Target Rasio pajak 23%, Ekonom INDEF : Target yang Tidak Rasional, Gak Masuk Akal!
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad -Istimewa-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan keberatannya dalam menyusun roadmap target rasio perpajakan sebesar 23%.
Keberatan ini didasari oleh fakta bahwa rasio perpajakan 23% tersebut dinilai dapat menimbulkan kesalahpahaman atau malah misleading. Ia pun tak ingin hal tersebut malah membebankan Menteri Keuangan di periode berikutnya.
BACA JUGA:Menteri Sri Mulyani Tolak Susun Roadmap Rasio Pajak 23 Persen, Misleading!
BACA JUGA:Laporkan Kakak Tiri, Freddy Wijaya Bongkar Modus Pencucian Uang Agar Terhindar Pajak
Menanggapi pernyataan Sri Mulyani tersebut, Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyatakan bahwa roadmap perpajakan 23% juga dinilai tidak rasional.
"Dari targetnya itu sendiri udah berat, padahal kalo kita liat di tahun depan masih sekitar 10 koma sekian persen. Bahkan 2029 pun itu paling tinggi masih 19% an, dan itu sudah dihitung sebenarnya oleh Menteri Keuangan. Target 23 persen itu dengan data-data yang kemarin sudah disampaikan dari dokumennya menjadi tidak rasional. Bukannya menurut saya (Sri Mulyani) takut menyusun roadmap, tapi ya sangat sulit dicapai," ujar Tauhid saat dihubungi oleh Disway pada Jumat (14/06).
Selain itu, Tauhid menambahkan, kebijakan 23 persen yang merupakan kebijakan pemerintah baru ini belum memiliki standing legal position dalam regulasi yang saat ini diterapkan oleh Menteri Sri Mulyani.
BACA JUGA:Inul Daratista Protes ke Presiden Jokowi Gegara Usaha Karaokenya Dikuntit Petugas Pajak
BACA JUGA:Starlink Resmi Meluncur di Indonesia, Budi Arie Minta Tetap Bayar Pajak dan Tak Ada Keistimewaan
"Jadi, yang akan menyusun lebih baik ya Menteri Keuangan yang baru. Karena legal standing 23 persen nya itu belum ada, jadi menurut saya karena dua point itu beliau menolak. Selain itu, karena tidak mudah untuk menerjemahkan roadmap tadi karena pasti ada perubahan regulasi, kenaikan PPH, kenaikan PPN, Cukai, ataupun nanti yang lain," jelas Tauhid.
Tidak hanya itu, rasio pajak 23 persen ini juga dinilai akan menjadi hal yang memberatkan masyarakat Indonesia akibat nilainya yang sulit untuk dipenuhi.
"Dalam perpajakkan, ada teori Laffer Curve, yang intinya pajak itu seperti pisau bermata dua. Jadi dia gak bisa terlalu tinggi karena akan mengurangi tingkat pendapatan dan aktivitas ekonomi, dan gak bisa terlalu rendah karena aktivitas ekonomi akan bertambah tapi pendapatan rendah,”lanjutnya.
“Jadi kita harus nyari yang ditengah-tengah optimalnya, nah itu yang saya kira situasi sulit karena 23 persen itu mungkin gak bisa 5 tahun, malah bisa sampe 25 tahun," tukas Tauhid.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: