Memahami Makna Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Memahami Makna Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Diorama di Museum Perumusan Naskah Proklamasi.-Annisa Amalia Zahro-

Jaka menjelaskan, museum hanya bertugas menyampaikan narasi dari koleksi yang ada kepada masyarakat sehingga mendapatkan inspirasi dan menjadi teladan dalam berjuang dengan cara mereka sendiri.

"Karena di era yang sekarang keterbukaan informasi, era globalisasi, perang sesungguhnya adalah budaya-budaya yang bisa dengan mudahnya masuk ke sini, dikonsumsi oleh generasi saat ini," tuturnya.

BACA JUGA:Livenia Asal Kaltim dan Komang dari Bali Jadi Paskibraka Pembawa Baki di IKN, Berikut Profilnya

Jaka menjelaskan, terdapat empat ruangan penting yang ada di rumah Laksamana Maeda pada malam menjelang Proklamasi tersebut.

"Sejarah pertemuan yang hanya berlangsung 6 jam. Terdapat empat ruangan bersejarah. Ruang tamu, ruang pertama, ini menjadi ruang yang menjadi penentu bagaimana negosiasi Ahmad Subarjo, Bung Karno, Bung Hatta, meyakinkan Maeda sebagai orang Jepang, mau boleh atau tidak kami meminjam rumah sebagai tempat persiapan kemerdekaan."

Kemudian Bung Karno, Bung Hatta, Achmad Soebardjo, dan tiga tokoh lain berpindah ke ruang makan untuk menyusun kata-kata proklamasi. Sedangkan puluhan pemuda lainnya menunggu di ruang lain yang lebih luas.

Jaka menyoroti peran tiga tokoh tersebut, di mana Bung Karno menulis naskah dengan dibantu rangkaian kata dari Bung Hatta, serta sumbangan pemikiran Soebardjo.

"Ini menjadi hal yang wajar ya, Bung Karno itu sebagai pendiri bangsa tidak ingin menjadi sosok tunggal penentu sebuah keputusan. Di sinilah kita bisa maklum bahwa para pendiri bangsa sangat-sangat menjunjung musyawarah dan mufakat sesuai sila keempat," tandasnya.

Usai menyusun draf naskah, mereka pun meminta persetujuan pejuang lainnya.

BACA JUGA:Nadiem Makarim Upacara HUT ke-79 RI di SMAN 1 Rangkasbitung

Setelah mendapatkan persetujuan serta melakukan diskusi lanjutan, peristiwa berikutnya adalah pengetikan Naskah Proklamasi oleh Sayuti Melik.

Bung Karno merupakan orang yang membebaskan Sayuti Melik dari penjara pada zaman penjajahan Belanda hingga kedudukan Jepang dan ia tertarik dengan pemikiran Sayuti yang dituliskan di surat kabar Semarang.

Ketika mengetik naskah, Sayuti Melik didampingi oleh wartawan bernama Burhanuddin Mohammad Diah.

BM Diah memiliki peran penting pada saat dan setelah pengetikan naskah.

"Di sini BM Diah mengamankan naskah tulisan tangan asli, tulisan Bung Karno, dari tempat sampah. Beliau menyimpan selama 48 tahun dan dikembalikan kepada Presiden Soeharto di tahun 1993," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: