Memahami Makna Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Memahami Makna Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Diorama di Museum Perumusan Naskah Proklamasi.-Annisa Amalia Zahro-

MUSEUM  Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok) merupakan salah satu tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan para proklamator.

Menariknya, museum ini tidak menyimpan naskah asli Proklamasi.

"Museum Perumusan Naskah Proklamasi fokus kepada peristiwa, fokus kepada proses karena Naskah Proklamasi yang asli berada di Arsip Nasional (Istana Negara)," terang Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi Jaka Perbawa ketika ditemui, 16 Agustus 2024.

BACA JUGA:Tapak Tilas Perumusan Naskah Proklamasi Kenang Kembali Detik-detik Jelang Kemerdekaan

Hal ini juga sesuai dengan visi dari penggagas museum yang memang memfokuskan pada proses, bukan hasil.

Selain itu, museum ini juga telah melalui berbagai pergantian kepemilikan sehingga keaslian benda-benda yang ada tidak bisa dipertahankan.

Meski begitu, pihaknya berusaha membangun suasana di dalam museum ini layaknya pada saat proses perumusan Naskah Proklamasi terjadi.

"Di Museum Permusuhan Nasional Proklamasi memang koleksinya sudah tidak ada yang asli. Karena ada pergantian kepemilikan sebelum disiapkan menjadi museum. Namun, kami menyajikan replika-replika. Jadi ketika pengunjung datang ke Museum Permusuhan Nasional Proklamasi, pengunjung akan merasakan suasana mendekati malam hari," ungkapnya.

Ketika pengunjung datang ke museum, lanjutnya, sengaja lampu agak temaram, jendela agak dibuat gelap, untuk membantu pengunjung membayangkan suasana malam hari, membayangkan kesunyian saat itu.

"Karena pertemuan di rumah Laksamana Maeda, yang sekarang di Museum Permusuhan Nasional Proklamasi, pertemuan yang rahasia. Laksamana Maeda sebagai pemilik rumah, meminjamkan secara pribadi."

BACA JUGA:Paskibraka di IKN Terbagi Tim Nusantara Baru dan Tim Indonesia Maju

Pada malam perumusan naskah, sebanyak 40-50 orang berkumpul di rumah Laksamana Maeda yang kini menjadi museum tersebut.

"Mereka berasal dari beragam golongan, beragam etnis, agama, profesi, semua sepakat. Berkumpul di sini, mereka bukan memikirkan diri mereka sendiri, tapi mereka memikirkan kita semua. Mereka merasakan pedihnya penjajahan."

Oleh karena itu, para pejuang merancang pedoman agar generasi penerus yang sudah terputus jauh dari peristiwa ini dapat memahami sejarah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: