Bayi baru lahir-Waspada gejala kekurangan hormon tiroid-Freepik

JAKARTA, DISWAY.ID - Para orangtua didorong untuk lebih perhatian dalam mendeteksi setiap masalah yang terjadi pada bayi baru lahir.
 
Salah satunya, penting kenali sejak dini gangguan hormon tiroid.
 
Apa itu?
 
Apa itu gangguan hormon tiroid?
 
Laman resmi Kementerian Kesehatan menyebutkan kekurangan hormon tiroid atau Hipotiroid Kongenital pada bayi baru lahir dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang bahkan gangguan pada kognitif.
 
Sehingga sangat perlu dilakukan skrining pada bayi baru lahir.
 
Hipotiroid kongenital yang dideteksi lebih cepat dan diobati, dapat mencegah anak mengalami keterlambatan pertumbuhan dan keterbelakangan secara kognitif.
 
Mengacu prevalensi global 1 : 3.000 kelahiran, menunjukkan bahwa 1.500 dari 4,4 juta bayi baru lahir Indonesia diperkirakan lahir dengan hipotiroid kongenital.
 
Dengan demikian skrining hipotiroid kongenital perlu dilakukan.
 
 
Gejalanya
 
Gejala dan tanda yang dapat diobservasi setelah 1 bulan bayi lahir antara lain tubuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, lidah besar, mudah tersedak, suara serak, pusar bodong, dan ubun-ubun melebar.
 
Deteksi Dini
 
Pemeriksaan skrining hipotiroid kongenital menggunakan sampel darah tumit pada bayi usia 48 jam sampai 72 jam yang diambil oleh tenaga kesehatan.
 
Semua bayi baru lahir berhak mendapatkan pemeriksaan tersebut melalui pelayanan di Puskesmas hingga rumah sakit. 
 
Bila pada skrining ditemukan hipotiroid kongenital, maka dilakukan pengobatan segera dalam periode emas (kurang dari 1 bulan).
 
Dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, penderita Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
 
Mengenal Skrining Hipotiroid Kongenital
 
Pemerintah terus menggencarkan kegiatan Skrining hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
 
Hingga akhir tahun 2023, sebanyak 1,2 juta bayi telah diperiksa. 
 
Atas capaian ini, Indonesia melalui Kementerian Kesehatan terpilih sebagai salah satu negara yang diwawancarai oleh Commission for Social Development.
 
Sebuah badan penasihat yang bertanggung jawab atas pilar pembangunan sosial pembangunan global.
 
Hasil wawancara akan disampaikan di sesi ke-62 (CSocD62) pada 5 sampai 14 Februari 2024 di UN Head Quarter, New York. 
 
“Terima kasih kepada semua stakeholder yang telah terlibat, mulai dari puskesmas, Prof Aman Pulungan, rumah sakit, dokter spesialis anak dan IDAI, karena jumlahnya terus meningkat,” kata Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin.
 
Budi menjelaskan bahwa jumlah tersebut didapat dari cakupan pemeriksaan mingguan yang terus meningkat.
 
Pemeriksaan mingguan awalnya menjangkau seribu anak, kemudian naik menjadi puluhan ribu dan konsisten pada angka 60 ribu bayi per minggu selama tiga bulan terakhir. 
 
Apabila dijumlahkan selama setahun, sebanyak 1,2 bayi baru lahir tercatat sudah mendapatkan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). 
 
“Kita mulai dari 1.000 sampai 2.000 anak per minggu, kemudian naik lagi dan dalam 3 bulan terakhir sudah konsisten di angka 60 ribu. Kalau dijumlahkan angkanya sudah 1,2 juta mendekati 1,3 juta bayi yang diperiksa,” terang Budi. 
 
“Kalau kita bisa konsisten di angka 60 ribu bayi saja, dalam waktu satu tahun sudah 3 juta anak sudah kita periksa,” kata dia.
 
Ke depan, Budi mendorong agar pemeriksaan hormon tiroid untuk mencegah kelainan bawaan dan kematian pada bayi baru lahir tersebut terus digalakkan.
 
Dia menargetkan jumlah bayi yang diperiksa setiap minggunya konsisten meningkat. 
 
“Saya harapkan dengan kecepatan yang sudah di angka 60 ribu, tahun ini bisa ditingkatkan lagi,” harapnya. 
 
Untuk mewujudkannya, Budi mengungkapkan Kementerian Kesehatan telah menyusun sejumlah strategi cakupan nasional skrining kesehatan pada bayi baru lahir semakin banyak. 
 
Strategi pertama, memperluas fasilitas laboratorium kesehatan masyarakat, berkolaborasi dengan pemerintah daerah, dan merampingkan transportasi sampel penyaringan agar lebih cepat dan lebih efisien.
 
Kedua, membangun dan memperkuat sistem kesehatan primer di setiap wilayah.
 
Caranya dengan melengkapi fasyankes dengan infrastruktur kesehatan yang modern, meningkatkan layanan ibu dan bayi di fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta memastikan perawatan komprehensif di pada ibu dan bayi baru lahir. 
 
Ketiga, meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya skrining kesehatan pada bayi baru lahir.
 
Hal ini dilakukan dengan menggencarkan kampanye kesehatan yang melibatkan komunitas dan individu. 
 
“Kalau mau bayinya sehat, usianya panjang, dan anaknya pintar, begitu bayi baru lahir mintalah skrining kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, gratis,” kata Menkes Budi. 
 
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) merupakan uji saring yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir.
 
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengelompokkan bayi yang mengalami gangguan hormon tiroid sehingga bayi bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tidak berdampak serius pada tumbuh kembangnya. 
 
Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. 
 
Apabila lebih dari usia tersebut, dikhawatirkan akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sifatnya permanen.
 
Karenanya, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sejak dini sangatlah penting untuk mencegah kelainan bahkan kematian pada bayi. 
 
 
Pilihan Laboratorium
 
Pemeriksaan sampel darah tumit dilakukan melalui laboratorium di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo, sesuai dengan regionalisasi berikut:
 
1. Laboratorium RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, mengampu wilayah DKI Jakarta, Banten, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan sebagian Jawa Barat (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi).
 
2. Laboratorium RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengampu wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Jawa Barat.
 
3. Laboratorium RSUP Dr. Sardjito, mengampu wilayah DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah.
 
4. Laboratorium RSUD Dr. Soetomo, mengampu wilayah Jawa Timur.
Bila pada skrining ditemukan hipotiroid kongenital, maka dilakukan pengobatan segera dalam periode emas (kurang dari 1 bulan). Dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, penderita Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: kemenkes